Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

wibiya widget

My Blog List

flag counter

daftar menu

Loading...
Tag this on nabtag

twiter

Recent Comments

google seacrh


  • Web
  • alwafaalmuttaqiin
  • buku tamu

    google translite


    clock

    Voting

    My Ballot Box
    Bagaimana Menurutmu blog ku ni ?







    wibiya widget

    Minggu, 22 Januari 2012

    SEWA MENYEWA

    SEWA MENYEWA
    Sewa menyewa dalam bahasa arab di istilahkan dengan Al ijarah. Menurut pengertian hukum islam, sewa menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian
    Al-Ijarah terambil dari kata al-Ajr yang artinya adalah pengganti atau upah. Allah berfirman yang artinya :
    “… jika kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu… “(Qs. Al-Kahfi 18 : 77 )
    Defenisi ijarah dalam syara’ adalah akad atas manfaat yang dibolehkan, yang berasal dari benda tertentu atau yang disebutkan cirri – cirinya, dalam jangka waktu yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang diketahui, dengan bayaran yang diketahui.
    Menurut para ulama, sewa menyewa didefenisikan secara berbeda – beda, antara lain sebagai berikut :
    1. Menurut Hanafiyah:
    عَقْدًُ عَلىَ اْ لمَنَا فِعِ بِعَوْضٍ
    “Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti”.
    2. Menurut Malikiyah:
    تَسْمِيَةُ التَّعَا قُدِ عَلىَ مَنْفَعَةِ الآدَمِىِّ وَبَعْضِِ المَنْقُوْلَا نِ
    “Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat di pindah kan”.
    3. Menurut Al-syarbini al-khatib:
    تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ بِعَوَضٍ بِشُرُوْطٍ
    “Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat”.
    4. Menurut Asy-syafi’iyah:
    عَقْدًَُ عَلىَ مَنْفَعَةٍ مَقْصُوْدَةٍ مَعْلُوْمَةٍ مُبَاحَةٍ قَابِلَةٍ لِلْبَذْلِ وَاْلإِبَاحَةِ بِعَوْضٍ مَعْلُوْمٍ
    “Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu”.
    Berdasarkan defenisi-defenisi di atas maka dapat di pahami bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya.

    SYARAT DAN RUKUN SEWA MENYEWA
    1. Adapun Syarat Sewa Menyewa adalah :
    a. Yang menyewakan dan yang menyewa telah baligh, berakal sehat dan sama-sama ridla
    b. Barang/sesuatu yang disewakan itu mempunyai faedah yang berharga, faedahnya dapat dinikmati oleh yang menyewa dan kadar nya jelas itu misalnya: Rumah disewa 1 tahun, Taksi disewa dari yogya sampai solo 1 hari, atau seorang pekerja disewa mengerjakan membuat pintu besi ukuran sekian meter
    c. Harga sewanya dan keadaannya jelas, misalny: Rumah Rp. 100.000,- sebulan, dibayar tunai atau angsuran
    d. Yang menyewakan adalah pemilik barang sewa, walinya/orang yang menerima wasiat (washiy) untuk bertindak sebagai wali
    e. Ada kerelaan kedua belah pihak yang menyewa kan dan penyewa yang digambarkan paa adanya ijab Kabul
    f. yang disewakan ditentukan barang atau sifat-sifatnya
    g. Manfaat yang dimaksud bukan hal yang dilarang syara’
    h. Berapa lama waktu menikmati manfaat barang sewa harus jelas
    i. Harga sewa yang harus dibayar bila berupa uang ditentukan berapa besarnya
    j. Tidak mengambil manfaat bagi diri orang yang disewa, tidak menyewakan diri untuk perbuatan ketaatan sebab manfaat dari ketaatan tersebut adalah untuk dirinya
    2. Adapun rukun-rukun sewa menyewa adalah :
    Mu’jir dan mus’tajir yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah mengupah dalam hal upah mengupah. Mus’tajir adlah orang yang memberi upah untuk melakukan sesuatu , sedangkan Musta’jir adalah orang yang menyewa sesuatu. Disyaratkan kepada mu’jir dan mus’tajir adalah orang yang baliqh,berakal,cakap melakukan tasharrup (mengendlikan harta),dan saling meridhoi.
    Ujrah (upah/harga sewa ), disyratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa menyewa ataupun upah mengupah barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan.
    SYARAT BARANG YANG DISEWAKAN
    a. Tidak semua harta benda dapat diakadkan ijarah, benda benda tersebut haruslah memenuhi persyaratan berikut :
    b. Manfaat dari objek harus diketahui secara jelas . hal ini dapat diketahui dari pemeriksaan, atau pemilik memberikan informasikan secara transparan tentang kualitas manfaat barang
    c. Objek ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan menyewakan barang yang masih ada pada pihak ketiga.
    d. Objek ijarah dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan hukum syara’
    e. Objek yang disewakan adalah manfaat langsung dari benda tersebut, tidak dibenarkan menyewakan manfaat benda yng bersifat tidak langsung . seperti menyewakan pohon untuk diambil buahnya, menyewakan ternak untuk diambil susunya, dan lain – lain
    f. Harta yang menjadi objek haruslah harta yang bersifat isti’maly, yakni benda yang dapat dimanfaatkan berungkali tanpa merusak zatnya. Karenanya menyewakan benda yang bersifat istihlaki (harta yang berkurang atau rusak zatnya karena pemakaian) tidak sah ijarah terhadapnya. Dalam hal ini terdapat sebuah kaidah :” setiap harta benda yang dimanfaatkan sedang zatnya tidak mengalami perubahan, boleh dijadikan ijarah, jika sebaliknya maka tidak boleh “
    TUJUAN SEWA MENYEWA
    Adapun tujuan sewa menyewa adalah untuk mengambil manfaat dari apa yang disewa tersebut dengan maksud tertentu dan mubah setelah disewa maka akan memberi pengganti kepada yang menyewakan.
    HUKUM SEWA MENYEWA
    Hukum ijarah sahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud’alaih, sebab ijarah termasuk jual beli pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatan.Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad. Bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak memberitahukan jenis pekerjaan perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya.
    Jafar dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa ijarah fasid sama dengan jual beli fasid, yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.
    Adapun hukum ijarah secara global terbatas dalam 2 kelompok, yaitu :
    1. Perkara-perkara yang mewajibkan dan mengikat akad ini tanpa adanya emergency yang akan menimpa.
    2. Hukum-hukum emergency yang datang belakangan, dan ini terbagi kepada; hal-hal yang mewajibkan adanya tanggungan dan tidak adanya tanggungan; kewajiban adanya pembatalan dan tidak adanya pembatalan; dan hukum perselisihan.
    3. Perkara-perkara yang mengharuskan akad ini tanpa adanya kejadian (emergency) yang datang kepadanya.
    Diantara masalah yang mencakup dalam hal ini adalah :
    Menurut Malik dan Abu Hanifah bahwa harga sewa harus diberikan sebagian sebagian sesuai manfaat yang diambil, kecuali apabila ia mensyaratkan harga harus diserahkan diserahkan seluruhnya. Seperti berbentuk suatu ganti tertentu atau sewa dalam suatu tanggungan. Syafi’i berkata, “Wajib memberikan harga saat terjadi akad.”
    Malik memandang bahwa harga akan dimiliki sesuai dengan kadar ganti yang akan diambil. Sedangkan Syafi’i seolah-olah melihat bahwa keterlambatan pembayaran harga sewa tersebut termasuk kategori jual beli utang dengan utang.
    Diantara hal tersebut adalah perselisihan mereka mengenai penyewa binatang atau rumah serta yang serupa dengan hal tersebut, apakah ia berhak untuk menyewakan dengan harga lebih dari harga ia menyewa:
    1. Malik, Syafi’i dan Jama’ah membolehkan hal tersebut dengan mengqiyaskannya kepada jual beli.
    2. Abu Hanifah dan para sahabatnya melarang hal tersebut.
    Dalil yang dijadikan landasan mereka adalah bahwa hal tersebut termasuk kategori laba sesuatu yang tidak ditanggung. Karena tanggungan barang yang pokok adalah dari pemiliknya. Begitu juga hal tersebut termasuk dalam kategori jual beli sesuatu yang belum diambil. Sedangkan sebagian ulama membolehkan hal tersebut apabila ia mengadakan suatu pekerjaan. Diantara ulama yang tidak memakruhkan hal ini apabila terjadi dengan sifat ini adalah Sufyan Ats-Tsauri serta jumhur, mereka melihat bahwa persewaan dalam hal ini mirip dengan jual beli.
    Dalil yang dijadikan landasan mereka adalah bahwa hal tersebut termasuk kategori laba sesuatu yang tidak ditanggung. Karena tanggungan barang yang pokok adalah dari pemiliknya. Begitu juga hal tersebut dalam kategori jual beli sesuatu yang belum diambil. Sedangkan sebagian ulama membolehkan hal tersebut apabila ia mengadakan suatu pekerjaan.
    BATALNYA SEWA MENYEWA
    Batalnya sewa menyewa karena :
    a. Telah habis masanya
    b. Barang/sesuatu yang disewa rusak sendiri, misalnya rumah roboh sebelum masa sewa habis, tukang pembuat pintu mogok untuk menyelesaikan pekerjaannya
    c. Barang yang disewakan bukan hak pemberi sewa yang sah
    d. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa
    e. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan
    f. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan
    Yang dimaksud dalam hal ini adalah tujuan perjanjian sewa menyewa telah tercapai, atau masa perjanjian sewa menyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
    g. Adanya uzur
    Penganut mazhab Hanafi menambahkan bahwa uzur juga merupakan salah satu penyebab putus atau berakhirnya perjanjian sewa, sekalipun uzur tersebut datangnya dari salah satu pihak. Adapun yang dimaksud dari uzur disini adalah adanya suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana sebagaimana mestinya.
    TARBIYAH YANG DAPAT DIAMBIL
    Pelajaran yang dapat diambil dengen adanya sewa-menyewa bahwa kita bisa saling tolong-menolong sesama yang membutuhkan bisa memamfaatkan barang sewaan secara baik, tidak menghianati perjanjian yang sudah disepakati,karna sudah diterangkan dalam hadis-hadis yang ada.
    HIKMAH
    Hikmah dalam persyariatan sewa- menyewa sangatlah besar sekali. Karena didalam sewa menyewa terdapat unsur saling bertukar manfaat antara manusia yang satu dengan yang lainnya . bertukar manfaat antara manusia yang satu dengan yang lainnya . karena perbuatan yang dilakukan oleh satu orang pastilah tidak sama dengan perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau tiga orang misalnya. Apabila persewaan tersebut berbentuk barang , maka dalam akad persewaan diisyaratkan untuk menyebutkan sifat dan kuantitasnya adapun mengenai syarat dalam cabang fiqih
    Hikmah dalam persewaan adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan dan perselisihan tidak boleh menyewakan suatu barang yang tidak ada kejelasan manfaatnya yaitu sebatas perkiraan dan terkaan belaka . dan, barangkalai tanpa diduga barang tersebut tidak dapat memberikan faedah apa pun. Masalah ini secara panjang lebar telah dibahas dalam cabang fiqih, maka lihatlah kembali jika menginginkan faedah tambahan.

    0 komentar:

    Posting Komentar