Metode Studi Islam
Pengantar Studi Islam
Pengertian Studi Islam
Study Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. dengan perkataan lain “ usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah, maupun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam. study keIslaman dikalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motifasinya dengan yang dikakukan oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam. dikalangan umat Islam, study keIslaman bertujuan untuk mendalami dan memahami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan diluar kalangan umat Islam, study keIslaman bertujuan untuk mempelajati seluk beluk agama dan praktek keagamaan yang berlaku dikalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan.
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pendekatan study keIslaman yang mendominasi kalangan ulama Islam lebih cenderung bersifat subjektif, dan doktrinet.
Studi islam secara etmologis merupakan terjemahan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah.
Studi islam secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keislaman makna ini angat umum karena segala sesuatu yang berkaitan dengan islam dikatakan studi islam.Oleh karena itu perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi islam dalam kajian ini yaitu kajian secara sistematis dan terpadu untuk mrngetahui memahami dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama islam baik yang menyangkut sumber-sumber ajaran islam ,pokok-pokok ajaran islam,sejarah islam, maupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan.
Secara teorits islam adalah agama yang ajaran-ajarannya di wahyukan Tuhan kepada manusia melalui Muhammad sebagai Rosul.Islam pada hakikatnya membawa ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi,tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia,Sumber-sumber ajaran islam yang merupakan bagian pilar penting kajian islam dan paradigma keislaman tidak keluar dari sumber asli,yaitu al-quran dan hadits,Dengan demikian,studi islam tidak hanya bermuara pada wacana pemikiran,tetapi juga praksis kehidupan yang berlandaskan pada perilaku baik dan benar dalam kehidupan.
Memahami dan mengkaji islam direfleksikan dalam konteks pemaknaan yang sebenarnya bahwa islam adalah agama yang mengarahkan pada pemeluknya sebagai hamba yang dimensi teologis,humanis,dan keselamatan di dunia dan di akhirat.Sementara antara agama dan ilmu pengetahuan masih dirasakan adanya hubungan yang belum serasi. Dalam bidang agama terapat sikap dogmatis,sedang dalam bidang ilmiah terdapat sikap sebaliknya,yakni sikap rasional dan terbuka.Dengan demikian,kajian islam yang bernuansa ilmiah meliputi aspek kepercayaan normative-dogmatik yan bersumber dari wahyu dan aspek perilaku manusia yang lahir dari dorongan kepercayaan.
Selain daripada itu sumber ajaran islam berfungsi pula sebagai dasar pokok ajaran islam.Islam itu diambil sebagai sumber mengindikasikan mak\na bahwa ajaran islam berasal dari sesuatu yang dapat digali dan di pergunakan unuk kepentingan operasionalisasi ajaran islam dan pengembangannya sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang di hadapi umat islam. Misalkan dalam firman Allah Q.S Al-An am 114:
“maka patutlah aku mencari hkim selain dari Allah,padahal dialah yang telah menurunkan kitab(Al Quran)kepadamu dengan terperinci”.
Dan di perjelas dengan hadist nabi:
“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang berkaitan tidak akan tersesat selamanya apabila berpegangan dengan kedua hal tersebut,yaitu al quran dan sunnahku”.
(HR.Malik)
Selain itu islam dilengkapi dengan sumber-sumber misalnya dari Al quran,As sunnah, Hadist,ijtihat,yang itupun mempunyai bagian-bagian tersendiri dalam islam.
Dilanjutkan dengan pengetian aqidah secara etimologi keyakinan atau keimanan.Iman pun demikian digolongkan misalnya iman kepada Allah,iman kepada rosul Allah,iman kepada malaikat,iman kepada kitab suci Al quran,iman kepada hari akhir,iman kepada qodo dan qodar.Iman
Akhlak secara etimologis perilaku atau jiwa,akhlak merupakan cerminan diri manusia.Beberapa madzab akhlak adalah adat istiadat,karena adat istiadat mempunyai pengaruh besar pada diri sendiri serta pada masyarakat lain sehingga manusia hidup perlu dengan masyarakat sosial lainnya denga demikia dapat mempengaruhi akhlak individu.disini Secara terminologis,ada beberapa definisi tentang akhlak,salah satunya adalah:
Menurut Al-Ghazali:
“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah,tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Sumber akhlak dimaksudkan yaitu yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela .Sebagaimana karakteristik keseluruhan ajaran islam,maka sumber akhlak adalah al quran dan sunnah,dan bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral.Sehingga konsep akhlak adalah segala sesuatu itu di nilai baik dan buruk atau terpuji dan tercela,semata-mata karena syara (al quran dan sunnah). Demikian pula halnya dengan akal pikiran,Ia hanyalah salah stu potensi yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan.Dan keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian di olah menurut kemampuan pengetahuan.Oleh karena itu keputusan yang di berikan akal hanya bersifat spekulatif dan subyektif.
Dan dalam pembahasan selanjutnya tentangmasa sebelum islam ,islam mempunyai masa dalam perjalanan perkembangan islam misalkan pada masa sebelum islam,khususnya di jazirah Arab disebut masa jahiliyah.Istilah jahiliyah dipakai untuk menandai masa sebelum nabi Muhammad SAW lahir.Jahiliyah adalah mas kebodohan dimana manusia tidak mengerti tentang agama sehingga datangnya utusan Allah yaitu nabi Muhammad SAW untuk membenarkan akhlak mereka(umat manusia)di duniaMasa klasik taitu masa di mana para khalifah hidup sampai pada para tabiin-tabiinm,Masa pertengahan periode ini ditandai dengan kemunduran total imperium di Baghdad,pemerintahan pusat di Baghdad tidak hanya mempertahankan wilayah kekuasaannya.Masa modern /periode modern di tandai degan penetrasi barat atas dunia islam.Di mesir ekspedisi Napoleon Bonaparte(w 1821M)membawa dampak positif bagi rakyat Mesir khususnya dan dunia pada umumnya akhirnya ekspedisi Napoleon Bonaparte ini dapat membuka mata dunia islam dan menyadarkan kekurngan dan kemunduran ,terutama Turki dan Mesir,para penguasa dan pemikir islam mulai berpikir untuk memgembalikan citra keunggulannya atas Barat. Kontak islam dengan barat kini berlainan dengan persentuhan islam dan barat pada periode klsik,maka kemudian lahirlah aliran modernisasi dalam islam,dengan para pemikirnya yang berusaha mengembalikan kejayaan islam pada masa klasik.
Islam sebagai sasaran studi social ini di maksudkan sebagai studi tentang islam sebagai gejal social,hal ini enyankut keadaan masyarakat penganut agam lengkap dengan struktur,lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.Islam pun sebagai sasaran budaya dapat dimaksudkan penyebaran agama islam dulu denga adanya budaya,Karena agama adalah pranata sosial sebagai control terhadap instruksi-instruksi yang ada.Dengan demikian islam tidak berpatokan pda klekhusyukan saja melainkan juga pada kebudayaan,pemerintahan ,ekonomi,pertahanan.
Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa hasil pemikira manusia yang berupa interpretasiterhadap teks suci itu di sebut kebudayaan,maka system pemerintahan islam,system perdagangan islam,system pemerintahan isla,system perdagangan islam,system pertahanan islam,system keuangan islam dan sebagainya yan timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula.Klaupun ada perbedaannya iu terletak pada keadaan institusi-insitusi kemasyarakatan dalam islam,yang di susun atas dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam al quran.
Serta penelitian agama dengan menggunakan pendekatan fiologio dapat dibagi dalam tiga pendekatan. Perlu di tekankan di sini bahwa ke tiga pendekatan di maksudkan tidak terpisah secara ekstrem,pendekatan-pendekatan bias over lapping,saling melengkapi atau bahkan dalam sudut pandang tertentu sama,ketiga pendekatan tersebut adalah metode tafsir,content analysis dan hermeneutika.Di tunjang dengan adanya ilmu kaalam yang mempunyai arti ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan(Allah)sifat-sifat Allah,membicarakan pula tentang Rasul Allah ,sifat-sifat Rasul.berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya.Serta tasawuf di mana ilmu ini memfokuskan perhatiannya pada pembersihan aspek rohani manusia sehingga dapat menimbulkan akhlak mulia.
Salah satu tiang yang sangat penting dalam kebudayaan islam adalh pendidikan.Karena melalui proses pendidikanlah seluruh nilai,norma-norma dan pengetahuan ditransformasikan atau ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya .Sebagaimana pengertian pendidikan pada umumnya yang merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan ,pengajarn,atau latihan bagi peranannya masa yang akan datang.Para ahli hukum islam mendefinisikan fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syara yang bersifat operasional (amaliyah) yang dihasilkan dari dalil-dalil yang terperinci.
Dewasa ini peradaban dunia secara keseluruhan berada dalam tatanan global yang secara mendasar di topang oleh perkembangan teknologi komunikasi.Kiprah islam di era globalisasi sangat diperlukan karena islamyang bersifat toleran terhadap manusia karena islam sangat fleksibel dalam menanggapi suatu zaman global,fundamentalisme adalah penegakan aktifitas agama tertentu yang mendefinisikan agama secara mutlak dan harfiyah.Islam tidak tinggal diam sehingga islam mempunyai kiprah tersendiri di era globalisasi dengan cara islam menampilkan sikap yang lebih ramah dan sejuk sehingga menjadi pelipur lara bagi kegerahan hidup manusia modern,islam yang toleran terhadap manusia secara keseluruhan agama yang dianut sehingga mendatangkan kebaikan dan kedamaian untuk semua,islam pun menampilkan visi yang dinamis,kreatif,dan inovatif.
Sehingga islam yang fleksibel seperti yang di terangkan di atas dapat membawa dampak yang baik di masyarakat dan penyebaran islam sendiri di khalayak ramai.Namun dengan adanya gerakan fundamentalisme yang mempunyai arti penegakan aktifitas agama tertentu yang mendefinisikan agama secara mutlak dan harfiyah.menimbulkan penekanan pokok pandangan supernatural yang menyebut tuhan memanifestasikan diri-Nya dalam alam dan sejarah melalui perbuatan-perrbuatan luar biasa yang melampaui hukum alam,kedua mereka bertekad menjadikan ajaran agama sebagai ukuran untuk membatasi kebebasan mengajar.
Dan salah satu dari modernisai islam ialah post modernisai/neo-modernisme islam. Neo-modernisme di sini menjelaskan satu aliran pemikiran baru yang berusaha menggabungkan dua factor penting :modernisme dan tradisionalisme.Modernisme islam cenderung menampilkan dirinya sebagai pemikiran yang tegar,bahkan kaku.Sementara di pihak lain tradisionalisme islam cukup kaya dengan berbagai pemikiran klasik islam,tetapi justru dengan kekayaan itu para pendukung pola pemikiran ini sangat berorientasi pada lampau dan sangat selektif menerima gagasan- gagasan modernisasi.
Islam tidak hanya menyebar di timur tengah saja tetepi juga islam menyebar keseluruh penjuru dunia terutama di Asia Tenggara,kerajaan islam pertama di Indonesia yakni di Sumatera adalah Samudera pasai yang melalui proses islamisasi dengan singgahnya pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7M,ke-8M dan seterusnya serta Aceh Darussalam dengan adanya puing-puing kerajaan Lamuri oleh Muzaffar Syah(1465-1497_atau abad ke-15M,dan dialah yang membangu kota Aceh Darussalam.
Kerajaan-kerajaan islam di Jawa antara lain: Demak berdiri bersmaan dengan melemahnya posisi raja Majapahit.Hal itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independent,di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta,Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan Demak,kerajan pertama di Jawa,dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. ,Kesultanan Pajang sebagai pelanjut yang dipandang sebagai pewaris kerajaan islam Demak namun berakhirnya kerajaan Pajang pada tahun 1618 yang di tandai dengan Pajang yang memberontak terhadap Mataram yang ketika itu di bawah Sultan Agung Pajang di hancurkan dan rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.
Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajan meminta bantuan kepada ,Ki Pemanahan yang berasal dari daerh pedalaman untuk menghadpi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang tersebut di atas. Tidak beda jauh dengan kerajaan Pajang kerajaan Matarampun runtuh disebabkan oleh pemberontakan para ulama dengan tokoh spiritual Raden Kajoran.
Dilanjutkan dengan kesultanan Cirebon yang kerajaan islam pertamanya di Jawa Barat,kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati.Di awal abad ke-16 Ci\rebon masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Paku Pajajaran.Dari sinilah Sunan Gunung Jati mengembangkan islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti di Majalengka,Kuningan,Kawali(Galuh,),Sunda Kelapa,danBanten..Pada waktu itu Banten masih beraa di bawah kekuasaan raja-raja Sunda (dari Pajajaran ,atau mungkin sebelumnya Banten sudah menjadi kota yang berarti.Untuk menyebarkan islam di Jawa Barat,
Kerajaan-kerajaan islam di Kalimantan antara lain kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang beragama Hindu.Peristiwanya di mulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana,antara Pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan Daha,dengan pamannya Pangeran Tumenggung namun setelah itu terjadi peperangan ,dalam peperangan itu Pangeran Samudera memperoleh kemenangan dan ssesuai dengan janjinya ia beserta kerabat keratin dan pemeluk Banjar menyatakan diri masuk islam .Pangeran Samudera sendiri setelah masuk islam di beri nama Sultan Suryanullah atau Suriansyah ,yang di nobatkan sebagai raja pertama dalam kerajaan islam Banjar.
Di lanjutkan dengan kerajaa,Kutai,proses islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya di perkirakan terjadi pada tahun 1575 .Penyebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman di lakukuan terutama pada waktu puteranya Aji di Langgar dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah Muara Kaman,,dan kerajaan islam di Maluku di bawah raja Ternate memeluk agama islam pada tahun 1460 dan nama raja itu adalah Vongi Tidore. serta di Sulawesi yang di tandai dengan kerajaan Gowa-Tallo kerajaan kembar yang saling berbatasan biasanya di sebut kerajaan Maksar.Kerajaan ini terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi yang merupakan daerah transito sangat strategis.Gowa-Tallo menerima islam dengan peperangan Raja Bone pertama yang masuk islam dikenal dengan gelar Sultan Adam.Namun meski sudah islam peperangan antara dua kerajaan yang bersaing itu pada masa selanjutnya masih sering terjadi dan bahkan melibatkan Belanda untuk mengambil keuntungan politik daripadanya.dan adanya perang melawan penjajahan Belanda antara lain :perang padri yang pada mulanya dilakukan melalui ceramah di surau dan mesjid namun dalam peperangan pertama dengan belanda banyak mendapat kesulitan dan menderita kekalahan sehingga mereka harus mendatangkan bantuan dari Batavia,karena terus mendapat kesulitan dan menderita kekalahan Belanda mencari jalan damai dengan kaum paderi.Namun mereka licik secara tiba-tiba menyerang benteng bonjol sehingga dalam penyerangan itu tuanku Imam Bonjol henghembuskan napas terakhirnya.Dan di teruskan dengan perang diponegoro sampai dengan era reformasi sekarang ini.
Tujuan Study Islam
1. Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa hakikat agama Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agam-agama lain
2. Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam, yang asli, dan bagaimana penjabaran dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islamnya
3. Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarahnya
4. Untuk memahami prinsi-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran Islam, dan bagaiman realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut diharapkan agar study Islam akan bermanfaat bagi peningkatan usaha pembaharuan dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam, Sehingga misi Islam dapat terwujud.
MEMAHAMI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Tiga Istilah Kunci
1. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama islam adalah subyek bidang studi yang dipelajari oleh pebelajar yang beraga islam dalam menyelesaikan program pendidikan tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan keberagaman mereka.
2. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk membentuk muslim yang ideal
Al – abrasyi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya ( akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan.
3. Pendidikan keislaman
Pendidikan keislaman satu jenis pendidikan keagamaan, yakni pendidikan yang secara khusus dimaksudkan untuk memberikan bekal professional dibidang keagamaan kepada pebelajar.
Hakikat Pendidikan Agama Islam
Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidiakn agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan para siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan /atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Karena itu, pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan mampu mewujudkan ukhuwah Islamiyah dalam arti yang luas tersebut. Sungguh pun masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi, dan budaya, tetapi bagaimana melalui keragaman ini dapat dibangun suatu tatanan hidup yang rukun, damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis dalam membangun bangsa Indonesia.
Pandangan semacam itu akan berimplikasi pada sikap dan perilaku seseorang muslim yang harus mau mendengarkan dan menghargai pendapat serta pendangan orang lain karena setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat dan pandangannya masing-masing, tidak berfaham kemutlakan (absolutisme), dalam arti dirinya atau kelompoknyalah yang paling benar, sementara yang lain dipandang serba salah, serta tidak mengembangkan sistem kultus individu, fanatisme buta terhadap kelompok karena kultus hanya diarahkan kepada Allah SWT, semata.
Dimensi-dimensi ajaran agama baik yang vertikal maupun yang horizontal, semuanya harus termuat dan tercakup dalam pengertian pendidikan agama, untuk tidak sekedar membentuk kualitas dan keshalehan individu semata, tetapi juga sekaligus kualitas dan keshalehan sosial, serta keshalehan terhadap alam semesta.
Tujuan pendidikan agama islam adalah untuk membentuk manusia muslim yang diidealkan (sosok muttaqin) yang terimplementasi pada maqashidu as-syari’ah yang meliputi:
Memelihara aspek-aspek yang vital (agama, jiwa, akal, keturunan dan harta).
Menyempurnakan seluruh kebutuhan hidup.
Memelihara keindahan dan ketertiban.
Materi PAI
1. Materi Dasar
Materi Dasar adalah materi yang penguasaannya menjadi kualifikasi lulusan dari pembelajaran yang bersangkutan. Materi jenis ini diharapkan dapat secara langsung membantu terwujudnya sosok individu yang ideal. Dalam pendidikan agama islam, materi tersebut diharapkan dapat mengantarkan pelajar untuk mengwujudkan dimensi keberagamaan (sosok sebagai seorang muslim. Materi tersebut meliputi: ilmu tauhid, (dimensi kepercayaan, ilmu fikih (dimensi perilaku ritual dan social), ilmu akhlak (dimensi komitmen).
2. Materi Sekuensial
Materi Sekuensial adalah materi yang dimaksudkan untuk dijadikan penopang dalam mengembangkan lebih lanjut materi_materi dasar. Materi ini tidak secara langsung dapat mengantarkan pelajar kepada peningkatan dimensi keberagamaan mereka, tetapi sebagai landasan yang akan mengokohkan materi dasar. Materi ini meliputi: (a) ilmu Al-Quran (ilmu Tafsir, ilmu qiroat), (b) ilmu Hadist, dan (c) ilmu Ushul Fiqhi.
3. Materi Instrumental
Materi Instrumental adalah materi yang dijadikan sebagai alat untuk menguasai materi sekuensial. Jadi, materi ini secara langsung tidak dapat meningkatkan keberagamaan pelajar. Akan tetapi, penguasaan materi ini dapat digunakan untuk mempermudah pemahaman materi-materi dasar dan sekuensial, seperti bahasa arab,. Penguasaan materi bahasa arab dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman materi dasar yang pada umumnya ditulis dalam bahasa arab, misalnya sumber utama ajaran islam, Al-Quran dan Hadist.
4. Materi Pengembangan Personal
Materi Pengembangan Personal adalah materi yang tidak secara langsung dapat meningkatkan keberagamaan, tetapi mampu membentuk keperibadian yang sangat diperlukan dalam kehidupan beragama, seperti ilmu tarikh/sejarah. Penguasaan ilmu sejarah ini diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai keperibadin yang dapat mendorong individu untuk mengetahui dan memahami sebab terjadinya corak kehidupan, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan umat manusia. Hal ini dapat membantu pelajar untuk menentukan coraaak kehidupaan yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan dating. Materi ini meliputi: (1) Ilmu sejarah islam dan (2) Ilmu kebudayaan islam.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan ialah suatu yang hendak dicapai dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Bila pendidikan itu berbentuk formal, tujuan pendidikan itu tergambar dalam suatu kurikulum. Pendikan formal ialah pendidikan yang sengaja diorganisasi dan direncanakan dalam bentuk kurikulum dengan mengacu pada teori tertentu serta dalam lokasi dan waktu yang tertentu pula.
Tujuan Pendidikan Agama Islam ialah pembentukan kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang berkepribadian muslim dalam Al-Qur’an disebut “Muttaqien”
Untuk mencapai tujuan pendidikan Agama Islam in, membutuhkan suatu program pembelajaran yang formal yang mempunyai tujuan yang jelas dan konkret. Pembelajaran formal adalah suatu pembelajaran yang diorganisasi segala variabel pembelajarannya; seperti tujuan, cara, alat, waktu, tempat, dan evaluasi untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam itu sulit terwujud kalau bukan dengan penbelajaran agama islam tidak akan ada artinya tanpa mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
Perumusan tujuan pembelajaran PAI harus sejalan prinsip-prinsip pokok-pokok ajaran Islam (maqashid as-syari’ah) yaitu Memelihara kebutuhan pokok hidup yang dharuri (vital); yaitu sesuatu yang mesti ada dalam kehidupan yang normal; dengan arti bahwa bila semua tau salah satunya saja tidak berjalan dengan normal, maka proseskehidupan pula pula akan normal. Sesuatu yang harus ada itu, dikenal dengan istilah “Qawaid al-khamsah” yaitu: 1) agama, 2) jiwa dan raga, 3) keturunan, 4) harta, dan (5) kehormatan. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut
1. Menyempurnakan dan melengkapi kebutuhan hidup, sehingga yang diperlukan mudah diperoleh, kesulitan dapat diatasi dan dihilangkan. Untuk hal in, digunakan istilah Al-Haj (kebutuhan). Untuk kelompok in dimasukkan segala sesuatu yang dapat mempermudah pemeliharaan yang dharuri (kebutuhan pokok), memperlancar usaha mendapatkannya, mengurangi kesulitan dan kesukaran yang ditimbulkannya, melonggarkan kesempitan dan kepicikan. Misalnya kesulitan karena berjalan jauh (musafir) ajaran Islam membolehkan meng-Qasar dan menjamak shalat fardhu; kelaparan yang mencekik membolehkan memakan makanan yang haram, jika hanya makanan itu yang ada.
2. Mewujudkan keindahan dan kesempurnaan dalam suatu kebutuhan yang dikenal dengan istilah “tahsini” (membuat sesuatu lebih indah dan baik). Yang terkandung dalam kelompok in termasuk sopan santun, tingkah laku yang menyenangkan, berpakaian dan berhias secara pantas yang dapat menambah intimnya suatu pergaulan. Meskipun tidak rusaknya suatu kehidupan dengan tidak adanya tahsini, hal in dibutuhkan dalam kehidupan yang baik.
Landasan Pendidikan Agama Islam
AL-Qur’an
Al-Quran diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa, aturan bagi kaum muslimin, obat hati bagi orang yang dikehendaki kesembuhannya oleh Allah, cahaya bagi orang yang diberi kesuksesan dan cahaya terang oleh Allah. Al-Quran merupakan dasar-dasar risalah para Rasul dan ia bukanlah pemharu kitab terdahulu sebagai Nabi Muhammad bukanlah pembaharu para Rasul terdahulu. Allah menurunkan lembaran atau suhuf kepada Nabi Ibrahim, Kitab Taurat kepada Nabi Musa, Kitab Zabur kepada Nabi Daud dan Injil kepada Nabi Isa. Semua itu adalah wahyu dari Allah yang diwahyukan kepada para nabi-Nya. Semua kitab terdahulu selain al-Quran telah banyak yang hilang, dan telah mengalami penyimpangan dan penggantian.
Al-Quran merupakan ayat yang tetap lestari bagi Nabi Muhammad sampai hari kiamat. Ayat-ayat para nabi terdahulu dan kemukjijatannya akan berakhir seiring berakhirnya kehidupan para nabinya. Sedangkan al-Quran Allah jadikan sebgai argumentasi abadi dan ayat yang menantang. Allah mengundang manusia untuk membuat semisal al-Quran, sepuluh surat atau satu surat
Al-Quran adalah wahyu yang memuat berita-berita tentang umat-umat terdahulu , menyajikan informasi tentang peristiwa mendatang yang akan terjadi, menyajikan bukti-bukti ilmiah yang tidak akan habis-habisnya dikaji oleh para ulama sampai masa sekarang ini.
Salah satu bukti bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah bahwa nabi yang diturunkan al-Quran kepadanya tidak pernah dijanjikan dan tidak pernah disampaikan sebelum turunnya al-Quran, bahkan ia seorang nabi yang tidak pandai membaca dan menulis. Tidak berguru, dan pergi ke majlis ilmu untuk belajar. Beliau nabi yang buta huruf yang telah dipaparkan di dalam Taurat dan Injil bahwa ia seorang nabi yang tidak pandai membaca dan menulis sebagaimana disampaikan oleh para pendeta Yahudi dan Nasrani yang masih menyimpan sisa-sisa kitab Taurat dan Injil.
Hal tersebut disebutkan oleh Allah dalam al-Quran pada surat Yunus ayat 16 sebagai berikut :
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
Al-Quran yang mulia mencakup selutuh yang diperlukan oleh manusa yaitu meluputi Kaidah-kaidah, dasar-dasar aqidah, hokum, muamalat, dan etika, Di dalamnya terdapat ajakan mengesakan Allah, mengenal nama-nama dan sifat-sifat dan perbuatan-Nya. Mengajak untuk membuktikan apa yang telah disampkan oleh para Nabi dan Rasul-Nya, menetapkan tempat kembali. Balasan dan perhitugan amal, menceritakan berita-berita umat terdahulu.
As-sunah
Secara etimologis hadits bisa berarti :Baru, seperti kalimat : “ Allah Qadim mustahil Hadits “. Dekat, seperti : ” Haditsul ” ahli bil Islam “. Khabar, seperti : “Falya’tu bi haditsin mitslihi “.
Dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti : Segala Perbuatan, Perkataan, dan Keizinan Nabi Muhammad saw. ( Af ‘al, Aqwal dan Taqrir ). Pengertian hadits sebagaimana tersebut diatas adalah identik dengan Sunnah, yang secara etimologis berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam Al-Qur’an : ” Sunnata man qad arsalna ” ( al-Isra :77 ). Juga dapat berarti : Undang-undang atau peraturan yang tetap berlaku; Cara yang diadakan; Jalan yang telah dijalani;.
Yang dimaksud As-Sunnah di sini adalah Sunnah Nabi, yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang ditujukan sebagai syari’at bagi umat ini. Termasuk didalamnya apa saja yang hukumnya wajib dan sunnah sebagaimana yang menjadi pengertian umum menurut ahli hadits. Juga ‘segala apa yang dianjurkan yang tidak sampai pada derajat wajib’ yang menjadi istilah ahli fikih (Lihat Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fil Aqaid wa al Ahkam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal. 11).
As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa dengannya.” -yakni As-Sunnah-, (H.R. Abu Dawud no.4604 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad IV/130)
Para ulama juga menafsirkan firman Allah :
Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Al-Hikmah dalam ayat tersebut adalah As-Sunnah seperti diterangkan oleh Imam As-Syafi`i, “Setiap kata al-hikmah dalam Al-Qur`an yang dimaksud adalah As-Sunnah.” Demikian pula yang ditafsirkan oleh para ulama yang lain. ( Al-Madkhal Li Dirasah Al Aqidah Al-Islamiyah hal. 24)
As-Sunnah Sebagai Sumber Nilai.
Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum Muslimin ) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-Qur’an sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah sebagai sumber Islam juga.
Ayat-ayat Al-Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini, seperti : Setiap mu’min harus taat kepada Allah dan Rasul-nya (al-Anfal :20
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)”.
Sesungguhnya orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah serta memusuhi Rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka. ](Q,S. Muhammad :33,)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. an-Nisa :59)
Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. ( an-Nisa’:65 ).
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal : cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasullullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, muhtamal dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Hubungan As-Sunnah dan Al-Qur’an.
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :
a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : ” Shallu kama ro-aitumuni ushalli “. ( Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat ) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : ” Aqimush- shalah “, ( Kerjakan shalat ). Demikian pula hadits: ” Khudzu ‘anni manasikakum ” ( Ambillah dariku perbuatan hajiku ) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an ” Waatimmulhajja ” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi : ” Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi ” ( Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya ) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : ” Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati “, adalah taudhih ( penjelasan ) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah : 34 yang berbunyi sebagai berikut : ” Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih “. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai Sumber Hukum
a. Al-Qur’an nilai kebenarannya adalah qath’I ( absolut ), sedangkan al-Hadits adalah zhanni ( kecuali hadits mutawatir ).
b. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi tidak semua hadits mesti kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab disamping ada sunnah yang tasyri’ ada juga sunnah yang ghairu tasyri ‘. Disamping ada hadits yang shahih adapula hadits yang dha,if dan seterusnya.
c. Al-Qur’an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits
Seleksi Hadits
Dengan menggunakan berbagai macam ilmu hadits itu, maka timbullah berbagai macam nama hadits, yang disepakati oleh para ulama, yang sekaligus dapat menunjukkan jenis, sifat, bentuk, dan kualitas dari suatu hadits. Yang paling penting untuk diketahui adalah pembagian hadits itu atas dasar kualitasnya yaitu :
a.Maqbul (dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits shahih dan hadits hasan.
b.Mardud ( tidak dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits dha’if / lemah dan hadits maudhu’ / palsu.
Usaha seleksi itu diarahkan kepada tiga unsur hadits, yaitu :
a. Matan ( materi hadits ).
Suatu materi hadits dapat dinilai baik apabila materi hadits itu tidak bertentangan dengan al-Qur’an atau hadits lain yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan realita, tidak bertentangan dengan fakta sejarah, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Untuk sekedar contoh dapat kita perhatikan hadits-hadits yang dinilai baik,tapi bertentangan isi materinya dengan al-Qur’an :
1. Hadits yang mengatakan bahwa ” Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan karena ratapan ahli warisnya “, adalah bertentangan dengan firman Allah : ” Wala taziru waziratun wizra ukhra ” yang artinya ” Dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain ” ( al-An’an : 164 ).
2. Hadits yang mengatakan : ” Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan punya hutang puasa, maka hendaklah dipuasakan oleh walinya “, adalah bertentangan dengan firman Allah : ” Wa allaisa lil insani illa ma-sa’a “, yang artinya : ” Dan seseorang tidak akan mendapatkan pahala apa-apa kecuali dari apa yang dia kerjakan sendiri “. ( an-Najm : 39 ).
Ada satu norma yang disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu : ” Apabila Qur’an dan hadits bertentangan, maka ambillah Qur’an “.
b. Sanad ( persambungan antara pembawa dan penerima hadits ).
Suatu persambungan hadits dapat dinilai segala baik, apabila antara pembawa dan penerima hadits benar-benar bertemu bahkan dalam batas-batas tertentu berguru. Tidak boleh ada orang lain yang berperanan dalam membawakan hadits tapi tidak nampak dalam susunan pembawa hadits itu.
Apabila ada satu kaitan yang diragukan antara pembawa dan penerima hadits, maka hadits itu tidak dapat dimasukkan dalam kriteria hadits yang maqbul.
c. Rawi ( orang-orang yang membawakan hadits ) :
Seseorang yang dapat diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat :
1. ‘Adil, yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan dosa.
2. Hafizh, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan kriteria-kriteria seleksi tersebut, maka jumhur ( mayoritas ) ulama berpendirian bahwa kitab ash-Shahih Bukhari dan kitab ash-Shahih Imam Muslim dapat dijamin keshahihannya ditinjau dari segi sanad dan rawi. Sedang dari segi matan kita dapat memberikan seleksinya dengan pedoman-pedoman diatas. Beberapa langkah praktis dalam usaha seleksi hadits, apakah sesuatu hadits itu maqbul atau tidak adalah :
1. Perhatikan materinya sesuai dengan norma diatas.
2. Perhatikan kitab pengambilannya ( rowahu = diriwayatkan atau ahrajahu = dikeluarkan ). Apabila matannya baik diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, maka dapat dinilai hadits itu shahih atau paling rendah hasan.
Dengan demikian dapat dikatakan shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama diberi kata-kata :
a. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh jama’ah.
b. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 7.
c. Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 6.
d. Diriwayatkan/dikeluarkan oleh dua syaikh( Bukhari dan Muslim ).
e. Disepakati oleh Bukhari dan Muslim ( Muttafaqun ‘ alaihi ).
f. Diriwayatkan oleh Bukhari saja atau oleh Muslim saja.
g. Diriwayatkan oleh .dan disyahkan oleh Bukhari atau Muslim.
h. Diriwayatkan oleh .dengan syarat Bukhari atau Muslim.
3. Apabila sesuatu hadits sudah baik materinya tetapi tidak termasuk dalam persyaratan pun 2 diatas maka hendaknya diperhatikan komentar-komentar ulama terhadap hadits itu seperti :
Komentar baik : Hadits quwat, hadits shahih,hadits jayyid, hadits baik, hadits pilihan dan sebagainya.
Komentar jelek : Hadits putus, hadits lemah, hadits ada illatnya, mauquf, maqthu, mudallas, munkar, munqathi, muallak, dan lain sebagainya.
Kemudian yang kedua yang dibuat oleh ummat Islam sendiri yang maksudnya baik seperti untuk mendorong orang Islam beribadah lebih rajin dan lain sebagainya, tetapi lupa akan dasar yang lebih pokok dan lebih prinsipil dalam agama. Dengan demikian motif-motif pembuatan hadits palsu itu dapat kita simpulkan antara lain sebagai berikut :
a. Karena politik dan kepemimpinan;
b. Karena fanatisme golongan dan bahasa;
c. Karena kejahatan untuk sengaja mengotori ajaran Islam;
d. Karena dorongan untuk berbuat baik tetapi bodoh tentang agama;
e. Karena keanehan-keanehan sejarah dan lain-lain;
f. Karena soal-soal fiqh dan pendapat dalam bidang ilmu kalam;
g. Dan lain-lain.
Keadaan demikian telah mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan berusaha mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun norma-norma dalam memilih hadits-hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits-hadits yang palsu. Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama-nama orang yang baik dan sejumlah nama-nama orang yang biasa membuat hadits palsu. Mereka menyusun kitab-kitab khusus yang membahas hadits-hadits yang baik. Untuk mengetahui bahwa sesuatu hadits itu adalah hadits palsu, kita dapat mengenal beberapa ciri-cirinya antara lain :
a. Pengakuan pembuatnya.
Di dalam catatan sejarah sering terjadi para pembuat hadits palsu berterus terang atas perbuatan jahatnya. Baik karena terpaksa maupun karena sadar dan taubat. Abu Ismah Nuh bin Maryam ( bergelar Nuh al-Jami ) telah berterus terang mengakui perbuatannya dalam membuat hadits-hadits palsu yang berhubungan dengan keutamaan-keutamaan surat al-Qur’an. Ia sandarkan hadits-haditsnya itu kepada Ibnu Abbas. Maisarah bin ‘ Abdi Rabbih al-Farisi, juga telah berterus-terang mengakui perbuatannya membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan al-Qur’an dan keutamaan ‘ Ali bin Abi Thalib. Dalam hal ini memang perlu kita catat bahwa tidak semua pengakuan itu lantas harus secara otomatis kita percayai. Sebab mungkin saja pengakuannya itu justru adalah dusta dan palsu.
b. Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadits-hadits maudhu’, dan hadits atau keterangan lain yang baik / tidak ada sama sekali ( dalam soal yang sama ).
c. Isi atau materinya bertentangan dengan akal pikiran yang sehat. Sebagai contoh hadits-hadits sebagai berikut : “ Sesungguhnya perahu Nuh bertawaf tujuh kali mengelilingi Ka’bah dan shalat di makam Ibrahim dua raka’at “. ” Sesungguhnya Allah tatkala menciptakan huruf, maka bersujudlah ba dan tegaklah alif “
d. Isinya bertentangan dengan ketentuan agama, ‘ aqidah Islam. ” Aku adalah penghabisan Nabi-nabi. Tidak ada Nabi sesudahku kecuali dikehendaki Allah “. ” Alllah menciptakan malaikat dari rambut tangan dan dada “.
e. Isinya bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i seperti hadits-hadits : ” Anak zina tidak masuk sorga hingga tujuh turunan “. ” Barangsiapa yang memperoleh anak , dan kemudian diberi nama Muhammad, maka dia dan anaknya akan masuk sorga “.
f. Isinya mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sederhana. Seperti hadits-hadits : ” Barangsiapa membaca La ilaha illallah maka Allah akan menjadikan baginya seekor burung yang mempunyai tujuh puluh lidah. Pada tiap-tiap lidah tujuh puluh ribu bahasa yang memohon ampun kepada Allah untuk orang tersebut “. ” Barangsiapa menafakahkan satu tali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil qiyamah “.
g. Isinya mengandung kultus-kultus individu. Seperti hadits-hadits : ” Di tengah ummatku kelak akan ada orang yang diberi nama Abu Hanifah an-Nu’man, ia adalah pelita ummatku “. ” Abbas itu adalah wasiatku dan ahli warisku “.
h. Isinya bertentangan dengan fakta sejarah. Seperti hadits-hadits yang menerangkan bahwa nabi pernah diberi semacam buah dari sorga pada sa’at mi’raj. Setelah kembali dari mi’raj kemudian bergaul dengan Khadijah dan lahirlah Fathimah dan seterusnya. Hadits ini bertentangan dengan fakta sejarah sebab mi’raj itu terjadi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Fathimah lahir.
Contoh-contoh Hadits-hadits Palsu ( Maudhu’ ) berdasarkan Motifnya.
a. Motif Politik dan Kepemimpinan.
” Apabila kamu melihat Mu’awiyah diatas mimbarku, maka bunuhlah “. ” Orang yang berkepercayaan hanyalah tiga. Aku, Jibril dan Mu’awwiyah “.
b. Motif Zindik ( untuk mengotorkan agama Islam ).
” Melihat muka yang cantik adalah ‘ ibadah “. ” Rasulullah ditanya : Dari apakah Tuhan kita itu ? Jawabnya : Tuhan itu dari air yang mengalir, bukan dari tanah dan bukan dari langit. Tuhan menciptakan kuda kemudian dijalankannya sampai berkeringat. Maka Allah menciptakan dirinya dari keringat tersebut “.
c. Motif ta’assub dan fanatisme.
” Sesungguhnya Allah apabila marah , maka menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila tidak marah menurunkannya dalam bahasa Parsi “. Dikalangan ummatku akan ada seorang yang bernama Abu Hanifah an-Nu’man. Ia adalah pelita ummatku “. ” Di kalangan ummatku akan ada seorang yang diberi nama Muhammad bin Idris. Ia adalah yang menyesatkan ummatku lebih daripada iblis “.
d. Motif faham-faham fiqh.
” Barangsiapa mengangkat dua tangannya di dalam shalat maka tidak sah shalatnya “. ” Berkumur dan mengisap air bagi junub tiga kali tiga kali adalah wajib “. ” Jibril mengimamiku di depan Ka’bah dan mengeraskan bacaan bismillah “.
e. Motif senang kepada kebaikan tapi bodoh tentang agama.
” Barangsiapa menafahkan setali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil akhir “. Seperti hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat Qur’an, obral pahala dan sebagainya.
Ijtihad
Secara bahasa ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud sebagai berikut : ” Berhukumlah engkau dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, apabila sesuatu persoalan itu engkau temukan pada dua sumber tersebut. Tapi apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber itu, maka ijtihadlah “. Kepada ‘Ali bin Abi Thalib beliau pernah menyatakan : ” Apabila engkau berijtihad dan ijtihadmu betul, maka engkau mendapatkan dua pahala. Tetapi apabila ijtihadmu salah, maka engkau hanya mendapatkan satu pahala “. Muhammad Iqbal menamakan ijtihad itu sebagai the principle of movement. Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang biasa disebut arro’yu mencakup dua pengertian :
a. Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
b. Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits.
Adapun dasar dari keharusan berijtihad ialah antara lain terdapat pada al-Qur’an surat an-Nisa ayat 59.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ‘ ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.
Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Tujuan ijtihad
untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Cara ber-Ijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat methode-methode antara lain sebagai berikut :
a. Qiyas = reasoning by analogy. Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum diterangkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh al-Qur’an / as-Sunnah, karena ada sebab yang sama. Contoh : Menurut al-Qur’an surat al-Jum’ah 9; seseorang dilarang jual beli pada saat mendengar adzan Jum’at. Bagaimana hukumnya perbuatan-perbuatan lain ( selain jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum’at ? Dalam al-Qur’an maupun al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum’at dilarang, maka demikian pula halnya perbuatan-perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum’at, juga dilarang. Contoh lain : Menurut surat al-Isra’ 23; seseorang tidak boleh berkata uf ( cis ) kepada orang tua. Maka hukum memukul, menyakiti dan lain-lain terhadap orang tua juga dilarang, atas dasar analogi terhadap hukum cis tadi. Karena sama-sama menyakiti orang tua. Pada zaman Rasulullah saw pernah diberikan contoh dalam menentukan hukum dengan dasar Qiyas tersebut. Yaitu ketika ‘ Umar bin Khathabb berkata kepada Rasulullah saw : Hari ini saya telah melakukan suatu pelanggaran, saya telah mencium istri, padahal saya sedang dalam keadaan berpuasa. Tanya Rasul : Bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa ? Jawab ‘Umar : tidak apa-apa. Sabda Rasul : Kalau begitu teruskanlah puasamu.
b. Ijma’ = konsensus = ijtihad kolektif. Yaitu persepakatan ulama-ulama Islam dalam menentukan sesuatu masalah ijtihadiyah. Ketika ‘Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu masalah yang tidak dibicarakan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan : ” Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah “. Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena ummat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.
c. Istihsan = preference. Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan, kasih sayang dan lain-lain. Oleh para ulama istihsan disebut sebagai Qiyas Khofi ( analogi samar-samar ) atau disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas kepada hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum. Apabila kita dihadapkan dengan keharusan memilih salah satu diantara dua persoalan yang sama-sama jelek maka kita harus mengambil yang lebih ringan kejelekannya. .
d. Mashalihul Mursalah = utility, yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at. Perbedaan antara istihsan dan mashalihul mursalah ialah : istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahan ( kebaikan ) itu dengan disertai dalil al-Qur’an / al-Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam al-Qur’an / al-Hadits.
Tantangan pendidikan agama Islam di sekoah
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada awal perkembangan sains modern (sekitr abad 16/17 M). pernah terjadi perpecahan antara kaum agamawan dan ilmuwan, yang ditandai dengan sikap keras kaum agamawan Eropa (penganut geosentris) kepada penganut heliosentris, seperti Copernicus, Bruno, Kepler, Galileo, dan lain-lainnya.
Metodologi yang telah dikembangkan oleh kebanyakan mereka mengandalkan kemampuan inderawi (empiris) sehingga kajian-kajian keagamaan yang bersifat noninderawi dianggap tidak ilmiah. Namun demikian, kalua kita mengamati fenomena yang terjadi pada akhir abad 20 ini (dimana kemajuan iptek sudah begitu sophisticated) ternyata terjadi justru sebaliknya.
Dalam arti, terjadi hubungan yang harmonis antara ilmuan dan agamawan. Temuan-temuan dalam bidang iptek yang kasat mata membuat para ilmuan percaya pada banyak hal yang tidak terjangkau oleh indera. Hal ini muncul terutama ketika disadari bahwa isi alam semesta ini terdiri atas atom-atom yang dapat diteliti lagi menjadi sub-sub atom.
Karena itu, para ilmuwan terperangah bahwa banyak hal yang harus dipercaya “ada”nya tanpa harus ditangkap oleh indera, termasuk electron, cahaya, gelombang radio, dan sebagainya.
Temuan iptek telah menyebarkan hasil yang membawa kemajuan, dan tampaknya terasa bkehidupan seluruh umat manusia. Semua hasil temuan iptek di satu sisi harus diakui telah secara mempengaruhi bahkan memperbaiki taraf dan mutu hidup manusia. Di sisi lain, produk temuan dan kemajuan iptek itu telah mempengaruhi bangunan kebudayaan dan gaya hidup manusia.
Pada era kemajuan iptek ini, perubahan global semakin cepat terjadi dengan adanya kemajuan-kemajuan dari negara maju di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Kemajuan iptek ini mendorong semakin lajunya proses globalisasi.
Teknologi komputer misalnya, membanjiri setiap bangsa, negara, dan budaya tanpa mengenal batas bangsa, negara, dan budaya. Faksimili adalah teknologi cetak jarak jauh yang dapat mengirimkan pesan untuk siapa pun, di man pun, negara man pun, dan bangsa apa pun serta bisnis institusi apa pun.
Fleksimili adalah teknologi global yang telah membantu untuk terciptanya globalisasi dalam pengiriman pesan dalam waktu yang cepat dan akurat. Televisi dengan antena parabola merupakan media global yang mendorong terciptanya globalisasi penyiaran berita, budaya dan sebagainya secara internasional yang tidak mengenal batas ruang dan waktu.
Karena itu, masalah yang perlu segera mendapatkan jawaban, terutama dari para Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) adalah “mampukan kegiatan pendidikan agama Islam itu berdialog dan berinteraksi dengan perkembangan zaman modern tyang telah ditandai dengan kemajuan iptek dan informasi, dan mampukah mengatasi dampak negatif dari kemajuan tersebut
Di sisi yang lain, bangsa Indonesia juga mengalami krisis nasional, baik dibidang ekonomi, politik, hukum, ataupun yang lainnya. Krisis ini ternyat sangat mengkhawatirkan sekali bagi semua pihak dan lapisan masyarakat. Meledaknya jumlah pengangguran sebagai akibat dari Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) dan terbatasnya lapangan kerja, demikian pula membengkaknya jumlah kaum miskin, merupakan persoalan yang sangat krusial sekali yang perlu untuk segera ditangani secara serius.
Penanganan yang serba lamban terhadap persoalan-persoalan tersebut ternyata dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan sosial. Timbulnya kerusuhan sosial, semakin menjamurnya tindakan kriminal dimana-mana, unjuk rasa yang dibarengi dengan tindakan brutalisme dan sebagainya, adalah akibat di antara dari kelambanan dalam mengantisipasi berbagai krisis tersebut sehingga sebagian masyarakat yang merasa tidak bersalah dan berdosa juga terkena dampaknya. [h. 86].
Dengan demikian, ada dua persoalan pokok yang dihadapi oleh umat beragama pada umumnya. Di satu sisi, kita dihadapkan pada persoalan ekonomi, politik, hukum sebagai dampak dari krisis nasional dibidang tersebut.
Di sisi yang lain, kita juga dihadapkan pada persoalan-persoalan antarkomunitas agama dan bahkan antarintern pemeluk agama itu sendiri yang belum menunjukkan hubngan yang akrab, kompak, dan harmonis. Jika kedu persoalan ini tidak dapat segera untuk dipecahkan, agaknya krisii nasional atau semakin bertambah parah dan merambah ke berbagai sektor kehidupan.
Dalam rangka mengantisipasi berbagai persoalan itulah, maka pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah harus menunjukkan kontribusinya. Hanya saja perlu disadari bahwa selama ini terdapat berbagai kritik terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah.
Muchtar Buchari (1992) misalnya menilai kegagalan pendidikan agama disebabkan karena praktik pendidikanya hanya memperhatikan aspek praktik kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama, dan mengabaikan pembinann aspek afektif dan konatif-volutif, yakni kemauan dan tekad untuk mengmalkan nilai-nilai ajaran agama.
Selain itu pula Muchtar buchari (1992), menyatakan bahwa kegiatan pendidikan agama yang berlangsung selama ini lebih banyak bersikap menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan yang lainnya.
Pernyataan yang senada juga telah dinyatakan oleh Soejatmoko (1976) bahwa pendidikan agama harus berusaha berinteraksi dan bersinkronisasi dengan pendidiakn non agama. Pendidikan agama tidak boleh dan tidak dapat berjalan sendiri, tetapi harus berjalan bersama dan bekerjasama dengan program-program pendidikan non agama kalau ia ingin mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Di samping itu pula, Rasdianah mengemukakan beberapa kelemahan lainnya dari pendidiakn agama Islam di sekolah, baik dalam pemahaman materi pendidiakn agama Islam maupun dalam pelaksanaannya, yaitu:
a). Dalam bidang teologi, ada kecenderungan mengarah pada paham fatalistik.
b). Dalam bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun dan belum dipahami sebagai keseluruhan pribadimanusia yang beragama.
c). Dalam bidang ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan kepribadian.
d). Dalam bidang hukum (fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami dinamika dan jiwa hukum Islam.
e). Dalam bidang agama Islam cenderung diajarkan sebagai dogma dan kurang mengembangkan rasionalitas serta kecintaan kepada kemajuan ilmu pengetahuan.
f). Dalam bidang orientasi mempelajari tentang Al-Qur’an masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna.
Orientasi semacam itu, kata Komarudin Hidayat (1999), menyebabkan terjadinya keterpisahan dan kesenjangan antara ajaran agama dan realitas perilaku pemeluknya. Karena itu, beliau memberikan solusi perlunya menonjolkan dua pendekatan sekaligus dalam mempelajari Islam, yaitu:
1). Mempelajari ajaran agama Islam untuk kepentingan dalam mengetahui bagaiman cara beragama yang benar.
2). Mempelajari ajaran agama Islam sebagai sebuah pengetahuan.
Dengan kata lain, belajar agama adalah untuk membentuk perilaku (actor) beragama yang memiliki komitmen,loyal dan penuh dedikasi, dan sekaligus mmapu memposisikan diri sebagai pembelajar, peneliti, dan pengamat yang kritis untuk peningkatan dan pengembangan keilmuan Islam.
Tantangan pendidikan agama Islam juga terkait dengan tantangan dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya, terutama dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia seutuhnya, yaitu:
1). Era kompetitif yang disebabkan oleh meningkatnya standar dunia kerja.
2).ika kualitas pendidikan yang ada itu menurun, maka kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia menurun dan lemah pula dalam hal keimana dan ketaqwaan serta penguasaan iptek.
3). Kemajuan teknologi inforamasi, menyebabkan banjirnya informasi yang tidak dapat terakses dengna baik oleh para pendidiak dan pada gilirannya berpengaruh pada hasil pendidikan.
4). Dunia pendidikan yang tertinggi dalam hal metodologi.
5). Kesenjangan anatara kualitas dunia pendidikan dengan kenyataan empiris perkembangan di masyarakat.
Tantangan dalam dunia pendidikan pada umumnya bukanlah suatu permasalahan yang dapat berdiri sendiri, malainkan terkait secara langsung, dengan perkembangan iptek dan aspek kehidupan yang lain, baik itu ekonomi, politik, maupun sosial budaya.
Berbagai tantangan yang harus dihadapai didalam dunia pendidikan pada umumnya, juga harus dihadapi oleh para pendidik agama pada umumnya sebagai bagian dari proses pendidikan bangsa. Kalau dunia pendidikan di Indonesia memrlukan berbagai inovasiagar tetap berfungsi optimal ditengah arus perubahan, maka pendidikan agama, juga memerlukan berbagai upaya inovasi agar eksistensinya tetap bermakna bagi kehidupan bangsa dan bernegara.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa tantangan pendidikan agama Islam yang begitu kompleks pada dasarnya dapat di kelompokkan ke dalam dua macam, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal dari Pendidikan Agama Islam (PAI).
Tantangan internal menyangkut sisi pendidikan agama sebagai program pendidikan, baik dari segi orientasi pendidikan agama Islam yang kurang tepat, sempitnya terhadapa pemahaman esensi ajaran agama Islam, perancangan dan penyusunan materi yang kurang tepat,maupun metodologi dan evaluasinya, serta pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan agama Islam itu sendiri yang sebagiannya masih bersikap eksklusif dan belum mampu berinteraksi dan bersinkronisasi dengan yang lainnya.
Sedangkan tantangan eksternal berupa berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada munculnya scientific citizism terhadap penjelassn ajaran agama yang bersifat konservatif, tradisional, tekstual, dan skriptualistik; era globalisasi dibidang informasi serta perubahan sosial ekonomi dan budaya dengan segala dampaknya; dan kemajemukan masyarakat beragama yang masih belum siap untuk berbeda paham dan justru cenderung bersiakp apologis, fanatik, obsolutis, serta truth claim yang telah dibungkus rapih dalam simpul-simpul interest, baik interes pribadi maupun yang bersifat politis ataupun sosiologis.
Berbagai macam tantangan pendidikan ajaran agama Islam tersebut sebenarnya telah dihadapi oleh semua pihak,baik keluarga pemerintah, maupun masyarakat, baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kegitan pendidikan ajaran agama Islam.
AGAMA DAN MANUSIA
Hakikat Manusia
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna dan melengkapinya dengan sifat yang unggul. Keunggulannya dibandingkan seluruh makhluk sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan intelektualnya yang khas dalam berpikir dan memahami, dan kesiapannya untuk belajar dan mengembangkan budaya tidak perlu dipertanyakan lagi. Manusia menganggap semua kebutuhan ini adalah fenomena alami. Namun, sebagai manusia, keperluan perawatan tersebut memiliki tujuan tersendiri. Setiap detail kebutuhan manusia diciptakan secara khusus. Ayat “manusia diciptakan dalam keadaan lemah” (QS. An-Nisaa’, 4: 28) adalah pernyataan yang jelas dari fakta ini.
Kebutuhan manusia yang tanpa batas diciptakan dengan sengaja: agar ia mengerti bahwa dirinya adalah hamba Allah dan bahwa dunia ini adalah tempat tinggalnya yang sementara.
Manusia tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap tanggal dan tempat kelahirannya. Sebagaimana halnya, ia tidak pernah mengetahui di mana atau bagaimana ia akan meninggal. Lebih lanjut lagi, seluruh usahanya untuk membatasi faktor-faktor yang berpengaruh negatif bagi hidupnya adalah sia-sia dan tanpa harapan.
Manusia memang memiliki sifat rentan yang membutuhkan banyak perawatan untuk tetap bertahan. Ia pada hakikatnya tidak terlindungi dan lemah terhadap kecelakaan tiba-tiba dan tak terduga yang terjadi di dunia. Sama halnya, ia tidak terlindungi dari risiko kesehatan yang tidak dapat diperkirakan, tak peduli apakah ia penghuni peradaban yang tinggi atau pedesaan di gunung yang terpencil dan belum maju. Sepertinya setiap saat manusia dapat mengalami penyakit yang tak tersembuhkan atau mematikan. Kapan pun, dapat terjadi suatu kecelakaan yang menyebabkan kerusakan tak tersembuhkan pada kekuatan fisik atau daya tarik seseorang yang tadinya membuat cemburu. Lebih jauh, hal ini terjadi pada seluruh manusia: apa pun status, kedudukan, ras, dan sebagainya, tidak ada pengecualian terhadap akhir tersebut. Baik kehidupan seorang pesohor dengan jutaan penggemar dan seorang penggembala biasa dapat berubah secara drastis pada suatu saat karena kecelakaan yang tidak terduga.
Tubuh manusia adalah organisme lemah yang terdiri dari tulang dan daging dengan berat rata-rata 70-80 kg. Hanya kulit yang lemah melindunginya. Tidak diragukan, kulit yang sensitif ini dapat dengan mudah terluka dan memar. Ia menjadi pecah-pecah dan kering ketika terlalu lama terkena sinar matahari atau angin. Untuk bertahan terhadap berbagai gejala alam, manusia harus berjaga-jaga terhadap dampak lingkungan.
Meskipun manusia dilengkapi dengan sistem tubuh yang luar biasa, “bahan-bahan”nya — daging, otot, tulang, jaringan saraf, sistem kardiovaskuler dan lemak — cenderung meluruh. Bila manusia terdiri dari bahan lain, bukan daging dan lemak, bahan yang tidak memberi jalan bagi penyusup dari luar seperti mikroba dan bakteri, tidak akan ada kesempatan untuk menjadi sakit. Bagaimanapun, daging adalah zat yang paling lemah: ia menjadi busuk bahkan berulat bila dibiarkan pada suhu ruang untuk beberapa waktu.
Beberapa Kebutuhan Manusia
Kebutuhan Jasadi
Manusia dihadapkan pada banyak risiko fisik. Menjaga tubuh dan lingkungan tetap bersih dan melakukan perawatan yang saksama adalah beban seumur hidup bagi manusia untuk meminimalkan risiko kesehatan. Lebih mengejutkan, jumlah waktu yang dihabiskan untuk tugas tersebut ternyata cukup banyak. Kita sering menemukan penelitian untuk mengetahui berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bercukur, mandi, merawat rambut, merawat kulit, kuku, dan sebagainya. Hasil berbagai penelitian demikian sangat mengherankan, dan mengungkap betapa banyak waktu berharga yang dihabiskan tugas-tugas harian tersebut.
Dalam kehidupan, kita menghadapi banyak manusia. Di rumah, di kantor, di jalan-jalan atau di mal perbelanjaan, kita melihat banyak manusia yang berpakaian rapi dengan penampilan terbaik mereka. Mereka adalah orang-orang yang wajahnya dicukur, rambut dan tubuh yang bersih, pakaian yang diseterika, sepatu yang sudah disemir. Bagaimanapun, pengurusan seperti itu membutuhkan waktu dan usaha.
Sejak bangun di pagi hari hingga pergi tidur, seseorang harus melibatkan diri dalam rutinitas tanpa akhir agar tetap bersih dan segar. Saat kita bangun, tempat pertama yang kita tuju adalah kamar mandi; sepanjang malam, perkembangbiakan bakteri menyebabkan rasa tidak enak dan hawa yang tidak menyenangkan dalam mulut, yang memaksa kita segera menyikat gigi. Bagaimanapun, agar siap untuk hari yang baru, hal penting dilakukan tidak sebatas menggosok gigi. Seseorang butuh membasuh wajah atau tangannya. Sepanjang hari, rambut menjadi berminyak dan tubuh menjadi kotor. Pada malam hari, di tengah-tengah mimpi, tubuh boleh jadi tidak dapat berhenti berkeringat. Sebagai satu-satunya cara untuk membersihkan bau tubuh yang tidak menyenangkan dan keringat, seseorang merasakan pentingnya mandi. Jika tidak, dia akan pergi bekerja dengan rambut berminyak dan tubuh berbau, suatu hal yang tidak menyenangkan.
Variasi bahan yang digunakan untuk membuat tubuh seseorang cukup bersih untuk bertemu dengan orang lain ternyata sangat banyak. Hal ini cukup membuktikan kebutuhan tubuh itu tidak terbatas. Di samping air dan sabun, kita membutuhkan banyak bahan lain untuk membersihkan tubuh: sampo, conditioner, pasta gigi, pemoles gigi, korek kuping, bedak tubuh, krim wajah, lotion; daftarnya akan bertambah. Di samping bahan-bahan ini, terdapat ratusan produk lain yang dikembangkan di laboratorium untuk meningkatkan perawatan tubuh.
Sebagaimana halnya perawatan tubuh, setiap orang juga harus menghabiskan sejumlah waktu untuk membersihkan pakaian, rumah, dan lingkungannya. Tidak diragukan, seseorang tidak dapat menjaga kebersihan diri kecuali dengan berada di sebuah lingkungan yang bersih.
Singkatnya, ada bagian tertentu dari hidup yang dihabiskan hanya untuk menyediakan kebutuhan tubuh. Lebih lanjut, kita membutuhkan banyak bahan kimia untuk tujuan ini. Allah menciptakan manusia dengan banyak kelemahan, namun juga menyediakan metode untuk menyembunyikan kelemahan ini untuk sementara sehingga tetap berada dalam kondisi yang baik tanpa membuat orang lain menyadari hal tersebut, Di samping itu, manusia diberkahi cukup kecerdasan untuk mencari jalan terbaik untuk menutupi “kelemahan”nya. Bila kita tidak menerapkan metode ini untuk menjaga tubuh tetap bersih dan segar, sebentar saja kita mungkin mulai tampak menjijikkan.
Lebih jauh, seseorang tidak dapat tetap bersih untuk waktu yang lama. Setelah beberapa jam, tidak satu pun yang tersisa dari kesegaran yang diberikan oleh mandi: kita hanya dapat menjaga tetap bersih untuk waktu yang relatif singkat. Kita butuh mandi setidaknya sekali sehari. Sebagaimana halnya, kita butuh menggosok gigi kita secara teratur: bakteri dengan cepat mengubah mulut menjadi keadaan yang sebelumnya. Seorang wanita yang menghabiskan berjam-jam di depan kaca memakai riasan, bangun di pagi hari berikutnya tanpa jejak riasan yang cantik tersebut di wajahnya. Lagi pula, bila ia tidak menghapusnya dengan benar, wajahnya akan tampak lebih mengerikan oleh sisa-sisa kosmetik. Seorang laki-laki yang dicukur bersih membutuhkan cukuran lainnya pagi berikutnya.
Di samping seluruh kebutuhan tubuh mengenai kebersihan, nutrisi juga penting bagi kesehatan. Terdapat kesetimbangan yang cermat dari protein, karbohidrat, gula, vitamin, dan mineral lainnya yang penting bagi tubuh. Sekali kesetimbangan ini terganggu, kerusakan serius dapat timbul dalam berfungsinya sistem-sistem tubuh: sistem kekebalan kehilangan kemampuan perlindungannya, membuat tubuh lemah dan rentan terhadap penyakit. Karenanya, perhatian yang sama yang ditunjukkan untuk perawatan tubuh seharusnya juga diberikan untuk nutrisi.
Pemahaman tentang tabiat proses pendidikan tidak akan sempurna tanpa pemahaman yang benar tentang tabiat manusia.Sebab, setiap konsep dan perbuatan pendidiakn dilatarbelakangi oleh konsep tertentu tentang tabiat manusia. Ketika berinteraksi dengan suatu alat, umpamanya, seseorang membutuhkan pemahaman tentang alat itu, sepertitentang tabiat, konstruksi, dan cara kerjanya.
Konsep-konsep masa lalu tentang tabiat manusia telah muncul dalam bentuk dualisme yang memainkan peranan yang sangat penting dalam bidang studi kependidikan dan praktik-praktiknya. Di antara dualisme itu, ialah:
a). Dualisme akal dan tubuh;
b). Dualisme baik dan buruk; serta
c). Dualisme lingkungan dan warisan.
Masih banyaklagi tentang penafsiran-penafsiran tabiat yang dimilii oleh setiap manusia yang muncul dalam bentuk teori-teori, seperti teori insting dan utilitarianisme.
a) Dualisme akal dan tubuh
Sebagai seorang filosofis dan pemikir berpendapat bahwa tabiat manusia itu terdiri dari dua unsur terpisah yang berbeda sampai kepada taraf kontradiktif, yaitu akal dan tubuh. Pada pendapat para pendukung konsep ini, manusia adalah akal yang dibawa oleh tubuh. Tubuh mempunyai batasan-batas ruang-material, sementara akal tidak memiliki batasan-batasan tesebut, tetapi lebih dekat kepada ruh ketimbang kepada yang lainnya.
Tubuh berubah, sedangkan akal tetap. Tubuh berasal dari fisik, sedangkan akal berasal dari metafisika. Walau bagaimanapun, akal adalah
unsur yang paling tinggi didalam manusia. Akal adalah kekuatan unik yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk yang diciptakan.
b) Dualisme lingkungan dan warisan
Konsep yang menempatkan manusia di antara warisan dan lingkunganini menyempurnakan konsep sebelumnya dengan jalan melihat manusia dari segi asal, komposisi, dan perkembangannya. Pandangan ketiga menyatakan bahwa manusia adalah produk bersama factor warisan dan lingkungan. Namun, pandangan ini membuat garis pemisah yang tegas antara warisan dan lingkungan tanpa ada hubungan diantara keduanya.
Hal ini tampak jelas ketika pribadi dilihat dari sisi pembentukan sosial-insaninya, bukan sekedar dari sisi biologisnya saja. Pandangan tersebut tidak bermaksud menyatakan bahwa manusia tunduk kepada lingkungan yang membentuknya semaunya.
Yang dimaksud ialah bahwa sejak awal individu berinteraksi dengan lingkungannya, terpengaruh dengannya, dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhinya. Kesimpulan pedagogis yang dapat ditarik dari pandangan tersebut ialah bahwa manusia berkuasa atas lingkungannya dan dapat mengarahkannya yang sesuai dengan kecenderungan dan cita-citanya serta tujuan-tujuan yang terlihat dalam masyarakat.
c) Dualisme baik dan buruk
Konsep ketiga tentang tabiat mausia yang diwarisi generasi ini dari masa lampau muncul akibat perdebatan tradisional sekitar apakah manusia menurut tabiatnya itu baik ataukah buruk. Sikap yang dapat diambil dari perdebatan tersebut jelasa sangat berpengaruh terhadap studi dan praktik kependidikan. Berbagai agama dan filsafat serta pemikir di masa dahulu mengaku baik dan buruk sebagai perkala azali.
Sebenarnya, manusia tidak diciptakan dalam keadaan yang buruk ataupun baik, sebab hal itu merupakan masalah relatif secara terkait dengan sikap dn tingkah laku. Manusia berakhl;ak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakatnya dan menguatkan sikapnya terhadap kehidupan melalui respons yang diberikan terhadapnya.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tabiat manusia bersifat fleksibel. Kemungkinan dan dimensi perkembangannya tidak terbatas.
2. Manusia merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan; tidak mungkin dibagi menjadi tubuh dan akal, atau aspek warisan dan aspek lingkungan, atau aspek baik dan aspek buruk.
Pandangan modern terhadap tabiat manusia
Konsep pendidikan modern tentang tabiat manusia berbeda dari konsep-konsep masa yang lampau. Hal ini karena ilmu dan orientasi modern telah berhasil memberikan jawaban yang tegas terhadap berbagai pertanyaan klasik, di samping itu pula karena ilmu hayat, psikologi, dan sosiologi telah mengalami kemajuan. Telah terbukti dengan kuat bahwa dimana ada kehidupan, di sana ada tingkah laku dan aktivitas.
Agar kehidupan dapat berlanjut, aktivitas harus tetap ada dan berkesinambungan serta beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi antar makhluk hidup tidakbersifat statis, tetapi melebar kepada lengkungan interaksinya. Setiap kali makhluk hidup mengalami perkembangan, maka proses pembaharuan faktor yang ia berinteraksi dengannya secara efektif pun akan bertambah.
Ini berarti konsep modern memandang tabiat manusia sebagai tabiat yang berubah, bukan tabiat fitriah yang statis. Dalam konsep ini, tabiat manusia memiliki potensi untuk berubah serta berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik yang bersama-sama dengannya membangun berbagai hubungan.
Dengan demikian, pandangan tentang tabiat manusia telah mencapai prinsip kemungkinan mengadakan perubahan dan perbaikan pada pribadi manusia dan kemampuannya untuk berbuat banyak bagi kepentingan diri dan masyarakatnya.
Dalam pandangan modern tentang tabiat manusia, anak bukan makhluk yang telah dibekali potensi-potensi fitrah yang pada gilirannya akan mengekspresikan dirinya sendiri, bukan alat mekanis yang merespons berbagai stimulus ekstrinsik, bukan ruh yang menguasai berbagai aspek tubuh, bukan pula materi yang merupakan landasan untuk menafsirkan berbagai proses pendidikan, melainkan totalitas integrative yang berinteraksi dan saling mempengaruhi dengan lingkungan sekitarnya.
Interaksi tersebut merupakan dasar pembentukan modal watak manusia yang hendak di capai oleh pendidikan. Interaksi tersebut antara tabiat manusia yang selalu berubah dan lingkungan yang selalu berubah dan berkembang pula. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan merupakan proses yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat.
Pandangan Islam
Uraian mengenai tabiat manusia dalam pandangan Islam, dalam bab ini akan dipusatkan pada tiga hal pokok, yaitu asal-usul hidup, tugashidup, dan tujuan hidup manusia, serta implikasinya pada proses pendidikan.
Asal kejadian manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, bukan tercipta atau ada dengan sendirinya. Inilah hakikat pertama tentang manusia. Ini msalah keyakinan, dan al-qur’an beru;lang-ulang kali meyakinkannya kepada manusia sampai kepada tingkat menantangnya agar mencari bukti-bukti, baik padaalam raya maupun pada dirinya sendiri. Salah satu ayat al-qur’an yang menyatakan hakikat ini adalah sebagai berikut:
Artinya: “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberikanmu rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah diantara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu ? Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan”. (Q. S. al-Rum, 30: 40).
Tugas hidup manusia
Alam semesta diciptakan oleh Allah SWT, bukan dengan main-main, bukan tanpa dengan tujuan (al-Anbiyah, 21 : 16 dan al-Dukhan, 44 : 38). Manusia yang merupakan bagian dari alam itu pun diciptakan untuk suatu tujuan. Allah menegaskan tujuan penciptaan manusia dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (Q. S. al-Dzariyah, 51 : 55).
Tujuan hidup manusia
Lalu apa tujuan manusia menjalankan segala tugas itu di dunia? Jawaban terhadap pertanyaan inilah yang disebut tujuan hidup manusia. Yang diciptakan adalah milik yang menciptakan. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Maka manusia adalah milik Allah. Sebagai yang dimiliki manusia pada hakikatnya tidak memiliki kehendak sedikitpun selain mengikuti kehendak yang memilikinya, yaitu kehendak Allah SWT.
Memang Allah telah menciptakan pada diri manusia suatu kebebasan dasar, yaitu kebebasan memilih; suatu kebebasan yang didasarkan atas sifat asasi manusia. Kebebasan inilah yang akan membuatnya memilih apakah akan mengikuti kehendak Allah Swt ataukah akan mendurhakainya.
Manusia yang diridhai oleh Allah SWT inilah yang disebut dengan al-Nafs al-Muthma’innah (jiwa yang tenang), yaitu manusia yang telah mencapai kesempurnaannya dengan cahaya hati, manusia yang masuk dalam kelompok hamba-hamba Allah dan memperoleh kesenangan abadi berupa surga, manusia yang menghadap Allah dengan hati yang bersih; manusia yang digambarkan Allah dalam firman-Nya, berikut:
Artinya: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”. (Q. S. al-Fajr, 26 : 89).
Implikasi pedagogis
Manusia tidak mungkin dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya tanpa memilki cukup pengetahuan yang berkaitan dengan tugas-tugas itu serta kemampuan dan kemauan untuk menjalankannya. Oleh sebab ittu, manusia sangat dianjurkan sekali untuk dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada di dalam dirinya, dan untuk itu ia perlu mengetahui asal kejadiannya serta unsur-unsur jasmani dan rohani yang ada di dalamnya.
Dengan menyeimbang pendidikan jasmani dan rohani, pendidikan Islam sesungguhnya menganutprinsip pa yang sekarang disebut dengan “pendidikan manusia seutuhnya”. Dalam hubungan ini Muhammad Quthb mengemukakkan bahwa Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat di dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah Swt, kepadanya.
Tidak ada sedikit pun di antara fitrah itu yang diabaikannya; tidak pula memaksakan apa pun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya. Ia menganalisis fitrah manusia secara cermat, lalu menggesek seluruh senar sehingga melahirkan nada yang selaras. Ia tidak menggeser senar itu satu persatu sehingga menimbulkan suara yang sumbang dan oirama yang tidak hrmonis, yang tidak diekspresikan gubahanyang paling mengesankan.
Hakikat Agama
Arti Agama
Perkataan ”agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindi dan Budha. Salah satu akar kata agama adalah game yang mendapat awalan dan akhiran ”a” menjadi a-gam-a , terkadang mendapat awalan ”i” menjadi i-gam-a, terkadang mendapat awalan ”u” menjadi u-gam-a a : ”tidak dan gam : pergi tetapi ketika mendapat awalan dan akhiran menjadi jalan (Daud Ali, 1997 :35)
Dari arti di atas dapat diartikan agama adalah aturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja. Sedangkan iagama adalah peraturan, tata cara dalam hubungannya dengan dewa, sedangkan, ugama adalah peraturan, tata cara hubungan antar manusia.
Agama Hindu dan Budha menyebarkan kata agama di Nusantara diambil alih oleh bahasa Melayu dan dilanjutkan oleh bahasa Indonesia. Selain itu agama juga mengandung arti unsur tradisi.
Tradisi atau kebiasaan ada;ah tradisi ataunkebiasaan agama Hindu dan Budha. Kemudian dilanjutkan oleh Islam di Nusantara sehingga ajaran Islam tidak dapat dilepaskan oleh tradisi agama Hindu dan Budha yang telah berkembang terlebih dahulu.
Di dalam tradisi Islam tidak dikenal istilah agama tetapi din yang berasal dari bahasa Arab yang lengkap dinamakan ”Din al-Islam” . Setelah masuknya Agama Kristen maka muncul istilah baru yaitu religion yang berasal dari bahasa latin dari kata religere yang berarti berpegang kepada norma-norma. Istilah religi dipakai oleh para kaum intelktual dan agama Nasrani yang erat hubungannya dengan sistem dan ruang lingkup agama Nasrani yang hanya menunjukkan hubungan antara manusia dan Tuhan saja. (Daud Ali, 1997 :37)
Sedangkan, din yang ternantum dalam (Surat al-maidah ( 5): Al-Quran 3) mengandung pengertian pengaturan hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat, termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya (horizontal)
Agama-agama yang pernah dikenal di muka bumi ini dinamakan atau dinisbahkan kepada nama pendirinya. Terkadang ia dihubungkan dengan seorang laki-laki, atau umat tertentu, Agama Nasrani diambil dari kata ”nashara”, Budha dinamakan atas nama pendirinya ”Budha”, agama Zoroaster berasal dari nama pendirinya ”Dzar dasytiah”. Begitu pula agama Yahudi diambil dari nama pendirinya bernama ”Yahudza” dan begitu seterusnya. Sedangkan Islam tidak dikaitkan kepada seorang laki-laki tertentu, juga tidak pada umat tertentu, tetapi ia dinmakan hanyalah menunjukkan kandungan makna Islam (Muhammad Sholeh ibnu Abdillah al-Sahim, 1421 : 145)
Pada perkembangan selanjutnya agama diartikan sebagai ”the Ultimate concern” masalah yang mengenai kepentingan mutlak setiap orang. Maka oleh karena itu, menurut Paul Illich bahwa setiap orang yang beragama berada dalam keadaan involved terlibat dengan agama yang dianutnya.
Dari uraian di atas maka dapat disumpulkan bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan, yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan dan permohonan dan membentuk sikap hidup manusia atau berdasarkan ajaran agama tersebut.
Hubungan Manusia dengan Agama
Dalam masyarakat sederhana banyak peristiwa yang terjadi dan berlangsung di sekitar manusia dan dalam diri manusia terutama berhubungan dengan yang ”gaib” atau misteri. Menghadapi perstiwa gaib ini manusia merasa lemah tidak berdaya. Untuk menguatkan diri mereka mencair perlindungan pada kekuatan yang menurut anggapan mereka menguasai alam gaib yaitu dewa atau tuhan. Hubungan antara manusia dan dewa diwujudkan di dalam berbagai aspek kehidupan baik aspek sosial, ekonomi, kesenian, dan lainnya yang pada akhirnya hubungan tersebut menjadi agama.
Di dalam masyarakat modern yaitu masyarakat yang telah maju, masyarakat yang telah memahami peristiwa-peristiwa alam dan dirinya melaui ilmu pengatahuan, kekuatan kepada kekuatan yang dianggap gaib menjadi berkurang.
PENDEKATAN DAN METODE DALAM STUDI ISLAM
Secara umum studi Islam bertujuan untuk menggali kembali dasar-dasar dan pokok-pokok ajaran Islam sebagaimana yang ada dalam sumber dasarnya yang bersifat hakiki, universal dan dinamis serta abadi (eternal). Untuk dihadapkan atau dipertemukan dengan budaya atau dunia modern. Agar mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Dengan tujuan tersebut maka studi Islam akan menggunakan cara pendekatan yang sekiranya relevan yaitu pendekatan kesejarahan, kefilsafatan dan pendekatan ilmiah. Namun demikian sebagaimana telah dikemukakan bahwa sifat studi Islam ini adalah memadukan antara studi Islam yang bersifat konvensional dengan studi Islam yang bersifat ilmiah, sehingga pendekatan doktriner tidaklah dapat diabaikan uraian dari pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
Pendekatan Historis
Yang dimaksud dengan pendekatan historis adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis sejarah. Sejarah atau histori adalah studi yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lalu yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya. Sejarah memang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa masa lalu, namun peristiwa masa lalu tersebut hanya berarti dapat dipahami dari sudut tinjau masa kini dan ahli sejarah dapat benar-benar memahami peristiwa atau kejadian masa kini hanya dengan petunjuk-petunjuk dari peristiwa kejadian masa lalu tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan mempelajari masa lalu orang dapat mempelajari masa kininya dan dengan memahami serta menyadari keadaan masa kini maka orang dapat menggambarkan masa depannya. Itulah yang dimaksud dengan perspektif sejarah. Di dalam studi Islam, permasalahan atau seluk beluk dari ajaran agama Islam pelaksanaan serta perkembangannya dapat ditinjau dan dianalisis dalam kerangka perspektif kesejarahan yang demikian itu.
Pendekatan Filosofis
Yang dimaksud adalah melihat suatu permasalahan dari sudut tinjauan filsafat dan berusaha untuk menjawab dan memecahkan permasalahan itu dengan menggunakan analisis spekulatif. Pada dasarnya filsafat adalah berfikir untuk memecahkan masalah atau pertanyaan dan menjawab suatu persoalan. Namun demikian tidak semua berfikir untuk memecahkan dan menjawab permasalah dapat disebut filsafat. Filsafat adalah berfikir secara sistematis radikal dan universal. Di samping itu, filsafat mempunyai bidang (objek yang difikirkan) sendiri yaitu bidang permasalahan yang bersifat filosofis yakni bidang yang terletak diantara dunia ketuhanan yang gaib dengan dunia ilmu pengetahuan yang nyata. Dengan demikian filsafat yang menjembatani kesenjangan antara masalah-masalah yang bersifat keagamaan semata-mata (teologis) dengan masalah yang bersifat ilmiah (ilmu pengetahuan). Namun filsafat tidak mau menerima segala bentuk bentuk otoritas, baik dari agama maupun ilmu pengetahuan. Filsafat selalu memikirkan kembali atau mempertanyakan segala sesuatu yang datang secara otoritatif, sehingga mendatangkan pemahaman yang sebenar-benarnya yang selanjutnya bisa mendatangkan kebijaksanaan (wisdom) dan menghilangkan kesenjangan antara ajaran-ajaran agama Islam dengan ilmu pengetahuan modern sebagaimana yang sering dipahami dan menggejala di kalangan umat selama ini.
Pendekatan Ilmiah
Yang dimaksud adalah meninjau dan menganalisis suatu permasalahan atau obyek studi dengan menggunakan metode ilmiah pada umumnya. Diantara ciri pokok pendekatan ilmiah adalah terjaminnya objektivitas dan keterbukaan dalam studi. Objektivitas suatu studi akan terjamin jika kebenarannya bisa dibuktikan dan didukung oleh data empiris, konkret, rasional, sedangkan keterbukaan adalah suatu studi terjadi jika kebenarannya bisa dilacak oleh siapa saja dan didasarkan atas keyakinan-keyakinan tertentu yang apriori. Di samping itu pendekatan ilmiah selalu siap dan terbuka menerima kritik terhadap kesimpulan studinya.
Pendekatan Doktriner
Pendekatan doktriner atau pendekatan studi Islam secara konvensional merupakan pendekatan studi di kalangan umat Islam yang berlangsung adalah bahwa agama Islam sebagai objek studi diyakini sebagai sesuatu yang suci dan merupakan doktrin-doktrin yang berasal dari illahi yang mempunyai nilai (kebenaran) absolut, mutlak dan universal. Pendekatan doktriner tersebut juga berasumsi bahwa ajaran Islam yang sebenarnya adalah ajaran Islam yang berkembang pada masa salaf, yang menimbulkan berbagai madzhab keagamaan, baik teologis maupun hukum-hukum fiqih, yang kemudian dianggap sebagai doktrin-doktrin yang tetap dan baku. Sesudah masa itu, studi Islam berlangsung secara doktriner sehingga ajaran Islam menjadi bersifat permanen, yang ada akhirnya menjadi tampak sebagai ketinggalan zaman.
Dari keempat pendekatan di atas timbul suatu metode studi Islam secara lebih rinci dan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Metode Diakronis
Suatu metode mempelajari Islam menonjolkon aspek sejarah, metode ini memberikan kemungkinan adanya studi komparasi tentang berbagai penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, sehingga umat Islam memiliki pengetahuan yang relevan hubungan sebab akibat dan kesatuan integral. Lebih lanjut umat Islam mampu menelaah kejadian sejarah dan mengetahui lahirnya tiap komponen, bagian subsistem dan supra sistem ajaran Islam. Wilayah metode ini lebih terarah pada aspek kognitif.
Metode diakronis disebut juga metode sosiohistoris yakni suatu metode pemahaman terhadap suatu pemahaman terhadap suatu kepercayaan sejarah atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai kesatuan yang mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan dimana kepercayaan sejarah atau kejadian itu muncul. Metode ini menghendaki adanya pengetahuan, pemahaman dan penguraian ajaran-ajaran Islam dari sumber dasarnya yakni al-Qur’an dan as-Sunnah serta latar belakang masyarakat, sejarah, budaya di samping sirah nabi SAW dengan segala alam pikirannya.
2. Metode Sinkronis-Analitis
Suatu metode mempelajari Islam yang memberikan kemampuan analisis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelek umat Islam. Metode ini tidak semata-mata mengutamakan segi aplikatif praktis, tetapi juga mengutamakan telaah teoritis.
Metode diakronis dan metode sinkronis analitis menggunakan asumsi dasar sebagai berikut:
a. Islam adalah agama wahyu Illahi yang berlainan dengan kebudayaan sebagai hasil daya cipta dan rasa manusia.
b. Islam adalah agama yang sempurna dan di atas segala-galanya (QS. Al-Maidah: 3)
c. Islam merupakan supra sistem yang mempunyai beberapa sistem dan subsistem serta komponen dengan bagian-bagiannya dan secara keseluruhan merupakan suatu struktur yang unik.
d. Wajib bagi umat Islam untuk mengajak pada yang ma’ruf dan nahi munkar (QS. Ali Imron: 104)
e. Wajib bagi umat Islam untuk mengajak orang lain ke jalan Allah dengn jalan yang hikmah dan penuh kebijaksanaan (QS. An-nahl: 125)
3. Metode Problem Solving (hill al musykilat)
Metode mempelajari Islam untuk mengajak pemeluknya untuk berlatih menghadapi berbagai masalah dari
suatu cabang ilmu pengetahuan dengan solusinya.
4. Metode Empiris (Tajribiyyah)
Suatu metode mempelajari Islam yang memungkinkan umat Islam mempelajari ajarannya melalui prosed realisasi, aktualisasi, dan internalisasi norma-norma dan kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi sosial, kemudian secara deskriptif proses interaktif dapat dirumuskan dan suatu sistem norma baru.
Metode problem solving dan metode empiris menggunakan asumsi dasar sebagai berikut:
a. Norma (ketentuan) kebajikan dan kemungkaran selalu ada dan diterangkan dalam Islam (QS. Ali Imron: 104)
b. Ajaran Islam merupakan jalan untuk menuju ridho Allah (QS. Al-fath: 29)
c. Ajaran Islam merupakan risalah atau pedoman hidup di dunia dan akhirat (Asy-Syura: 13).
d. Ajaran Islam sebagai ilmu pengetahuan (QS. Al-baqoroh: 120, at-Taubah: 122)
e. Pemahaman ajaran Islam bersifat empiris-intuitif (QS. Fushilat: 53)
5. Metode Deduktif
Suatu metode memahami Islam dengan cara menyusun kaidah-kaidah secara logis dan filosofis dan selanjutnya kaidah-kaidah itu diaplikasikan untuk menentukan masalah yang dihadapi.
6. Metode Induktif (al-Marhal al-Istiqariyyah)
Suatu metode memahami Islam dengan cara menyusun kaidah-kaidah hukum untuk diterapkan kepada masalah-masalah furu’ yang disesuaikan dengan mazhabnya terlebih dahulu.
Prosedur pelaksanaan metode induktif dapat dilakukan dengan empat tahap yaitu:
a. Adanya penjelasan dan penguaraian serta menampilkan topik yang umum.
b. Menampilkan pokok-pokok pikiran dengan cara menghubungkan hubungan masalah tertentu, sehingga
dapat mengikat bahasan untuk menghindari masuknya bahasan yang tidak relevan.
c. Identifikasi masalah dengan mensistematisasi unsur-unsurnya dan
d. Implikasi formulasi yang baru tersebut.
B. Rumpun Keilmuan Berdasarkan Filsafat Ilmu
Pendapat para pakar tentang filsafat ilmu yang mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
1. Musa Asy’ari
Filsafat ilmu merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini diperlukan pendekatan historis terhadap filsafat ilmu yang tidak hanya dialektik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman.
2. Amin Abdullah
Pengertian filsafat Islam yang dikemukakan dan dia berkata “meskipun saya tidak setuju untuk mengatakan bahwa filsafat Islam tidak lain dan tidak bukan adalah rumusan pemikiran muslim yang ditempeli begitu saja dengan konsep filsafat Yunani.
Berdasarkan pendapat di atas filsafat dapat diketahui melalui 5 cirinya sebagai berikut:
a. Dilihat dari segi sifat dan contohnya.
b. Dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya
c. Dilihat dari segi datangnya
d. Dilihat dari segi yang mengembangkannya
e. Dilihat dari segi kedudukannya
C. Pendekatan Interdisipliner dalam-dalam Studi Islam
1. Studi Islam Lewat Pendekatan Filsafat
Studi Islam Interdisipliner merupakan pengembangan dan penjabaran dari tiga topik yaitu pendekatan filsafat, sosiologi dan sejarah yang penekanannya lebih diarahkan pada aspek aplikasinya. Studi Islam lewat pendekatan filsafat menjabarkan tentang Iblis dan kontroversi penafsiran klasik dan modern sebagai berikut:
Kontroversi penafsiran tentang iblis dalam al-Quran berawal dari rencana Tuhan untuk menciptakan dan mempersiapkan seorang khalifat di bumi. Dalam al-Qur’an suran Al-Baqoroh ayat 30-34, peristiwa ini dijelaskan:
Kisah iblis pada surat di atas, pada awalnya menggambarkan narasi penciptaan Adam yang oleh tuhan dianggap sebagai “the only one caliph on the earth”. Amanah kekhalifahan ini rupanya kurang mendapat simpatik di kalangan malaikat karena itu mereka “memprotes” dan “menolak” kebijakan tersebut.
Menurut Syeikh Musthafa al-Maraghi, perbedaan persepsi di kalangan ulama mengenai ayat ini berkisar pada dua hal: pertama, iblis adalah sejenis jin yang berada di tengah ribuan malaikat, berbaur dengan sifat dari sebagian sifat mereka. Kedua, iblis itu dari malaikat karena perintah sujud di sini tertuju pada malaikat karena zahir ayat yang serupa bahwa ia tergolong mereka.
Dalam wacana tafsir klasid dan modern, persoalan pertama yang muncul ketika memperbincangkan eksistensi iblis itu adalah makna sujud, yasjudu. Terhadap kata ini semua mufasir baik klasik dan modern sependapat bahwa makna kata sujud yang dimaksud adalah sujud tahiyyat, penghormatan, bukan sujud dalam pengertian ibadah atau menghambakan diri pada Adam.
At-tabari dan ar-Razi menafsirkan kata iblis pada ayat yasjudu berasal dari jenis malaikat. Mereka berpendapat demikian dengan alasan bahwa kata “istisna”, semua malaikat sujud pada Adam kecuali iblis menunjukkan makna bahwa iblis itu berasal dari jenis mereka (malaikat).
2. Studi Islam Lewat Pendekatan Sosiologi
Salah satu implikasi teologis terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dan hadist mengenai wanita. Wanita Islam dalam kontekstual adalah munculnya rasa takut dan berdosa bagi kaum wanita bila ingin “menggugat”dan menolak penafsiran atas diri mereka yang tidak hanya disubordinasikan dari kaum laki-laki, tetapi juga dilecehkan hak dan martabatnya. Akibatnya secara sosiologis mereka terpaksa menerima kenyataan-kenyataan diskriminatif bahwa lelaki serba lebih dari perempuan, terutama dalam hal-hal seperti: pertama, wanita adalah makhluk lemah karena tercipta dari tulang rusuk pria yang bengkok; kedua, wanita separuh harga laki-laki; ketiga, wanita boleh diperistri hingga empat; keempat: wanita tidak bisa menjadi pemimpin negara.
Dalam kejadian wanitam, kata nafs pada surat An-nisa: 1, tidak ditafsirkan Adam, seperti anggapan mufasir tradisional, sebab konteks awal turunnya ayat ini tidak hanya bermaksud menolak atau mengklaim tradisi-tradisi jahiliyyah yang masih masih menganggap wanita sebagai makhluk yang rendah dan hina, tapi juga sekaligus mengangkat harkat dan martabat mereka, sebagaimana terlihat pada ayat sesudahnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan konteks ayat ini, maka kata nafs harus ditafsirkan dengan jenis sebagaimana dipahami para mufasir modern, bahwa baik laki-laki maupun perempuan diciptakan dengan jenis yang sama.
Dalam hal lain, ketika surat an-Nisa: 3 berbicara tentang poligami dengan persyaratan agar lelaki berlaku adil, peran inti yang dikemukakan sebenarnya adalah keadilan bukan semata-mata pembatasan jumlah. Wanita yang boleh dikawini laki-laki. Oleh karena itu tuntutan keadilan kualitatif beristri pada saat ini adalah satu saja dan saling melengkapi bukan sebaliknya melecehkan hakntya.
Hal yang sama berlaku ketika al-Qur’an surat an-Nisa’:7 berbicara tentang ketentuan waris untuk anak laki-laki dan wanita. Konteks masa itu tidak memungkinkan adanya kesamaan hak antara laki-laki dan wanita, karena wanita pada saat itu tidak mendapatkan warisan tapi diwariskan dan al-Qur’an mengubahnya dengan memberikan separuh jumlah yang diterima laki-laki. Sekarang konteksnya telah berbeda dimana wanita telah banyak diberikan hak dan kebebasan oleh al-Qur’an.
Demikian pula terhadap persolan tidak bolehnya wanita menjadi kepala negara. Larangan ini bersumber dari hadist yang diriwayatkan Bukhori ahmad nasa’I dan At-turmudzi tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat sebagai pemimpin mereka seorang wanita “Berdasarkan konteks hadis tersebut maka selama dalam suatu negara dimana sistem pemerintahan berdasarkan musyawarah, seorang kepala negara tidak lagi harus bekerja keras sendirian, tetapi dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan bidangnya masing-masing yang pada akhirnya dapat lebih mudah memajukan negaranya dan menyelamatkan dari mala petaka, maka tidak ada halangan bagi seorang wanita menjadi menteri/kepala negara.
D. Studi Islam Lewat Pendekatan Sejarah
Pada abad XIX terjadi pergeseran kekuasaan. Runtuhnya kekuasaan Islam telah mengubah hubungan Islam dengan barat. Pandangan umat Islam terhadap barat dan tanggapan mereka terhadap kekuasaan dan gagasan barat sangat variatif, mulai dari penolakan-konfrontatif hingga kekaguman dan peniruan. Eropa tidak hanya datang dengan tentara dan birokratnya, tetapi juga bersama para misionaris. Ancaman ganda kolonialisme adalah kekuasaan salib. Bantu membantu antara para pendeta dengan pemerintah dan militer dinyatakan oleh Marsekal Bugeud dari Perancis, bahwa para pendeta membantu kita mengambil hati orang-orang arab yang akan kita serbu dengan kekuatan militer.
Kejadian yang sama terjadi juga di Indonesia. Sikap Belanda terhadap Islam tidak tetap. Di satu pihak, Islam dilihat sebagai agama dan katanya pemerintah netral dalam hal ini. Sebaliknya pemerintah Belanda pun mengambil sikap diskriminatif dengan lebih banyak memberi kelonggaran kepada kalangan Kristen, termasuk bantuan uang
Daftar Pustaka
Ali, Daud, Muhammad, Pendidikan Agama Islam. 1997, Raja wali Press,
An-Nahlawi, Abdurrahman, 1995, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah
An-Nahlawi, Abdurrahman, 1995, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, Jakarta
Azami, Muhammad Musthafa, MA., Ph.D., 1977, Memahami Ilmu Hadits –Telaah Metodologi & Leteratur Hadis, Lentera, Jakarta
dan Masyarakat, Gema Insani Press, Jakarta
Daradjat,, Zakiah at.all., 1996, Dasar-dasar Agama Islam – Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam – Dirjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2001, Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta
M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normatifitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
M. Atho’ Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999:
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam “Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah” (Ramaja Rosda Karya:Bandung, 2001)
Muhamimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam.Jakarta: Kencana. 2005.
Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991: v-xii,
Mulyanto Sumardi, (ed.), Penelitian Agama Masalah dan Pemikiran, Jakarta: Sinar Harapan, 1981: 1-6
Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002
Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang,
Shole, al-Sahim, al-Islam :Ushuluhu wa mabadiuhu, 1921, Mauqi’ al-Islam: al-mamlakah al-arabiyah al-suudiyah.
Thahir, Lukman S. Studi Islam Interdisipliner. Yogyakarta: CV. Qalam Yogyakarta. 2004
Senin, 09 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar