Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

wibiya widget

My Blog List

flag counter

daftar menu

Loading...
Tag this on nabtag

twiter

Recent Comments

google seacrh


  • Web
  • alwafaalmuttaqiin
  • buku tamu

    google translite


    clock

    Voting

    My Ballot Box
    Bagaimana Menurutmu blog ku ni ?







    wibiya widget

    Jumat, 27 April 2012

    Kemajuan Ilmu Zaman Kontemporer

    Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu tahap-tahap perkembangan itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai periodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman moderen, dan zaman kontermporer. Oleh karena itu, melihat sejarah perkembangan ilmu zaman kontemporer, tidak lain adalah mengamati pemanfaatan dan pengembangan lebih lanjut dari rentetan sejarah ilmu sebelumnya, yang dimaksud dengan zaman kontemporer dalam konteks ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini. Ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke -15, sedangkan zaman kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Sebagaimana ilmu di zaman modern mempunyai karakteristik khusus yang membedakannya dengan ilmu di zaman klasik dan zaman pertengahan, maka ilmu kontemporer pun demikian. Zaman moderen misalnya, dalam banyak hal melakukan dekonsterksi terhadap teori-teori yang dianggap established (mapan) pada masa pertengahan atau zaman klasik, setidaknya dua contoh yang sangat menonjol bisa dikemukakan di sini. Pertama, pendapat yang dikemukakan oleh Copernicus (1473-1543) tentang teori heliosentrisme, bahwa matahari adalah pusat tata surya dan planet-planet termasuk bumi berputar mengelilingi mataharari. Teori ini jelas-jelas bertentangan dengan pendapat yang diterima secara umum manusia saat itu, yaitu geosentrisme yang menyatakan bahwa bumilah yang menjadi pusat tata surya. Kedua, metode induktif yang diperkenalkan oleh Francis Bacon(1560-1626). Ia telah memberikan sumbangan yang penting dalam menembus metode berpikir deduktif yang penggunaannya secara berlebihan telah menyebabkan dunia keilmuan mengalami kemacetan. Francis Bacon menekankan untuk mendasarkan semua pengetahuan dan ilmu atas dasar pengalaman. Ia menganjurkan agar para sarjana dalam menyusun ilmu mengumpulkan sebanyak mungkin fakta pengalaman (emperical brute facts) untuk selanjutnya dianalisis. Satu hal lain yang menjadi karakter spesifik ilmu kontemporer dan dalam konteks ini ciri tersebut akan lebih dapat kita temukan secara relatif lebih mudah pada bidang-bidang sosial, yaitu bahwa ilmu kontemporer tidak segan-segan melakukan dekonstruksi dan peruntuhan terhadap teori-teori ilmu yang pernah ada untuk kemudian menyodorkan pandangan-pandangan baru dalam rekontruksi ilmu yang mereka bangun. Begitulah perkembangan ilmu di zaman kontemporer meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi.

    Golden Ages

    Baca postingan terakhir Putri, jadi pengen banget baca buku 'Sciene and Islam: a History' ini. Setelah saya ulik2, buku ini isinya tentang sumbangan pemikiran2 ilmuwan Islam di abad pertengahan. Well, dari dulu saya udah tergila2 sama sejarah, sejarah apa aja sih, sejarah Indonesia dan kerajaan2nya, sejarah dunia, more over sejarah Islam, makanya tau ada buku beginian jadi gatel banget pengen baca. Yang menarik dari hasil ngulik tentang buku ini adalah sebutan 'abad pertengahan' yang berbeda dari dunia barat dan dunia Islam. Untuk dunia Islam, abad pertengahan ini disebut 'the golden ages' alias abad keemasan. Kenapa? karena pada masa ini Islam sedang berkembang dengan pesat2nya. Nggak hanya pemerintahannya yang semakin kuat, tapi juga banyak ilmuwan2 yang sukses develop banyak penemuan di abad ini. Nah, sumbangan para ilmuan muslim inilah yang dibahas di buku ini. FYI, zaman keemasan tu sekitar abad 5-14 Masehi. Meanwhile, dunia barat menyebut 'abad pertengahan' dengan 'the dark ages' alias abad kegelapan. Why? karena pada masa ini peradaban mereka seakan berhenti. Dari yang saya baca di sini sih, Umberto Eco di the Name of the Rose melukiskan bahwa zaman kegelapan ini adalah zaman panjang kemandekan orang-orang Eropa, karena mereka seperti sekumpulan katak yang terperangkap lama di bawah tepurung. Mereka tidak dapat melihat dan meloncat bebas ke luar tempurung, dan tempurung itu bernama gereja Kristen. No offense ya, tapi saya pernah baca juga somewhere (gomen lupa) kalau zaman dulu banyak ilmu pengetahuan yang bertolak belakang sama pendapatnya gereja, jadi ilmuwan2 itu banyak ditangkepin, dan masyarakat waktu itu dipaksa untuk nelen mentah2 apa yang diputusin gereja. Moreover saya jadi inget tentang cerita Illuminati dan seterusnya, dunno lah, jadi out of topic, but eniwei those stories are so damn great-:). Dari dua sisi pandangan tentang 'abad pertengahan' itu, kok saya jadi miris ya. Kenapa kejayaan ilmuwan Islam cuma pake verb WAS, duh! Dan sekarang kita taulah siapa leader of the world's knowlegde. Meskipun banyak juga saya dengar ttg pencurian ilmu pengetahuan oleh kaum barat jaman dulu waktu akhir perang salib, dan lagi saya cuma bisa bilang wakaranai. Intinya sih, sekarang kita ada di belakang. Sayang banget, masak ilmuwan2 jaman dulu yang pasti lebih menemui keterbatasan dari kita aja bisa, harusnya kita lebih bisa dong ya. Tamparan keras buat saya, I should study harder niy supaya bisa berguna buat umat. Sedikit sumbangan ilmu, tapi kalau semua muslim semangat belajar dan berkarya, Insha Allah kita bisa nyampe di zaman keemasan Islam lagi. Amiin. Eniwei, saya jadi pengen banget bisa kayak 'Rancho' di '3 idiots' yang belajar just simply karena dia mencintai ilmu. Ah, mari..saatnya lebih banyak menyalurkan cinta untuk agriculture development, poverty alleviation, human security dan farmer empowerment. Ganbarimasu!

    Latar Belakang lahirnya Zaman Kegelapan (Dark age)

    Sejarah Eropa memiliki bentangan waktu yang panjang dimulai dari zaman paleolithikum ribuan tahun yang lalu. Secara garis besar, sejarah eropa dibagi menjadi 3 periode, yaitu, Eropa klasik, Eropa pertengahan, dan Eropa modern. Di sini kita akan membahas tentang Eropa abad pertengahan pada masa abad kegelapan Abad pertengahan adalah periode sejarah yang terjadi di daratan Eropa yang ditandai sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 hingga munculnya monarkhi-monakhi nasional, dimulainya penjelajahan samudera, kebangkitan humanisme, serta reformasi Protestan dengan dimulainya renaissance pada tahun 1517. Abad pertengahan sering diwarnai dengan kesan-kesan yang tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya kalangan yang memberikan stereotipe kepada abad pertengahan sebagai periode buram sejarah eropa mengingat dominasi kekuatan agama yang begitu besar sehingga menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip moralitas yang agung membuat kekuasaan agama menjadi begitu luas dan besar di segala bidang. Abad pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di zaman klasik dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari pemikiran ketuhanan. Eropa dilanda Zaman Kegelapan sebelum tiba Zaman Pembaharuan. yang dimaksud Zaman Kelam atau Zaman Kegelapan ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelek dan kemunduran ilmu pengetahuan Menurut Ensikopedia Amerikana, zaman ini berlangsung selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi. Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa, Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat hanya gereja saja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran merekapun ditolak, dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan ditangkap dan didera, malah ada yang dibunuh

    Kamis, 26 April 2012

    Hubungan Ilmu dengan Filsafat

    2.1. Hubungan Ilmu dengan Filsafat Pada mulanya ilmu yang pertama kali muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat. Objek material filsafat sangat umum yaitu seluruh kenyataan, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek material yang khusus hal ini berakibat berpisahnya ilmu dari filsafat. Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas. Oleh karena itu filsafat merupakan bagian dari proses pendidikan secara alami dari mahluk yang berpikir. Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasan ini tidak ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafati yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah.Terhadap ilmu-ilmu khusus, filsafat, khususnya filsafat ilmu, secara kritis menganalisis konsep-konsep dasar dan memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu untuk memperoleh arti dan validitasnya. Kalau konsep-konsep dari ilmu tidak dijelaskan dan asumsi-asumsi tidak dilakukan maka hasil-hasil yang dicapai ilmu tersebut tanpa memperoleh landasan yang kuat. Intraksi antara filsafat dan ilmu-ilmu khusus juga menyangkut suatu tujuan yang lebih jauh dari filsafat. Filsafat berusaha untuk mengatur hasil-hasil dari berbagai ilmu-ilmu khusus ke dalam suatu pandangan hidup dan pandangan dunia yang tersatu padukan, komprehensip dan konsisten. Secara komprehensip artinya tidak ada sesuatu bidang yang berada di luar bidang filsafat. Secara konsisten artinya uraia kefilsafatan tidak menyusun pandapat-pandapat yang saling berkontardiksi. Misalnya fisika mendasarkan pada asas bahwa semua benda terikat pada kaidah mekanis(sebab akibat), akan tetapi dalam biologi dapat ditemukan bahwa pada organisme yang lebih tinggi tidak hanya berproses seperti mesin-mesin juga menunjukkan adanya kegiatan yang mengarah pada suatu tujuan (teleologis). Masalah proses mekanisme (sebab akibat) yang berbeda dengan proses teleologis (bertujuan) ini telah ditangani oleh para filsuf yang mencoba menyusun pandangan yang tersatupadukan (integral) dan komprehensip dalam menjelaskan gejala-gejala alam. Pada hakikatnya filsafat dan ilmu saling terkait satu sama lain, keduanya tumbuh dari sikap refleksif, ingin tahu, dan dilandasi kecintaan pada kebenaran (Pramono, 2008). Hubungan-hubungan tersebut, diantaranya: 1. Perbedaannya, filsafat dengan metodenya mampu mempertanyakan keabsahan dan kebenaran ilmu, sedangkan ilmu tidak mempu mempertanyakan asumsi, kebenaran, metode, dan keabsahannya sendiri. 2. Ilmu lebih bersifat ekslusif, menyelidiki bidang-bidang yang terbatas, sedangkan filsafat lebih bersifat inklusif. Dengan demikian filsafat berusaha mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif tentang fakta-fakta. 3. Ilmu dalam pendekatannya lebih bersifat analitik dan deskriptif: menganalisis keseluruhan unsur-unsur yang mnjadi bagian kajiannya, sedangkan filsafat lebih sintetik atau sinoptik menghadapi objek kajiannya sebagai keseluruhan. 4. Filsafat berusaha mencari arti fakta-fakta. 5. Jika ilmu condong menghilangkan faktor-faktor subjektivitas dan menganggap sepi nilai-nilai demi menghasilkan objektivitas, maka filsafat mementingkan personalitas, nilai-nilai dan bidang pengalaman. 6. Filsafat itu tidak salah satu ilmu di antara ilmu-ilmu lain. "Filsafat itu pemeriksaan ('survey') dari ilmu-ilmu, dan tujuan khusus dari filsafat itu menyelaraskan ilmu-ilmu dan melengkapinya." 7. Filsafat mempunyai dua tugas: menekankan bahwa abstraksi-abstraksi dari ilmu-ilmu betul-betul hanya bersifat abstraksi (maka tidak merupakan keterangan yang menyeluruh), dan melengkapi ilmu-ilmu dengan cara ini: membandingkan hasil ilmu-ilmu dengan pengetahuan intuitif mengenai alam raya, pengetahuan yang lebih konkret, sambil mendukung pembentukan skema-skema berpikir yang lebih menyeluruh. 8. Hubungan ilmu dengan filsafat bersifat interaksi. Perkembangan-perkembangan ilmiah teoritis selalu berkaitan dengan pemikiran filsafati, dan suatu perubahan besar dalam hasil dan metode ilmu tercermin dalam filsafat. Ilmu merupakan masalah yang hidup bagi filsafat. Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan deskriptif dan faktual yang sangat perlu untuk membangun filsafat. Tiap filsafat dari suatu periode condong merefleksikan pandangan ilmiah di periode itu. Ilmu melakukan cek terhadap filsafat dengan membantu menghilangkan ide-ide yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Sedangkan filsafat memberikan kritik tentang asumsi dan postulat ilmu serta analisa kritik tentang istilah-istilah yang dipakai. 9. Filsafat dapat memperlancar integrasi antara ilmu-ilmu yang dibutuhkan. Searah dengan spesialisasi ilmu maka banyak ilmuwan yang hanya menguasai suatu wilayah sempit dan hampir tidak tahu menahu apa yang dikerjakan di wilayah ilmu lainnya. Filsafat bertugas untuk tetap memperhatikan keseluruhan dan tidak berhenti pada detil-detilnya. 10. Filsafat adalah meta ilmu, refleksinya mendorong peninjauan kembali ide-ide dan interpretasi baik dari ilmu maupun bidang-bidang lain. 11. Filsafat pada masa-masa awal kelahirannya dianggap sebagai mater scientiarum, induknya ilmu. Seiring dengan spesialisasi ilmu sampai dengan akhir-akhir ini, kekhususan setiap ilmu menimbulkan batas-batas yang tegas antara masing-masing ilmu. Tidak ada bidang pengetahuan lain yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah itu. Di sinilah filsafat berusaha mengatasi spesialisasi dengan mengintegrasikan masing-masing ilmu dengan merumuskan pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas. 2.2. Persoalan Filsafat Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejal-gejala alam seperti tanah longsor, banjir, dan gempa bumi, atau melihat laut yang luas. Orang yang heran berat dia merasa ingin memperoleh. Darimana jawaban itu dapat diperoleh? Jawaban diperoleh dengan melakukan refleksi, yaitu berpikir tentang pikiran sendiri. Dalam hal ini tidak semua persoalan itu harus persoalan fisafat. Persoalan filsafat berbeda dengan persoalan nonfilsafat. Perbedaannya terletak pad amateri dan ruang lingkupnya. Ciri-ciri persoalan filsafat seperti berikut ini. 1. Bersifat sangat umum. Artinya, persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus. Dengan kata lain, sebagian besar masalh kefilsafatan berkaitan dengan ide-ide besar. Misalnya, filsafat tidak menanyakan berapa arta yang anda sedekahkan dalam satu bulan? Akan tetapi, filsafat menanyakan apa jarak itu? 2. Tidak menyangku fakta. Dengan kata lain, persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif. Persoalan-persoalan yang dihadapi melampaui batas-batas pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang menyangkut fakta. Misalnya, seorang ilmuan memikirkan peristiwa alam yang berupa hujan. Ilmuan dapat memikirkan sebab-sebab terjadi hujan dan memberikan deskripsi tentang peristiwa hujan itu. Semua yang dipikirkan ilmuan ada dalam dunia empiris atau dapat dialami. 3. Berdasarkan dengan nilai-nilai (values). Artinya, persoalan-persoalan kefilsafatan bertalian dengan penilaian, baik nilai moral, etis, agama, maupun sosial. Nilai dalam pemgertian ini adalah suatu kualitas abstrak yang ada pada sesuatu hal. Nilai-nilai dapat di mengerti dan dihayati. Dengan demikian, daopat dikatakan yang dimaksudkan dengan nilai-nilai adalah suatu kualitas abstrak yang dapat menimbulkan rasa senang, puas, atau bahagia bagi orang yang mengalami dan menghayatinya. Para filsuf mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan tentang nilai yang terdalam (ultimate values). Kebanyakan pertanyaan-pertanyaan filsafat berkaitan denegan hakikat nilai-nilai. 4. Bersifat kritis. Artinya, filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep-konsep dan arti-arti yang biasanya di terima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis. Setiap bidang pengalaman manusia, baik yang menyangkut bidang ilmu maupun agama mendasarkan penyelidikannya pada asumsi-asumsi yang diterima sebagai titik tolak berpikir maupun berbuat. Asumsi-asumsi tersebut diterima begitu saja dan diterapkan tanpa di periksa secara kritis. Salah satu tugas utama ahli fisafat atau seorang filsuf adalah memeriksa dan menilai asumsi-asumsi tersebut, mengungkapkan artinya, dan menentukan batas-batas penerapannya. 5. Bersifat sinoptik. Artinya, persoalan fisafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan. Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai keseluruhan. 6. Bersifat implikatif. Artinya, jika suatu persoalan kefilsafatan sudah dijawab, dari jawaban tersebut akan munculkan persoalan baru yanag saling berhubungan. Jawaban yang dikemukakan mengandung akibat-akibat lebih jauh yang menyentuh kepentingan-kepentingan manusia. Menurut Sumedi dan Mustakim, ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan. 1. Tentang ”Ada”. Persoalan tentang ”äda” (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana sebagai salah satu cabang filsafat metafisika sendiri mencakup persoalan ontologis, kosmologi (perkembangan alam semesta) dan antropologis (perkembangan sosial budaya manusia). Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri. 2. Tentang ”Pengetahuan” (knowledge). Persoalan tentang pengetahuan (knowledge) menghasilkan cabang filsafat epistemologi (filsafat pengetahuan). Istilah epistemologi sendiri berasal dari kata episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. 3. Tentang ”Metode” (method). Persoalan tentang metode (method) menghasilkan cabang filsafat metologi atau kajian / telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan azas-azas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai penyusun ilmu-ilmu vak. 4. Tentang ”Penyimpulan”. Logika (logis) yaitu ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana berpikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan. 5. Tentang ”Moralitas” (morality). Moralitas menghasilkan cabang filsafat etika (ethics). Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal. 6. Tentang ”Keindahan”. Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni. 2.3 Berpikir Secara Kefilsafatan Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini perkembangan ilmu dan teknologi begitu pesat. Dengan ilmu yang dimiliki manusia, sudah banyak masalah yang berhasil dipecahkan. Rahasia alam semesta, misalnya, telah banyak diungkapkan melalui kemajuan ilmu tersebut, yang pada gilirannya menghasilkan teknologi- teknologi spektakuler, seperti bioteknologi, teknologi di bidang komputer, komunikasi maupun ruang angkasa. Akan tetapi sebanyak dan semaju apapun ilmu yang dimiliki manusia, tetap saja ada pertanyaan-pertanyaan yang belum berhasil dijawab. Maka ketika ilmu tidak lagi mampu menjawab, pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat. Berfilsafat adalah berpikir. Hal ini tidak berarti setiap berpikir adalah berfilsafat, karena berfilsafat itu berpikir dengan ciri-ciri tertentu. Kalau dikatakan berfilsafat adalah berpikir, hal ini dmaksudkan bahwa berfilsafat termasuk kegiatan berpikir. Kata “adalah” dalam “berfilsafat adalah berpikir” mengandung pengertian bahwa berfilsafat itu tidak identik dengan berpikir melainkan berfilsafat termasuk dalam berpikir. Dengan demikian tidak semua orang yang berpikir itu mesti berfilsafat. Akan tetapi dapat dipastikan bahwa orang yang berfilsafat itu pasti berpikir. Hanya saja berfilsafat itu berpikir dengan ciri-ciri tertentu. Misalnya seorang mahasiswa berpikir bagaimana agar memperoleh IP yang tinggi pada suatu semester, atau seorang pegawai memikirkan gaji yang akan diterima pada bulan yang akan datang. Semua contoh yang dikemukakan itu bukanlah berpikir secara kefilsafatan melainkan berpikir biasa, berpikir sehari-hari, yang jawabannya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam. Sepanjang sejarah kefilsafatan dikalangan filsuf terdapat tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu kekaguman atau keheranan, keraguan atau kegengsian, kesadaran akan keterbatasan. Pada umumnya seorang filsuf mulai berfilsafat karena adanya rasa kagum atau adanya rasa heran dalam pikiran filsafat itu sendiri. Dalam hal ini dialami oleh Plato (filsuf Yunani) yang mengatakan : “Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk menyelidik. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat.” Berfilsafat dapat pula bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada diri manusia. Berfilsafat kadang-kadang dimulai apabila manusia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama di dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila seorang merasa, bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasan dirinya tadi manusia mulai berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki. Dengan alasan-alasan tersebut diataslah yang mendorong para filsuf untuk berfilsafat. Untuk mengenal filsafat secara mendalam ataupun berpikir kefilsafatan, maka perlu dipahami juga bahwa kajian kefilsafatan berkisar pada hal-hal yang fundamental. Oleh karena itu, maka filsafat memiliki beberapa karakteristik yang dalam hal ini sebenarnya banyak perbedaan diantara para filsuf akan tetapi sebenarnya memiliki pemahaman yang sama. Karakteristik pemikiran kefilsafatan terdiri dari : integralistik (menyeluruh), mendasar (fundamental), dan spekulatif (Syiena, 2008). a. Menyeluruh, artinya pemikiran yang luas, pemikiran yang meliputi beberapa sudut pandangan. Pemikiran kefilsafatan meliputi beberapa cabang ilmu, dan pemikiran semacam ini ingin mengetahui hubungan antara cabang ilmu yang satu dengan yang lainnya. b. Mendasar, artinya pemikiran mendalam sampai kepada hasil yang fundamental (keluar dari gejala). Hasil pemikiran tersebut dapat dijadikan dasar berpijak segenap nilai dan masalah-masalah keilmuan (sciense). c. Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran-pemikiran selanjutnya dan hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai medan garapan (objek) yang baru pula. Jadi, berfilsafat merupakan serangkaian kegiatan berpikir yang sangat fundamental yang walaupun tidak menghasilkan sesuatu hal yang konkret, tapi kiranya salah satu dari fungsi filsafat yang terpenting adalah mempertahankan pemikiran yang benar terhadap fantasi dan kesalahan. Selain itu ada juga beberapa ciri berpikir secara kefilsafatan yang lain antara lain : a. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal. Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya. Berpikir sampai ke hakikat, esensi atau sampai ke substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat tidak puas hanya memperoleh pengetahuan lewat indera yang selalu berubah, tidak tetap. b. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum). Berpikir secara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum dari umat manusia (common experience of mankind). Dengan jalan penjajagan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang universal. c. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual. Yang dimaksud dengan konsep disini adalah hasil generalisasi (perumuman) dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfilsafat tidak berpikir tentang manusia tertentu atau manusia khusus melainkan berpikir tentang “manusia secara umum”. Berpikir secara kefilsafatan tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatan bebas yang dilakukan oleh orang-orang tertentu, khusus, konkrit sebagaimana dipelajari oleh psikolog, melainkan bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan itu?”. d. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi. Baik koheren maupun konsisten keduanya dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : runtut. Yang dimaksud dengan runtut adalah bagan konseptual yang disusun itu tidak terdiri dari pendapat-pendapat yang saling berkontradiksi di dalamnya. e. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem. Yang dimaksud dengan sistem adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu. f. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensip. Yang dimaksud komprehensif adalah mencakup secara menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan. Kalau suatu sistem filsafat harus bersifat komprehensif, berarti sistem itu mencakup secara menyeluruh, tidak ada sesuatu pun yang berada di luarnya. g. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas. Sampai batas-batas yang luas maka setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, cultural ataupun religius. Sikap-sikap bebas demikian ini banyak dilukiskan oleh filsuf-filsuf dari segala zaman. Socrates memilih minum racun dan menatap maut daripada harus mengorbankan kebebasannya untuk berpikir menolak pengangkatannya sebagai guru besar filsafat pada Universitas Heidelberg. Kebebasan berpikir itu adalah kebebasan yang berdisiplin. h. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan dengan pemikiran yang bertanggung jawab. Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sambil bertanggung jawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Di sini nampaklah hubungan antara kebebasan berpikir dalam filsafat dengan etika yang melandasinya. Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Akan tetapi tidak sampai di situ saja yang dirasakan menjadi tugasnya. Fase berikutnya ialah cara bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya agar dapat dikomunikasikan pada orang lain dalam ikhtiar ini sebenarnya seorang filsuf berusaha mengajak orang lain untuk ikut serta dalam alam pikirannya. 2.4 Cabang-Cabang Filsafat Dalam hal ini persoalan-persoalan yang muncul tentang filsafat dapat dikelompokkan berdasarkan cabang-cabang filsafat itu sendiri. Terdapat tiga persoalan filsafat yang utama yaitu persoalan tentang keberadaannya, persoalan tentang pengetahuan, dan persoalan tentang nilai-nilai. 1. Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Persoalan tentang keberadaan atau eksistensi berkaitan dengan cabang filsafat metafisika. 2. Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth). Persoalan tentang pengetahuan ditinjau dari segi isinya berkaitan dengan cabang filsafat epistemologi. Jika kebenaran ditinjau dari segi bentuknya maka berkaitan dengan cabang filsafat logika. 3. Persoalan nilai-nilai (values). Dalam hal ini nilai-nilai dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai-nilai kebaikan tingkah laku dan nilai keindahan. Nilai-nilai kebaikan tingkah laku berkaitan dengan cabang filsafat etika sedangkan nilai keindahan berkaitan dengan cabang filsafat estetika. Berkut adalah penjelasan dari masing-masing cabang-cabang filsafat tersebut. 2.4.1 Metafisika Ditinjau dari asal katanya metafisika berasal dari bahasa Yunani yaitu metaphysica yang berarti sesuatu yang ada di belakang atau di balik benda-benda fisik. Metafisika dapat diartikan sebagai stuidi atau pemikiran yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan. Metafisika adalah satu cabang filsafat yang mempelajari dan memahami mengenai penyebab adanya segala sesuatu sehingga hal tertentu menjadi ada. Metafisika bisa berarti upaya untuk mengkarakterisasi eksistensi atau realitas sebagai suatu keseluruhan. Istilah ini juga berarti sebagai usaha untuk menyelidiki alam yang berada di luar pengalaman atau menyelidiki apakah hakikat yang berada di balik realitas. Studi ini amat kompleks dan cenderung melampaui rasionalitas atau melampaui jangkauan akal budi.Aristoteles sebagai salah satu tokoh filsafat mempergunakan istilah proto philosophia yang berarti filsafat yang pertama. Filsafat pertama ini membahas tentang sesuatu yang ada di belakang gejala-gejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup, atau mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan. Dalam hal ini persoalan-persoalan metafisik dapat dibedakan menjadi tiga yaitu persoalan ontologi, kosmologi dan antropologi. a. Persoalan-persoalan ontologis yang menyangkut hal-hal : Apa yang dimaksud dengan ada, keberadaan, atau eksistensi itu? Bagaimana penggolongan dari ada, keberadaan, atau eksistensi itu? Apa sifat dasar (nature) kenyataan atau keberadaan itu? b. Persoalan-persoalan kosmologis yang berkaitan dengan asal-mula, perkembangan, dan struktur atau susunan alam yang menyangkut hal-hal : Jenis keteraturan apa yang ada di alam? Keteraturan dalam alam seperti halnya sebuah mesin ataukah keteraturan yang bertujuan? Apa hakikat hubungan sebab dan akibat? Apakah ruang dan waktu itu? c. Persoalan-persoalan atropologi yang menyangkut hal-hal : Bagaimana terjadi hubungan badan dan jiwa? Apa yang dimaksud dengan kesadaran? Manusia sebagai mahluk bebas atau tak bebas? 2.4.2 Epistemologi Ditinjau dari asal katanya istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme yang artinya pengetahuan dan logos yang artinya teori. Sehingga epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari tentang asal-mula atau sumber, struktur, metode, dan sahnya(validitas) pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai bentuk pengenalan dasar pengetahuan, hakikat dan nilainya. Secara tradisional, yang menjadi pokok permasalahan dalam epistemologi adalah sumber, asal mula dan sifat dasar pengetahuan: bidang, batas dan jangkauan pengetahuan. Perbedaan mendasarnya dengan metafisika yaitu terletak pada cara mempertanyakan sesuatu dimana dalam metafisika yang ditanyakan adalah keberadaan sesuatu sedangkan epistemologi mempertanyakan tentang pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu. Pengetahuan selalu mempunyai subjek: yang mengetahui. Tanpa ada yang mengetahui maka tidak mungkin ada pengetahuan. Pengetahuan juga mengandaikan objek. Tanpa objek atau hal yang diketahui juga harus dikatakan tidak mungkin ada pengetahuan. Pengetahuan berelasi dengan masalah kebenaran. Kebenaran adalah kesesuaian pengetahuan dengan objek pengetahuan. Masalahnya adalah kebenaran suatu objek pengetahuan tidak bisa serentak diperoleh dalam suatu waktu pengetahuan tertentu. Jarang sekali sebuah objek pengetahuan menampilkan kebenaran mutlak. Kebenaran dicari dalam tahapan pengetahuan yang disusun secara metodis, sistematis dan rasional. Ada tiga jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan biasa atau pengetahuan pra ilmiah, pengetahuan ilmiah dan pengetahuan filosofis. Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu? Dari manakah pengetahuan itu dapat diperoleh?Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai? Apa perbedaan antara pengetahuan a priori(pengetahuan pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori(pengetahuan purna pengalaman)? 2.4.3 Logika Ditinjau dari asal katanya logika berasal dari bahasa Yunani yaitu logos yang berarti kata, nalar, teori, atau uraian. Sehingga logika dapat didefinisikan sebagai ilmu, kecakapan, atau alat untuk berpikir secara lurus. Istilah logika digunakan pertama kali oleh Zeno. Logika dapat berarti suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Tapi biasanya logika dilihat sebagai sebuah studi tentang struktur atau susunan pembahasan rasional. Logika merupakan cabang filsafat yang mempelajari, menyelidiki proses atau cara berpikir yang benar, yang sehat dan patokan mana yang mesti dipatuhi agar pernyataan yang diambil adalah sah.Dengan demikian, yang menjadi objek material logika adalah pemikiran, sedangkan objek formulanya adalah kelurusan berpikir. Persoalan-persoalan logika menyangkut hal-hal : Apa yang dimaksud dengan pengertian (concept)? Apa yang dimaksud dengan putusan (proposition)?Apa yang dimaksud dengan kesimpulan (inferensi)? Apa aturan-aturan untuk dapat menyimpulkan secara lurus? Apa macam-macam silogisme?Apa macam-macam sesat pikir (fallaci)? Dalam logika ada empat hukum dasar logika. Empat hukum dasar logika itu disebut juga postulat-postulat universal semua penalaran. Keempat hukum dasar logika adalah: hukum identitas, hukum kontradiksi, hukum tiada jalan tengah dan hukum cukup alasan. Hukum identitas menyebutkan bahwa sesuatu adalah sama dengan dirinya sendiri. Hukum kontradiksi adalah hukum yang menyatakan bahwa sesuatu pada waktu yang sama tidak dapat sekaligus memiliki sifat tertentu dan juga tidak memiliki sifat tertentu itu. Hukum tiada jalan tengah menyatakan bahwa sesuatu itu pasti memiliki suatu sifat tertentu atau tidak memiliki sifat tertentu itu dan tidak ada kemungkinan ketiga. Hukum cukup alasan menjelaskan bahwa jika terjadi perubahan pada sesuatu, perubahan itu harus berdasarkan alasan yang cukup memadai dan cukup dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. 2.4.4 Etika Dalam hal ini etika juga disebut sebagai filsafat moral. Ditinjau dari asal katanya etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti watak. Sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin yaitu mos dalam bentuk tunggal dan dalam bentuk jamak mores yang artinya kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata etika atau moral berarti kesusilaan. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moran yang otonom. Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan etika normative. Etika deskriptif memberikan gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia. Dalam etika normatif, norma dinilai dan setiap manusia ditentukan. Objek material dalam etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia baik yang dilakukan secara sadar maupun secara tidak sadar. Sedangkan objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut. Persoalan-persoalan yang dibahas dalam etika adalah : Apa yang dimaksud baik dan buruk secara moral? Apa syarat-syarat suatu perbuatan dikatakan baik secara moral? Bagaimana hubungan antara kebebasan kehendak dengan perbuatan susila? Apa yang dimaksud dengan kesadaran moral? Bagaimana peranan hati nurani (conscience) dalam setiap perbuatan manusia? Bagaimanakah pertimbangan moral berbeda dari dan bergantung pada suatu pertimbangan yang bukan moral? 2.4.5 Estetika Ditinjau dari asal katanya, estetika berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetika yang berarti hal-hal yang dapat diserap dengan indra atau aisthesis yang berarti serapan indra. Dengan kata lain estetika adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentan keindahan. Estetika merupakan ranting filsafat yang membicarakan tentang seni atau keindahan, bukan hanya sebagai karya seni belaka tetapi juga sebagai kegiatan seni.Adapun perbedaannya dengan etika adalah jika etika berkaitan dengan nilai-nilai moral sedangkan estetika berkaitan dengan nilai bukan moral. Selain itu estetika juga memiliki beberapa pengertian lain (Agus Sachari,2002) yaitu: a) Estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan seni. b) Estetika merupakan suatu telah yang berkaitan dengan penciptaan, apresisasi, dan kritik terhadap karya seni dalam konteks keterkaitan seni dengan kegiatan manusia dan peranan seni dalam perubahan dunia. c) Estetika merupakan kajian filsafat keindahan dan juga keburukan. d) Estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keinbdahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan. e) Estetika adalah segala hal yang berhubungan dengan sifat dasar nilai-nilai non-moral suatu karya seni. f) Estetika merupakan cabang filsafat yang berkaitan proses penciptaan karya estetis. g) Estetika adalah filsafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan estetik dan artistik yang sejalan dengan zaman. Pengalaman akan keindahan merupakan objek dari estetika. Dalam estetika, manusia mencari hakikat keindahan, bentuk pengalaman keindahan, penyelidikan emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang mengharukan. Estetika biasa dibagi dua, yaitu deskriptif dan normatif. Estetika deskriptif menggambarkan gejala pengalaman keindahan. Estetika normatif mencari dasar pengalaman itu. Persoalan-persoalan yang menjadi bahasan dalam estetika adalah : Apakah keindahan itu? Keindahan bersifat objektif atau subjektif? Apa yang merupakan ukuran keindahan? Apa peranan keindahan dalam kehidupan manusia? Bagaimanakah hubungan keindahan dengan kebenaran? 2.5 Aliran-Aliran Filsafat 2.5.1 Aliran-Aliran Filsafat dalam Persoalan Keberadaan (Ontology Ilmu). Aliran-aliran filsafat dalam persoalan keberadaan bersangkutan dengan cabang filsafat metafisika umum (Ontologi). Ontologi meliputi apa hakekat ilmu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) ada itu (Mochamad, 2009). Munculnya berbagai aliran metafisika disebabkan oleh dua hal pokok (Siswanto, 2003). Pertama, terjadinya proses diferensiasi fungsional filsafat itu sendiri. Misalnya posisi filsafat semula adalah sebagai pandangan dunia, lama-kelamaan mau mengganti religi, filsafat ingin memberikan kepada manusia pegangan hidup yang tidak ditemukan dalam religi. Kedua, proses saling menjauhi diri antara aliran yang sudah ada, dan kemudian melahirkan aliran baru. Oleh karena begitu banyak aliran yang muncul dalam dunia metafisika. Menurut Alisyahbana (dalam Pandowosun,2002), aliran metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu yang mengenai kuantitas (jumlah) dan yang mengenai kualitas (sifat). a. Dari segi kuantitatif yakni aliran yang menjawab dan mengajarkan tentang jumlah (kuantitas) kenyataan. Dalam hal ini ditemukan tiga aliran yang menonjol yaitu sebagai berikut. i. Monisme atau disebut aliran yang memberikan ajaran “keseluruhan-kesatuan”. Aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Secara sistematis, monisme dimulai dari materialisme sedangkan secara historis, monisme dimulai dari idealisme metafisik yang melihat rohani sebagai kenyataan pertama. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa materi, Tuhan atau substansi lainnya yang tidak dapat diketahui. Tokoh-tokohnya antara lain adalah Thales (625-545 SM) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu substansi yaitu air. Anaximenes (585-528 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang sedalam-dalamnya adalah udara. Anaximander (610-574 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan yang terdalam adalah Apeiron yaitu sesuatu yang tanpa batas, tak dapat ditentukan, dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada di dunia. Baruch Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan yang diidentikan dengan alam. ii. Pluralisme merupakan tandingan monisme, karena menerima prinsip asas banyak. Para filsuf yang termasuk pluralisme diantaranya adalah Empedokles (490 – 430) yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri dari 4 unsur, yaitu udara, api, air dan tanah. Anaxagoras (500-428 SM) menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas unsur-unsur yang tak terhitung banyaknya dan dikuasai oleh suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur yang disebut nous. Leibniz (1646-1716) menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas monade-monade yang saling berhubungan dalam suatu sistem yang telah diselaraskan. Monade adalah substansi yang tak berluas, selalu bergerak, tak terbagi dan tidak dapat dirusak. Pluralisme dibedakan dalam dua bentuk solidarisme metafisik dan metafisika centris. Solidarisme metafisik memberikan watak kenyataan yang sama pada semua kenyataan yang ada. Seperti pandangan dunia Yunani pada umumnya, yang menerima adanya sebuah hukum yang mencakup segala sesuatu, yang menyatakan diri dalam kosmos yang nampak. Dalam hukum kosmos, segala sesuatu mendapat tempat yang sesuai seperti dewa-dewa, binatang-binatang, manusia, sampai pada yang ilahi. Metafisika sentris menerima prinsip asas yang banyak tetapi salah satu yang utama dan memberi makna. Yang utama itu dapat suatu ketuhanan yang mutlak atau manusia. iii. Dualisme merupakan aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri. Tokoh-tokohnya adalah Plato (428-348 SM) yang membedakan dua dunia yaitu dunia indera (dunia bayang-bayang) dan dua intelek (ide). Descrates (1596 – 1650) yang membedakan substansi pikiran dan substansi keluasan. Leibniz (1646-1716) yang membedakan antara dunia yang sesungguhnya dengan dunia yang mungkin. Immanuel Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala dengan dunia hakiki. b. Dari segi kualitatif (sifat) ditemukan begitu banyak aliran metafisika. Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai kejadian. a) Hakikat kenyataan itu tetap i. Spiritualisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam. Aliran ini juga disebut idealisme (serba cita), tokoh-tokoh aliran ini diantaranya adalah Plato (430 – 348 SM) dengan ajarannya tentang idea (cita) dan jiwa yang tidak dapat di tangkap. Idea atau cita adalah gambaran asli segala benda. Semua yang ada di dunia hanyalah bayangan saja. Leibniz (1646 – 1718) dengan teorinya tentang monade. Monade adalah sesuatu yang bersahaja, tidak menempati ruang dan tidak berbentuk. Sifatnya yang terutama adalah gerak, menanggapi, dan berpikir. ii. Materialisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi, pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsur fisik. Materi adalah sesuatu hal yang kelihatan, dapat diraba, dan menempati ruang. Tokohnya salah satunya democritus (460 – 370 SM), berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kecil yang memiliki bentuk dan badan serta memiliki sifat yang sama. Jiwa pun terdiri dari atom-atom yang lebih kecil dan sangat mudah bergerak. Thomas Hobbes (1588-1679) berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini merupakan gerak dari materi. Menurut Hobbes, filsafat sama dengan ilmu yang mempelajari benda-benda karena segala sesuatu terjadi dari benda-benda. b) Hakikat kenyataan itu sebagai kejadian. i. Mekanisme adalah aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat. Tokoh-tokohnya adalah Leucippus dan Democritus yang berpendapat bahwa alam dapat diterangkan berdasar pada atom yang bergerak pada ruang kosong. Bagi Immanuel Kant, kepastian dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab-akibat sebagai suatu kaidah alam. ii. Teleologi adalah aliran yang berpendirian bahwa yang berlaku di dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab-akibat akan tetapi sejak semua memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan. Menurut aristoteles, ada empat macam sebab yaitu sebab bahan (material cause), sebab bentuk (formal cause), sebab kerja (efficient cause), sebab tujuan (final cause). Sebab bahan adalah bahan yang menjadikan sesuatu itu ada, sebab bentuk adalah yang menjadikan sesuatu itu berbentuk, sebab kerja adalah yang menjadikan bentuk itu bekerja atas bahan, sebab tujuan adalah yang menyebabkan tujuan semata-mata karena perubahan tempat atau gerak. iii. Vitalisme adalah aliran yang memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika kimiawi karena hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme adalah Hans Adolf Eduard Driesch (1867-1940) yang menyatakan bahwa dalam hidup setiap organisme memiliki asas hidup yang disebut entelechy. Henry Bergson (1859-1941) menyebutnya elan vital yaitu sumber dari sebab kerja dan perkembangan dari dalam alam. Asas hidup memimpin dan mengatur gejala hidup yang disesuaikan dengan tujuan hidup. iv. Organisme adalah aliran ini biasanya dilawankan dengan mekanisme dan vitalisme. Menurut aliran ini, hidup merupakan suatu struktur yang dinamik dan suatu kebulatan yang memiliki bagian-bagian yang heterogen dan sistem yang teratur. v. Determinisme yaitu aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam mengambil putusan-putusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dahulu (Zakaria, 2008). vi. Indeterminisme yaitu aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu bebas dalam arti yang seluas-luasnya (Zakaria, 2008). 2.5.2 Aliran-Aliran Filsafat dalam Persoalan Pengetahuan (Epistemology Ilmu) Epistemology juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etomologi, istilah epistemology berasal dari kata yunani yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Epistemology dapat didefinisikan sebagai cabang struktur, metode dan validitas pengetahuan (Mochamad, 2009). Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat pengetahuannya sehingga pengetahuan itu benar dan berlaku. Aliran-aliran dalam persoalan pengetahuan yang bertalian dengan sumber-sumber pengetahuan (origin) adalah sebagai berikut. a. Rasionalisme merupakan aliran yang berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal. Menurut Hadiwiyono (dalam Wang Muba, 2009), aliran rasionalisme ini secara luas merupakan pendekatan filosofis yang menekankan adanya akal budi atau rasio sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Akal memperoleh bahan lewat indra dan kemudian diolah oleh akal menjadi pengetahuan. Bapak aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650). b. Empirisme adalah aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap pancainderanya. Menurut David Hume, hakikat ide-ide itu selalu empiris (Yumartana dalam Wang Muba, 2009). Kesan-kesan diperoleh panca indera dari alam nyata yang kemudian berkumpul menjadi pengalaman. John Locke (1632-1704) yang dianggap sebagai bapak aliran ini mengemukakan teori tabula rasa (meja lilin). Maksudnya bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Sesuatu yang tidak bisa diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Kelemahan aliran ini adalah karena keterbatasan indera manusia (Zakaria, 2009). c. Realisme adalah aliran yang menyatakan bahwa obyek-obyek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri. Keberadaan objek-objek tidak bergantung pada pemikiran, serta interaksi pikiran dengan dunia luar tidak mempengaruhi sifat dasar dunia. d. Kritisisme (transendentalisme), merupakan aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari luar maupun dari jiwa manusia itu sendiri. Immanul Kant adalah peletak dasar dari aliran kritisisme. Dalam arti luas, kritisisme merupakan sebuah epistemologi yang menempatkan akal budi sebagai nilai yang amat tinggi tetapi akal budi memiliki keterbatasan. Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa pengetahuan bersifat sintesis. Pengetahuan inderawi atau empirisme merupakan sintesis dari pengamatan ruang dan waktu. Kemudian pengetahuan akal merupakan sintesis pengetahuan. Rasio dan akal budi memberi arah kepada akal ketika tidak mampu mengetahuinya. Kant menyebutnya sebagai idealisme transdental atau idealiseme kritis (Hadiwiyono dalam Wang Muba, 2009). Sedangkan persoalan pengetahuan yang menekankan pada hakekat pengetahuan di jawab oleh aliran-aliran berikut ini. a. Idealisme. Aliran ini berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental ataupun proses-proses psikologis yang sifatnya subyektif. Pengetahuan tidak menggambarkan kebenaran yang sesungguhnya. Aliran ini juga berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia. b. Realisme. Aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambar yang baik dan tepat dari kebenaran. Dalam pengetahuan tergambarkan kebenaran yang sungguh-sungguhnya. c. Empirisme. Aliran ini mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap pancainderanya. Aliran ini berpendirian bahwa hakekat pengetahuan adalah berupa pengalaman. David Hume menyatakan bahwa pengalaman merupakan ukuran terakhir dari suatu kenyataan. William James menyatakan bahwa pernyataan tentang fakta adalah hubungan dari benda-benda dan sama banyaknya dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara langsung oleh indra. d. Positivisme. Abad ke-19 dapat diakatakan sebagai abad positivisme dengan tokohnya Auguste Comte (1798-1857) karena pengaruh aliran ini demikian kuatnya dalam dunia modern. Filsafat menjadi praktis bagi tingkah laku manusia sehingga tidak lagi memandang penting berfikir yang bersifat abstrak (Wibisono dalam Wang Muba, 2009). Aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya peristiwa-peristiwa yang dialami manusia. Aliran ini berpendirian bahwa kepercayaan yang dogmatis harus digantikan dengan pengetahuan faktawi. Pernyataan yang tidak berdasar pada pengalaman dianggap tidak bermakna dan bukan merupakan pengetahuan. e. Pragmatisme. Aliran yang beranggapan bahwa benar dan tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung pada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak di dalam kehidupannya. Aliran ini tidak mempersoalkan apa hakekat pengetahuan melainkan menanyakan apa guna pengetahuan tersebut. C.S. Pierce menyatakan yang terpenting adalah pengaruh apa yang dapat dilakukan oleh ide dalam suatu rencana. Menurut William James, kebenaran suatu hal ditentukan oleh akibat praktisnya. Sedangkan menurut John Dewey, tidak perlu mempersoalkan kebenaran suatu pengetahuan, melainkan sejauh mana kita dapat memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat. 2.5.3 Aliran-Aliran Filsafat dalam Persoalan Nilai-Nilai (Aksiology Ilmu) Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (value) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana yang dijumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik-material (Mochamad, 2009). Menurut Endang Saifuddin (1987 ; 96) terdapat banyak aliran-aliran penting dalam etika, antara lain adalah sebagai berikut. a. Idealisme Etis ialah aliran yang berpendirian bahwa perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab-musabab lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi. Aliran ini meyakini adanya suatu norma-norma untuk bertindak, lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat spiritual, dan lebih mengutamakan kebebasan moral daripada ketentuan kejiwaan atau alami. b. Deontologisme (formalism atau intuisionisme) etis berpendirian bahwa sesuatu tindakan dianggap baik tanpa disangkutkan dengan nilai kebaikan suatu hal. Suatu perbuatan dikatakan wajib secara moral tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya. c. Etika Theologis ialah aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai dan tidak sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan). d. Hedonisme ialah aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelezatan). Cyrenaics (400SM) menyatakan bahwa hidup yang baik adalah dengan memperbanyak kenikmatan melalui kenikmata indra dan intelek. Sebaliknya, Epikurus (341-270 SM) menyatakan kesengan dan kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia. e. Utilitarisme ialah aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari kecil dan besarnya manfaat bagi manusia. f. Aliran Etika Naturalisme ialah aliran yang beranggapan bahwa kebahagian manusia itu didapatkan dengan menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia itu sendiri (Pandowosun, 2002). g. Aliran Etika Vitalisme ialah aliran yang menilai baik buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu (Pandowosun, 2002).. Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran yang lain dalam filsafat (Pandowosun, 2002). Aliran-aliran itu antara lain adalah sebagai berikut. a. Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongkret, yaitu manusia sebagai eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi manusia eksistensi itu mendahului esensi. b. Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu dapat dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan kita dengan realitas. c. Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang berpendapat bahwa berfilsafat barulah mungkin jika rasio dipadukan dengan seluruh kepribadian sehingga filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai berpikir saja, tetapi juga mengenai ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman, pendeknya seluruh hidup. BAB III KESIMPULAN 3.1. Simpulan Dari yang sudah dipaparkan pada pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. a. Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah dan Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting. b. Enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan. c. Ada beberapa ciri berpikir secara kefilsafatan antara lain radikal, universal, konseptual, koheren dan konsisten, sistematik, komprehensif, bebas serta pemikiran yang bertanggung jawab. d. Cabang-cabang filsafat terdiri dari metafisika, epistemologi, logika, etika dan estetika. e. Terdapat tiga Aliran-aliran filsafat antara lain, aliran-aliran dalam persoalan keberadaan, persoalan pengetahuan, dan persoalan nilai-nilai (etika). 3.2. Saran Saran yang dapat penulis berikan adalah agar kita sebagai mahasiswa memahami dengan baik cabang-cabang serta aliran-aliran filsafat, cara berpikir kefilsafatan, dan permasalahan-permasalahan dalam filsafat karena filsafat membentuk ruang lingkup yang semakin luas dengan beraneka ragam permasalahan. Dengan berfilsafat, dapat menemukan kebenaran dan menjawab persoalan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu khusus lainnya.

    Rabu, 25 April 2012

    APLIKASI TEORI-TEORI BELAJAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN

    A. Analisis Kasus Menurut Kajian Teoritis Kategori belajar terdiri atas ketrampilan sensomotor yakni tindakan yang bersifat otomatis. Belajar asosiasi yaitu hubungan antara urutan kata dan objek, ketrampilan pengamatan motoris yakni hubungan antara belajar sensomotor dengan beajar asosiasi. Belajar konseptual yakni gambaran mental secara umum dan abstrak tentang situasi atau kondisi, belajar cita-cita dan sikap, serta belajar memecahkan masalah yang menuntut kemampuan memanipulasikan ide-ide yang abstrak. Karena itulah dalam makalah kami kali ini kami akan membahas tentang teori-teori belajar dan aplikasinya dalam proses belajar. - Teori disiplin mental Dalam teori disiplin mental individu memiliki kekuatan, kemampuan, atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan, kemauan dan potensi-potensi tersebut bagaimana proses pengembangan kekuatan tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan pandangan yang berbeda. Beberapa teori disiplin mental yang lain adalah Naturalise Romantik dari Rosseon. Menurut Jean Jacques Rosseon, anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi tersebut. - Teori Behaviorisme Disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul. Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu : o Mengutamakan unsur atau bagian-bagian kecil o Bersifat mekanistis o Menekankan peranan lingkungan o Menekankan pembentukan reaksi atau respon o Menekankan pentingnya latihan. - Teori Cognitive-Gestalk-Field Menurut Gestalt, belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian kepada bagian-bagian. Belajar Gestalt menekankan pemahaman atau insight. Suatu keseluruhan terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai hubungan yang bermakna satu sama lain. Dalam belajar siswa harus memahami makna hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang lebih berarti teratur, seimbang, harmonis. Belajar adalah mencari dan mendapatkan pragnanz, menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu. - Teori Belajar Sosial Menurut Albert Bandura, tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui penemuan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini, seorang siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respons baru dengancara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain misalnya guru atau orang tuanya. - Teori belajar dari Psikologi Humanistik Combs dkk. menyatakan apabila kita ingin memahami dunia persepsi orang, mengubah perlaku seseorang kita harus nerusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu. Combs dkk selanjutnya menyatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tidak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya B. Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan o Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah tingkah laku yang komplek, bukan hanya simpel respons. Tingkah laku yang komplek ini dapat diajarkan melalui proses shaping atau succesive approximation, beberapa tingkah laku yang mendekati espons terminal. Proses ini dimulai dengan penetapan tujuan, kemudian diadakan analisis tugas, langkah-langkah kegiatan murid dan reinforcement terhadap respon yang diinginkan. o Suatu bentuk belajar yang tidak dapat dinamakan dengan classical conditioning maupun operant conditioning. Dalam modelling, seseorang yang beljar mengikuti kelanjutan orang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modelling atau imitasi dari pada melalui pengajaran langsung. o Prosedur-prosedur pengendalian atau perbaikan tingkah laku 1. Memperkuat tingah laku bersaing Dalam usaha mengubah tingkah yang tidak diinginkan diadakan penguatan tingkah laku yang diinginkan misalnya dengan kegiatan kerjasama, membaca dan bekerja disatu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melamun dan hilir-mudik 2. Extincsi Dilakukan dengan membuang atau meniadakan peristiwa penguat tingkah laku. Extincsi dapat dipakai bersama metode lain seperti modelling dan sosial reinforcemenr. Extincsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian. Apabila murid memperhatikan kesana-kemari, maka perubahan Extincsi guru-murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut. 3. Satiasi Adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi leah dan jerah. Contoh : seorang guru yang memergoki muridnya menyuruh anak merokok sampai habis satu pak sehingga murid itu bosan 4. Perubahan Lingkungan Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli yang mempengaruhi tingkah laku itu. Jika murid terganggu oleh suara gaduh diluar kelas ketukan jendela dapat menghentikan gangguan itu. 5. Hukuman Untuk memperbaiki tingkah laku hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan murid, sedangkan reword menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid. o Berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru dalam mengadakan analisis dan modivikasi perilaku: 1. Rumusan tingkah laku yang diubah secara operasional 1. Amatilah frekuensi tingkah laku yang perlu diubah 2. Ciptakan situasi belajar atau treatment sehingga terjadi tingka laku yang diinginkan 3. Indikasilah reinforcement yang potensial 4. Perkuatlah tingkah laku yang diinginkan o Pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip “operant conditioning” bagi belajar manusia di sekolah. Pengajaran ini berlangsung seperti halnya paket pengajaran diri sendiri yang menyajikan suatu topik yang disusun secara cermat untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid. Tiap-tiap pekerjaan murid diberi “feed back”. o Program pegajaran terprogram telah diterapkan dalam program pengajaran individual. Program pengajaran individual telah dikembangkan pada penerapan beberapa lembaga pendidikan, seperti : Program for learning in accordanc with need (PLAN), pada westinghouse corporation. Individually guide education (IGE), pada pusat penelitian dan pengembangan belajar kognitif Universitas Pittsbugh. o Komponen pengajaran penting menurut pandangan behavioral adalah kebutuhan akan: Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behavioral Membagi “task” menjadi “subtasks” Menentukan hubungan dan aturan logis “subtasks” Menetapkan bahan dan prosedur mengajarkan tiap-tiap “subtasks” Memberi “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan terminal. o Pendekatan belajar berikut ini sebuah outline strategi belajar tuntas menurut Bloom (1971): 1. Pelajaran terbagi ats unit-unit kecil untuk satu atau dua minggu pelajaran 2. Bagi masing-masing unit, tujuan intruksional dirumuskan dengan jelas 3. Learning tasks dalam masing-msing unit diajarkan dengan pengajaran kelompok reguler o Modal belajar mengajar menunjukkan bahwa perbedaan individual akan mempengaruhi keputusan metodologi guru. Prinsip “operant condotioning” dan analisis tugas terlaksana dengan berhasil pada berbagai macam murid dari berbagai situasi belajar. Unutk mengadakan analisis tugas, guru harus mengetahui tujuan instruksional.

    Motivasi Belajar

    Pengertian Motivasi Belajar Huitt, W. (2001) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt, yaitu: 1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada perilaku seseorang; 2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang. Thursan Hakim (2000 : 26) mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut. Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004 : 2) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial, yakni : 1. faktor pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal, 2. tujuan yang ingin dicapai, 3. strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh factor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik sedangkan factor di luar diri disebut ekstrinsik. Faktor instrinsik berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedangkan factor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega atau faktor-faktor lain yang kompleks. Berkaitan dengan proses belajar siswa, motivasi belajar sangatlah diperlukan. Diyakini bahwa hasil belajar akan meningkat kalau siswa mempunyai motivasi belajar yang kuat. Motivasi belajar adalah keinginan siswa untuk mengambil bagian di dalam proses pembelajaran (Linda S. Lumsden: 1994). Siswa pada dasarnya termotivasi untuk melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran, atau merasa kebutuhannya terpenuh. Ada juga Siswa yang termotivasi melaksanakan belajar dalam rangka memperoleh penghargaan atau menghindari hukuman dari luar dirinya sendiri, seperti: nilai, tanda penghargaan, atau pujian guru (Marx Lepper: 1988). Menurut Hermine Marshall Istilah motivasi belajar mempunyai arti yang sedikit berbeda. Ia menggambarkan bahwa motivasi belajar adalah kebermaknaan, nilai, dan keuntungan-keuntungan kegiatan belajar belajar tersebut cukup menarik bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Pendapat lain motivasi belajar itu ditandai oleh jangka panjang, kualitas keterlibatan di dalam pelajaran dan kesanggupan untuk melakukan proses belajar ( Carole Ames: 1990). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam rangka mencapai tujuan. Struktur Pembelajaran dan Motivasi Belajar Keadaan motivasi belajar terkait erat dengan struktur pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Struktur pembelajaran yang dikenal adalah struktur kompetitif, struktur individual, dan struktur kooperatif (Ames, 1984). Garu harus dapat mengambil bagian-bagian yang baik dari setiap struktur pembelajaran guna meningkatkan motivasi belajar siswa. Ketiga struktur pembelajaran di atas secara singkat dijelaskan oleh Haris Mudjiman (2005: 70-72) sebagai berikut: 1. Struktur Kompetitif Struktur pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan formal-tradisional adalah struktur kompetitif. Sistem penilaian yang digunakan dalam struktur ini mendorong siswa untuk berkompetisi dengan kawan-kawannya. Kemampuan mereka diukur dengan nilai dan rank. Orientasi siswa adalah “menang atau kalah”. Belajar yang berhasil adalah kalau dapat mengalahkan kawannya sehingga terjadi persaingan dengan segala akibat baik dan buruknya. Dalam struktur pembelajaran kompetitif, motivasi belajar siswa bersifat egoistic, karena kompetisi dalam konteks system tradisional menumbuhkan sikap self defense. Namun demikian struktur pembelajaran kompetitif motivasi belajar juga bersifat social comparative. Tujuan belajar tidak semata-mata untuk menguasai sesuatu kompetensi melainkan untuk menunjukkan kepada siswa lain bahwa ia lebih baik. Ini merupakan salah satu ciri motivasi eakstrinsik. 2. Struktur Individual Pembelajaran dengan struktur individual banyak dijalankan dalam system pendidikan nonformal atau dalam pendidikan formal-tradisional tetapi ada penugasan-penugasan individual sesuai minat masing-masing. Dalam struktur pembelajaran individual , siswa berorientasi kepada pencapaian kompetisi. Bila masih terjadi kompetensi, yang terjadi adalah kompetisi dengan diri sendiri, bukan dengan kawan-kawannya. Suasana bebas dari rasa tertekan. Umumnya siswa percaya bahwa kerasnya usahalah yang menentukan keberhasilan belajar, bukan semata-mata kemampuan. Dalam struktur pembelajaran ini motivasi belajar siswa berorientasi ke penguasaan sesuatu kompetensi. Sifat motivasinya intrinsic. 3. Struktur Kooperatif Struktur Pembelajarn ini dapat dilaksanakan di kelas-kelas tradisional dalam bentuk kerja kelompok, atau di kelas-kelas pendidikan non-formal. Sikap kompetitif masih ada pada setiap kelompok, tetapi orientasi belajar utamanya adalah ke pencapaian suatu keompetensi atau pemecahan masalah.. PERAN GURU DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA Pembelajaran efektif, bukan membuat Anda pusing, akan tetapi bagaimana tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan mudah dan menyenangkan.(M. Sobry Sutikno) Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan. Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik. a. Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. b. Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut: 1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar. 2. Hadiah Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi. 3. Saingan/kompetisi Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya. 4. Pujian Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. 5. Hukuman Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. 6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik. 7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik 8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok 9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan 10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi sangat diperlukan. Motivasi bagi siswa dapat mengembangkan aktifitas dan inisiatif, dapat mengarahkan akan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam kaitannya dengan itu perlu diketahui ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar, yaitu: a. Kematangan b. Usaha yang bertujuan c. Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi d. Partisipasi e. Penghargaan dan hukuman30 Berikut ini uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar: a. Kematangan Dalam pemberian motivasi, faktor kematangan fisik, sosial dan psikis haruslah diperhatikan, karena hal itu dapat mempengaruhi motivasi. Seandainya dalam pemberian motivasi itu tidak memperhatikan kematangn, maka akan mengakibatkan frustasi dan mengakibatkan hasil belajar tidak optimal. b. Usaha yang bertujuan Setiap usaha yang dilakukan mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, akan semakin kuat dorongan untuk belajar. c. Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi Dengan mengetahui hasil belajar, siswa terdorong untuk lebih giat belajar. Apabila hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa akan berusaha untuk mempertahankan atau meningkat intensitas belajarnya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik di kemudian hari. Prestasi yang rendah menjadikan siswa giat belajar guna memperbaikinya. d. Partisipasi Dalam kegiatan mengajar perluh diberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam seluruh kegiatan belajar. Dengan demikian kebutuhan siswa akan kasih sayang dan kebersamaan dapat diketahui, karena siswa merasa dibutuhkan dalam kegiatan belajar itu. e. Penghargaan dengan hukuman Pemberian penghargaan itu dapat membangkitkan siswa untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu. Tujuan pemberian penghargaan berperan untuk membuat pendahuluan saja. Pengharagaan adalah alat, bukan tujuan. Hendaknya diperhatikan agar penghargaan ini menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan dalam belajar adalah bahwa setelah seseorang menerima pengharagaan karena telah melakukan kegiatan belajar yang baik, ia akan melanjutkan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas. Sedangkan hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Mengenai ganjaran ini juga dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 124 berikut ini : ومن يعمل من الصالحات من ذكر او انثى وهو مؤمن فأولئك يدخلون الجنة ولا يظلمون نقيرا Artinya: Barang siapa yang mengerjakan amal-amal soleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia seorang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walaupun sedikitpun. (QS. An-Nisa’ : 124)31 Indikator – indikator motivasi belajar siswa Motivasi yang bekerja dalam diri individu mempunyai kekuatan yang berbeda – beda. Ada motif yang begitu kuat sehingga menguasai motif –motif lainnya. Motif yang paling kuat adalah motif yang menjadi sebab utama tingah laku individu pada saat tertentu. Motif yang lemah hampir tidak mempunyai pengaruh pada tingkah laku individu. Motif yang kuat pada suatu saat akan menjadi sangat lemah karena ada motif lain yang lebih kuat pada saat itu. Menurut Martin Handoko (1992: 59), untuk mengetahui kekuatan motivasi belajar siswa, dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut : 1. Kuatnya kemauan untuk berbuat 2. Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar 3. Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain 4. Ketekunan dalam mengerjakan tugas. Sedangkan menurut Sardiman (2001: 81) indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut : 1. Tekun menghadapi tugas. 2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa) 3. Menunjukkan minat terhadap bermacam – macam masalah orang dewasa. 4. Lebih senang bekerja mandiri. 5. Cepat bosan pada tugas – tugas rutin 6. Dapat mempertahankan pendapatnya. Apabila seseorang memiliki ciri – ciri diatas berarti seseorang itu memiliki motivasi yang tinggi. Ciri – ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar akan berhasil baik kalau siswa tekun mngerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri, siswa yang belajar dengan baik tidak akan terjebak pada sesuatu yang rutinitas. Indikator – indikator perilaku motivasi belajar yang akan diungkap adalah : 1. Kuatnya kemauan untuk berbuat 2. Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar 3. Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain 4. Ketekunan dalam mengerjakan tugas 5. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa) 6. Menunjukkan minat terhadap bermacam – macam masalah orang dewasa. 7. Lebih senang bekerja mandiri 8. Dapat mempertahankan pendapatnya. Sumber : http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html http://sunartombs.wordpress.com/2008/09/23/motivasi-belajar/ http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108909-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-motivasi/ http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2114607-indikator-indikator-motivasi-belajar-siswa/

    Selasa, 24 April 2012

    Motivasi Belajar Siswa

    Motivasi Belajar - Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai “ daya penggerak yang telah menjadi aktif” (Sardiman,2001: 71). Pendapat lain juga mengatakan bahwa motivasi adalah “ keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan” (Soeharto dkk, 2003 : 110) Dalam buku psikologi pendidikan Drs. M. Dalyono memaparkan bahwa “motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar” (Dalyono, 2005: 55). Dalam bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61). Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara khusus. Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan sarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara oleh suatu hal (Nasution, dkk: 1992: 3). Belajar adalah suatu proses yamg ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana,2002 :280). Djamarah mengemukakan bahwa belajar adalah “suatu aktifitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari” (Djamarah,1991:19-21). Sedangkan menurut Slameto belajar adalah ”merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003 : 2). Belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mendapat dari bahan yang dipelajari dan adanya perubahan dalam diri seseorang baik itu pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah lakunya. Motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terdapat pada diri seseorang individu dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan. 2.. Jenis-jenis Motivasi Belajar Berbicara tentang jenis dan macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sardiman mengatakan bahwa motivasi itu sangat bervariasi yaitu: 1. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya Motif-motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir Motif-motif yang dipelajari artinya motif yang timbul karena dipelajari. 2. Motivasi menurut pembagiaan dari woodworth dan marquis dalam sardiman: Motif atau kebutuhan organismisalnya, kebutuhan minum, makan, bernafas, seksual, dan lain-lain. Motof-motif darurat misalnya, menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dan sebagainya. Motif-motif objektif 3. Motivasi jasmani dan rohani Motivasi jasmani, seperti, rileks, insting otomatis, napas dan sebagainya. Motivasi rohani, seperti kemauan atau minat. 4. Motivasi intrisik dan ekstrinsik Motivasi instrisik adalah motif-motif yang terjadi aktif atau berfungsi tidak perlu diransang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya peransang dari luar. (Sardiman, 1996: 90). Pendapat lain mengemukakan bahwa dua jenis motivasi yaitu sebagai berikut: “Motivasi primer, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88). Adanya berbagai jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran tentang motif-motif yang ada pada setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran bahasa arab adalah motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini membutuhkan ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media, baik media visual, audio, maupun audio visual serta buku-buku yang dapat menimbulkan dan memberikan inspirasi dan ransangan dalam belajar. Adapun bentuk motivasi yang sering dilakukan disekolah adalah memberi angka, hadiah, pujian, gerakan tubuh, memberi tugas, memberi ulangan, mengetahui hasil, dan hukuman. (Djmarah dan zain, 2002 : 168). Dari kutipan di atas, maka penulis dapat menjelaskan hal tersebut sebagai berikut: a) Memberi angka Memberikan angka (nilai) artinya adalah sebagai satu simbol dari hasil aktifitas anak didik. Dalam memberi angka (nilai) ini, semua anak didik mendapatkan hasil aktifitas yang bervariasi. Pemberian angka kepada anak didik diharapkan dapat memberikan dorongan atau motivasi agar hasilnya dapat lebih ditingkatkan lagi. b) Hadiah Maksudnya adalah suatu pemberian berupa kenang-kenangan kepada anak didik yang berprestasi. Hadiah ini akan dapat menambah atau meningkatkan semangat (motivasi) belajar siswa karena akan diangap sebagai suatu penghargaan yang sangat berharga bagi siswa. c) Pujian Memberikan pujian terhadap hasil kerja anak didik adalah sesuatu yang diharapkan oleh setiap individu. Adanya pujian berarti adanya suatu perhatian yang diberikan kepada siswa, sehingga semangat bersaing siswa untuk belajar akan tinggi. d) Gerakan tubuh Gerakan tubuh artinya mimik, parah, wajah, gerakan tangan, gerakan kepala, yang membuat suatu perhatian terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Gerakan tubuh saat memberikan suatu respon dari siswa artinya siswa didalam menyimak suatu materi pelajaran lebih mudah dan gampang. e) Memberi tugas Tugas merupakan suatu pekerjaan yang menuntut untuk segera diselesaikan. Pemberian tugas kepada siswa akan memberikan suatu dorongan dan motivasi kepada anak didik untuk memperhatikan segala isi pelajaran yang disampaikan. f) Memberikan ulangan Ulangan adalah strategi yang paling penting untuk menguji hasil pengajaran dan juga memberikan motivasi belajar kepada siswa untuk mengulangi pelajaran yang telah disampaikan dan diberikan oleh guru. g) Mengetahui hasil Rasa ingin tahu siswa kepada sesuatu yang belum diketahui adalah suatu sifat yang ada pada setiap manusia. Dalam hal ini siswa berhak mengetahui hasil pekerjaan yang dilakukannya. h) Hukuman Dalam proses belajar mengajar, memberikan sanksi kepada siswa yang melakukan kesalahan adalah hal yang harus dilakukan untuk menarik dan meningkatkan perhatian siswa. Misalnya memberikan pertanyaan kepada siswa yang bersangkutan. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Dalam aktifitas belajar, seorang individu membutuhkan suatu dorongan atau motivasi sehingga sesuatu yang diinginkan dapat tercapai, dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar antara lain: 1. Faktor individual Seperti; kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. 2. Faktor sosial Seperti; keluaga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat dalam belajar, dan motivasi sosial ( Purwanto, 2002 : 102) Dalam pendapat lain, faktor lain yang dapat mempengaruhi belajar yakni: a) Faktor-faktor intern 1. Faktor jasmaniah Faktor kesehatan Faktor cacat tubuh 2. Faktor fhsikologis Intelegensi Minat dan motivasi Perhatian dan bakat Kematangan dan kesiapan 3. Faktor kelelahan Kelelahan jasmani Kelelahan rohani b) Faktor ekstern 1. Faktor keluarga Cara orang tua mendidik Relasi antara anggota keluarga Suasana rumah Keadaan gedung dan metode belajar 2. Faktor sekolah Metode mengajar dan kurikulum Relasi guru dan siswa Disiplin sekolah Alat pengajaran dan waktu sekolah Keadaan gedung dan metode belajar Standar pelajaran di atas ukuran dan tugas rumah 3. Faktor masyaraka Kegiatan siswa dalam masyarakat Mass media dan teman bergaul Bentuk kehidupan masyarakat (Slameto, 1997 :71) Adanya berbagai faktor yang mempengaruhi belajar siswa di atas, peneliti dapat memahami bahwa adanya faktor tersebut dapat memberikan suatu kejelasan tentang proses belajar yang dipahami oleh siswa. Dengan demikian seorang guru harus benar-benar memahami dan memperhatikan adanya faktor tersebut pada siswa, sehingga didalam memberikan dan melaksanakan proses belajar mengajar harus memperhatikan faktor tersebut, baik dari psikologis, lingkungan dengan kata lain faktor intern dan ekstren. Terkait dengan hal yang tersebut di atas, maka Dimyanti dan Mudjiono mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain: 1. Cita-cita / aspirasi siswa 2. Kemampuan siswa 3. Kondisi siswa dan lingkungan 4. Unsur-unsur dinamis dalam belajar 5. Upaya guru dalam membelajarkan siswa. (Dimyati dan Mudjiono, 1999 : 100) Adapun penjelasan faktor tersebut adalah: 1. Cita-cita / aspirasi Cita-cita merupakan satu kata tertanam dalam jiwa seorang individu. Cita-cita merupakan angan-angan yang ada di imajinasi seorang individu, dimana cita-cita tersebut dapat dicapai akan memberikan suatu kemungkinan tersendiri pada individu tersebut. Adanya cita-cita juga diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan keperibadian individu yang akan menimbulkan motivasi yang besar untuk meraih cita-cita atau kegiatan yang diinginkan. 2. Kemampuan siswa Kemampuan dan kecakapan setiap individu akan memperkuat adanya motivasi. kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan membaca, memahami sehingga dorongan yang ada pada diri individu akan makin tinggi. 3. Kondisi siswa dan lingkungan Kondisis siwa adalah kondisi rohani dan jasmani. Apabila kondisi stabil dan sehat maka motivasi siswa akan bertambah dan prestasinya akan meningkat. Begitu juga dengan kondisi lingkungan siswa (keluarga dan masyarakat) mendukung, maka motivasi pasti ada dan tidak akan menghilang. 4. Unsur dinamis dan pengajaran Dinamis artinya seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, tempat dimana seorang individu akan memperoleh pengalaman. 5. Upaya guru dalam pengajaran siswa Guru adalah seorang sosok yang dikagumi dan insan yangt mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan. Seorang guru dituntut untuk profesional dan memiliki keterampilan. Dalam suatu kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan tidak terlepas adanya fungsi dan kegunaan. Motivasi dalam belajar yang merupakan suatu dorongan memiliki fungsi, yang dikemukakan oleh seorang ahli yaitu: Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak. Motif untuk berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor penggerak melepaskan energi. Menentukan arah perbuatan yaitu petunjuk suatu tujuan yang hendak dicapai Menyelesaikan perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang akan dikerjakan ynag serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. (Purwanto, 2002 : 70). Disamping itu ada juga fungsi lain dari motivasi yaitu “motivasi adalah sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi” (Sardiman, 2001 : 83). Jelaslah bahwa fungsi motivasi itu memberikan suatu nilai atau itensitas tersendiri dari seorang siswa dalam meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajarnya. Daftar Pustaka A.M. Sardiman, 2005, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Purwanto Ngalim, 2002, Administrasi Dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nasution S., 2004, Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.

    Jumat, 06 April 2012

    Kisah Nabi Zulkifli

    Kisah Nabi Zulkifli ‘alaihis salam; Nabi yang Tidak Terlena Kemewahan Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk menjadi nabi dan rasul adalah hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Tersebutlah nama Nabi Zulkifli ‘alaihis salam di antaranya. Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah. Dengan demikian, Nabi Zulkifli masih terhitung cucu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sebetulnya nama asli Nabi Zulkifli ialah Basyar. Namun karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji, maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup. Sejak kecil hingga dewasa, Nabi Zulkifli belum pernah berbohong kepada siapapun. Semua janji yang diucapkannya senantiasa ditepati, sehingga teman-teman dan orang-orang sangat senang kepadanya. Selain itu, ia cepat dikenal masyarakat lantaran semua tingkah lakunya mencerminkan kebaikan dan kebenaran. Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah. Emosinya benar-benar terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan mendapat masalah, ia pun menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh atau cerita ke orang lain. Ia lebih suka curhat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nabi Zulkifli dibesarkan di sebuah negara yang dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Raja tidak suka mementingkan dirinya. Semua pikiran, tenaga dan harta kekayaannya ditumpahkan demi wilayah dan bangsa yang dicintainya. Wajar bila seluruh rakyatnya hidup makmur dalam suasana kedamaian. Sayangnya raja itu sudah sangat tua dan tidak memiliki keturunan sama sekali. Sang raja sangat bingung dan gelisah mengenai penggantinya kelak, termasuk nasib negara dan warganya. Nabi Zulkifli Memenangkan Sayembara Berhari-hari sang raja memikirkan persoalan tersebut. Ia pun meminta pertimbangan dan berdiskusi dengan para penasehat istana. Akhirnya ditemukan jalan keluar terbaik, yakni mengadakan sayembara terbuka. Dalam tempo cepat pengumuman sayembara sudah tersebar ke seluruh daerah kekuasaannya. Di antara materi sayembara itu ialah untuk memberi kesempatan kepada seluruh rakyatnya agar bisa memimpin negaranya. Adapun caranya, rakyat diminta hadir di halaman istana yang luas pada hari dan waktu yang telah ditentukan. Saat yang ditunggu tiba. Sejak pagi hari rakyat berbondong-bondong datang memenuhi alun-alun istana untuk mengikuti sayembara. Nabi Zulkifli ada di antara kerumunan massa. Mereka harap-harap cemas menanti kemunculan raja di panggung utama. Beberapa dari mereka ada yang percaya diri dan yakin akan bisa duduk di atas singgasana menggantikan raja. Setelah para pengawal istana berusaha menenangkan rakyat, raja baru menampakkan diri dengan baju kebesarannya. Spontan terdengar gemuruh tepuk tangan menandai rasa hormat dan cintanya terhadap raja. Raja berdiri di mimbar. Ia memandangi lautan manusia yang telah menyemut dan menanti pernyataannya. Rakyat terdiam, suasana hening. “Wahai seluruh rakyat yang aku cintai, seperti diketahui, kini aku sudah lanjut usia. Aku pun tidak mempunyai keturunan yang bisa meneruskan kejayaan kerajaan ini. Sementara aku tidak akan lama lagi berada di antara kalian. Sebagaimana yang berlaku selama ini, titah raja selalu dituruti dan tingkah lakunya diikuti rakyatnya. Maka dari itu, aku akan mengambil salah satu dari kalian yang terbaik. Sebagai persyaratan utama, orang yang akan menempati posisiku adalah orang yang pada siang hari melakukan puasa dan malam hari mengerjakan ibadah.” Demikian isi pidato raja dengan nada bicara yang tegas dan berwibawa. Seusai memberikan penjelasan, raja mempersilakan rakyatnya yang merasa sanggup dengan persyaratannya agar mengangkat tangannya. Namun setelah ditunggu beberapa lama, tidak ada seorang pun yang berani mengacungkan jarinya. Bagi mereka, ketentuan itu jelas sangat berat. Tiba-tiba Nabi Zulkifli mengangkat tangan, melangkah ke hadapan raja, kemudian berkata dengan mantap tapi tetap rendah hati, “Maaf baginda, kiranya hamba sanggup menjalankan puasa pada siang hari dan mengerjakan ibadah pada malam hari.” Semua yang hadir terkejut, tak terkecuali raja. Raja tidak yakin kepadanya mengingat usia Nabi Zulkifli masih sangat muda. Raja mengamati Nabi Zulkifli secara detail dari ujung rambut hingga ujung kaki. Nabi Zulkifli kembali menegaskan, “Wahai paduka, hamba tidak main-main dengan ucapan hamba. Apa yang paduka minta akan hamba laksanakan.” Raja terdiam sejenak, lantas memutuskan untuk mengabulkan permohonan Nabi Zulkifli. Selang beberapa menit acara sayembara usai. Rakyat membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing. Nabi Zulkifli Tidak Terlena Kemewahan Malam harinya sang raja bisa tidur tenang. Ia senang sebab sudah menemukan putra mahkota. Sejak itu Nabi Zulkifli tinggal di dalam istana menemani kegiatan-kegiatan raja. Namun, kemewahan segala fasilitas istana, kilauan permata, hamparan permadani, dan empuknya ranjang tidur tidak membuat Nabi Zulkifli lupa daratan. Ia tetap menjadi diri sendiri, hidup sederhana seperti dulu. Menjelang detik-detik mangkat, raja berpesan kepada Nabi Zulkifli agar tetap menjalankan persyaratan sepeninggalnya. Nabi Zulkifli pun bersumpah akan menjaga amanat tersebut hingga akhir hayatnya. Kewafatan sang raja menimbulkan duka yang mendalam bagi rakyatnya, apalagi bagi Nabi Zulkifli. Mereka berduyun-duyun mengantarkan raja ke peristirahatan terakhirnya. Negeri itu dirundung masa berkabung beberapa hari. Sesuai kesepakatan, kekosongan kursi raja segera ditempati Nabi Zulkifli yang merangkap sebagai hakim. Rakyat sangat berharap pemimpin baru mereka lebih membawa kebaikan, kemakmuran dan kedamaian. Setelah menjadi raja, Nabi Zulkifli mulai mengatur jadwal berpuasa, beribadah serta melayani rakyatnya sepenuh jiwa dan raganya. Nabi Zulkifli bekerja hampir tidak mengenal waktu, pagi, siang maupun malam. Seluruh kebutuhan dasar rakyatnya dipenuhi. Urusan-urusan mereka diselesaikannya secara baik dan adil, tanpa menimbulkan gejolak atau memunculkan konflik baru. Ia tidak mau membeda-bedakan orang yang meminta uluran tangannya. Semua diperlakukan sama dan dihadapi dengan sabar. Hasilnya, di bawah kepemimpinannya, rakyat bisa hidup senang, tenteram dan bahagia. Selain itu yang paling penting, sejak menjadi raja, Nabi Zulkifli makin bertambah besar ketakwaannya kepada Allah SWT. Cobaan Bagi Nabi Zulkifli Satu malam menjelang Nabi Zulkifli beranjak ke tempat tidur, pintu kamarnya diketuk seorang pembantu istana. Menurut pembantunya, seorang warga datang untuk meminta bantuan Nabi Zulkifli. Nabi Zulkifli kemudian menemuinya dengan sikap ramah. Warga itu segera mengadukan persoalannya sembari menundukkan wajahnya. Ia mengaku baru dirampok di tengah perjalanan. Harta bendanya ludes dirampas orang lain. Nabi Zulkifli mendengarkan penuturannya dengan penuh kesabaran. Setelah menyimak apa yang disampaikan warga itu, Nabi Zulkifli merasa ada yang ganjil. Sebab, lokasi yang diduga tempat berlangsungnya peristiwa perampokan sesungguhnya kawasan yang aman. Apalagi, di wilayah negerinya selama ini tidak pernah ada tindak kejahatan. Nabi Zulkifli lantas bertanya siapa sebenarnya tamu ini. Warga yang mengaku telah dirampok itu membuka identitas diri bahwa sesungguhnya ia iblis yang menyerupai manusia. Tujuan kedatangannya hanya ingin menguji dan membuktikan kesabaran, kebaikan dan kesalehan Nabi Zulkifli. Tidak sampai lima menit, iblis itu pun cepat-cepat menghilang dari hadapan Nabi Zulkifli. Lain waktu Nabi Zulkifli mendapat cobaan. Sekelompok orang yang durhaka kepada Allah SWT membuat ulah di dalam negerinya. Nabi Zulkifli memerintahkan pasukan dan rakyatnya supaya memerangi mereka. Namun, mereka tidak mau mengikuti perintahnya. Alasannya, mereka takut mati akibat peperangan itu. Mereka malah meminta jaminan kepada Nabi Zulkifli agar tidak tewas meski ikut berperang. Nabi Zulkifli tidak marah melihat sikap mereka. Ia segera bermunajat kepada Allah SWT. Akhirnya, dalam peperangan itu mereka memperoleh kemenangan dan tidak satu pun dari mereka yang gugur.***

    Empirisme

    Empirisme Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu: 1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami. 2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio. 3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi. 4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika). 5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman. 6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Tokoh-Tokoh Empirisme Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume. a. John Locke (1632-1704) Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke : Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi. Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri). b. David Hume (1711-1776). David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751. Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan, rangkaian pemikiran tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut: Beberapa Jenis Empirisme 1. Empirio-kritisisme Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik. 2. Empirisme Logis Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut : a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman. b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna. 3. Empiris Radikal Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.