PENGANTAR
Musa adalah orang yang punya kedudukan
(terkemuka) dan pemimpin yang mudah berinspirasi,
sehingga mampu mengendalikan umat yang keras
tabiatnya, serta banyak ragu-ragu dalam menghadapi
berbagai perkara seperti kepemimpinan, kebijaksanaan
dan penunjuk. Musa memiliki kekhususan tersendiri serta
mampu kemampuan yang tinggi, sehingga barangsiapa
yang memiliki sifat semisalnya, maka tingkah lakunya
dimuliakan oleh yang lainnya, dikarenakan kepribadian
sesuai dengan tingkah lakunya.
Oleh karerna itu, ketika Malaikat maut datang
kepada Musa, kemudian meminta izin untuk mencabut
nyawanya, maka Musa menampar Malaikat tersebut
hingga rusak matanya (mata manusia). Malaikat maut
mendatangi Musa dalam wujud seorang laki-laki,
kemudian Musa diberi pilihan antara berpindah ke sisi
Tuhannya atau tetap hidup di dunia dalam masa yang
lama, sebelum datang kepadanya kematian. Akan tetapi
Musa memilih berpindah ke sisi Tuhannya, atas sulitnya
kehidupan dunia dan ujiannya. Maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala memenuhi permohonannya, kemudian
mendekatkannya ke tanah suci sejauh lemparan baju.
Sehingga kuburannya terletak di sebelah timur tanah
suci.
NASH HADIS
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata,
"Malaikat maut diutus kepada Musa. Ketika dia datang,
Musa menamparnya. Lalu Malaikat maut kembali kepada
Tuhannya dan berkata, 'Engkau telah mengutusku kepada
seorang hamba yang menolak mati.’ Lalu Allah
mengembalikan matanya (yang rusak karena tamparan
Musa). Allah berfirman kepadanya, ’Kembalilah kepada
Musa. Katakan kepadanya agar dia meletakkan
tangannya di punggung sapi jantan, maka bulu sapi yang
tertutup oleh tangannya itulah sisa umurnya. Satu bulu
satu tahun.’ Musa berkata, ’Ya Rabbi setelah itu apa?’
Malaikat menjawab, ’Maut.’ Musa berkata, ’Sekarang
aku pasrah.’ Maka Musa memohon kepada Allah agar
didekatkan kepada tanah suci sejauh lemparan batu.
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda, "Seandainya aku di sana,
niscaya aku tunjukkan kuburnya kepada kalian yang
berada di sisi jalan di dataran berpasir merah yang
bergelombang."
Dalam riwayat Muslim, "Malaikat maut mendatangi Musa
dan berkata, 'Jawablah panggilan Tuhanmu.’ Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Musa
menempeleng mata Malaikat maut hingga membuatnya
rusak. Lalu Malaikat maut kembali kepada Allah dan
berkata, 'Engkau telah mengutusku kepada seorang
hamba-Mu yang tidak mau mati. Dia telah merusak
mataku.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda, "Maka Allah mengembalikan matanya dan
berfirman kepadanya, ’Kembalilah kamu kepada hamba-
Ku, katakan kepadanya, 'Apakah kamu ingin hidup? Jika
kamu ingin hidup, maka letakkanlah tanganmu di
punggung sapi jantan, rambut yang tertutup oleh
tanganmu itulah umurmu yang tersisa. Satu rambut, satu
tahun." Musa bertanya, ’Seterusnya apa?’ Malaikat
menjawab, ’Kemudian kamu mati.’ Musa berkata,
’Sekarang, ya Rabbi, dari dekat.’ Musa berkata,
’Matikanlah aku di dekat tanah suci sejauh lemparan
batu.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,
"Demi Allah, seandainya aku di sana, niscaya aku
tunjukkan kuburnya kepada kalian di samping jalan di
pasir merah."
TAKHRIJ HADIS
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Jami’ul Ushul,
bab orang yang ingin dikubur di tanah suci, 3/206, no.
1339; dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab wafat Musa,
6/440, no. 3407.
Bukhari tidak secara nyata menyatakan
penisbatan Abu Hurairah terhadap hadis kepada
Rasulullah. Dan Bukhari secara nyata menyebutkannya di
riwayatnya dalam Kitab Ahadisil Anbiya’. Bukhari
berkata, "Ma'mar memberitakan kepada kami dari
Hammam, Abu Hurairah menyampaikan kepada kami dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam."
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul
Fadhail, bab keutamaan Musa, 4/1842.
PENJELASAN HADIS
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memberitakan
kepada kita bahwa di antara kemuliaan para Nabi di sisi
Allah adalah bahwa mereka diberi pilihan menjelang
kematian, antara hidup di dunia atau berpindah ke
Rafiqil A’la. Dalam beberapa hadis shahih dari Aisyah,
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam diberi pilihan,
dan beliau memilih Rafiqil A’la.
Allah mengutus Malaikat maut yang menjelma dalam
wujud seorang laki-laki kepada Musa. Malaikat meminta
agar Musa menjawab panggilan Tuhannya. Ini berarti
bahwa ajalnya telah tiba dan saatnya telah dekat. Musa
memiliki temperamental yang cukup tinggi, karenanya
dia menempeleng wajah Malaikat maut dan merusak
matanya (mata manusia). Karena seandainya dia dalam
wujud aslinya, yakni Malaikat, niscaya Musa tidak akan
mampu menempelengnya. Tidak akan bisa!
Malaikat maut kembali kepada Allah untuk mengadukan
apa yang diperolehnya dari Musa. Lalu Allah
menyembuhkan matanya dan menyuruhnya kembali
kepada Musa, agar meletakkan tangannya di atas
punggung sapi, kemudian rambut-rambut yang tertutup
oleh tangannya itu dihitung dan satu helai rambut satu
tahun. Maka ajal Musa sama dengan jumlah rambut itu.
Dengan itu Musa mendapatkan kehidupan yang panjang.
Jika Musa melakukan itu, niscaya dangan tidak menutup
kemungkinan dia tetap hidup sampai hari ini.
Akan tetapi, manakala Musa bertanya kepada Malaikat
maut tentang apa yang ada di balik kehidupan panjang
tersebut, dia dijawab, ’Maut.’ Maka Musa memilih yang
dekat. Apa yang ada di sisi Allah bagi para Rasul dan
Nabi-Nya, serta hamba-hamba-Nya yang shalih, adalah
lebih baik dan lebih kekal.
Jika roh para syuhada berada di perut burung hijau yang
beterbangan di kebun-kebun Surga, memakan buah-
buahnya, minum dari sungainya dan berlindung di lampu-
lampu yang bergantungan di atap ’Arasy Allah, maka
kehidupan para Nabi dan Rasul adalah di atas semua itu.
Apa yang didapat oleh Musa seandainya dia hidup sampai
hari ini, dia pasti memikul kesulitan-kesulitan dunia dan
ujian-ujiannya. Dia akan menyaksikan peristiwa-
peristiwa besar yang terjadi sepanjang sejarah yang
membuat pikiran sibuk dan hati bersedih. Bukankah
lebih baik dia berada di Rafiqil A’la dengan para Rasul
dan para Nabi menikmati kenikmatan Surga, daripada
hidup di rumah kesengsaraan dan ujian?!
Musa diminta untuk memilih dan dia telah memilih
kembali kepada Allah daripada kehidupan yang lama dan
panjang. Apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan
lebih kekal dan Akhirat lebih baik daripada dunia.
Musa memohon kepada Allah pada waktu ruhnya dicabut
agar didekatkan kepada tanah yang suci sejauh lemparan
batu.
Permintaan Musa ini adalah wujud kecintaannya kepada
tanah suci yang bercokol di dalam jiwanya, sehingga dia
meminta dikubur di perbatasannya, dekat dengannya.
Tetapi Musa tidak meminta kepada Allah agar
mematikannya di tanah suci, karena dia mengetahui
bahwa Allah mengharamkannya atas generasi di mana
Musa berasal. Ini sebagai hukuman atas ketidaktaatan
mereka kepada perintah Tuhan mereka agar masuk
tanah suci seperti yang telah Allah tulis untuk mereka.
Mereka berkata, "Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan
berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja." (QS. Al-Maidah: 24). Lalu
Allah menulis atas mereka kesesatan selama empat
puluh tahun di gurun Sinai.
Allah menjawab doa Musa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Salam telah menyampaikan kepada kita bahwa
kuburan Musa terletak di pinggiran tanah suci di dataran
pasir merah. Seandainya beliau di sana, niscaya beliau
menunjukkan tempat itu kepada sahabat-sahabatnya.
PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
1. Hadis ini menunjukkan bahwa sebelum nyawa para
Nabi dicabut, mereka diberi pilihan antara terus
hidup atau berpindah kepada rahmatullah,
sebagaimana Musa diberi pilihan. Aisyah telah
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda pada waktu beliau sakit menjelang
wafatnya, "Ya Allah, Rafiqul A’la." Aisyah mengerti
bahwa beliau diberi pilihan maka beliau memilih.
2. Kemampuan Malaikat menjelma dalam wujud
manusia, sebagaimana Malaikat maut yang
mendatangi Musa dalam wujud manusia.
3. Kematian adalah haq dan pasti. Jika ada yang lolos
dari maut, tentulah mereka adalah para Nabi dan
Rasul.
4. Kedudukan Musa di sisi Allah. Musa menampar
Malaikat maut hingga rusak matanya. Kalau saja
bukan karena kemuliaan Musa di hadapan Allah,
mungkin Malaikat akan membalasnya dengan keras.
5. Keberadaan kubur Musa di tepi perbatasan tanah
suci, dan Rasulullah mengetahui tempat kuburnya.
Beliau menunjukkan sebagian alamat kuburnya, yaitu
di tepi jalan di tanah pasir merah.
6. Keinginan Musa agar kuburnya dekat dengan tanah
suci, dan diperbolehkan saja bagi siapa saja yang
ingin mati di tanah suci.
7. Tanah suci yang diberkahi memiliki batasan. Musa
meminta kepada Allah agar mendekatkan kuburnya
darinya sejauh batu dilempar. Karenanya, Musa
dikubur di luar, di pinggirannya.
0 komentar:
Posting Komentar