ASAS KEWARISAN ISLAM
Berdasarkan nash baik al-Quran maupun al-Hadis, maka kita dapat merumuskan asas-asas kewarisan Islam sebagai berikut :
A. ASAS IJBARI
Dalam hukum Islam peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya, yang dalam pengertian hukum Islam berlaku secara ijbari. Kata ijbari secara etimologis mengandung arti paksaan (compulsory), yaitu melakukan sesuatu diluar kehendak sendiri.
Hal tersebut berarti bahwa peralihan harta dari seseorang yang meninggal kepada ahli warisnya berlangsung dengan sendirinya berdasarkan ketetapan Allah, tanpa bergantung kepada kepada ahli waris atau pewaris.
Adapun asas ijbari dalam kewarisan Islam terjadi dalam hal :
a. Segi peralihan harta
b. Segi jumlah pembagian
c. Segi kepada siapa harta itu beralih.
B. ASAS BILATERAL
Asas bilateral dalam kewarisan Islam, berarti bahwa seseorang menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat, yaitu baik dari kerabat garis keturunan laki-laki maupun perempuan. Asas ini dapat dilihat dalam surat an-Nisa’ ayat 7.
Amir syarifuddin menyatakan, bahwa seorang laki-laki berhak menerima warisan dari pihak ayahnya juga dari pihak ibunya. Begitu pula seorang perempuan berhak mendapat warisan dari kedua pihak orang tuanya.
Demikian pula dapat dilihat dari surat an-nisa’ ayat 12, bahwa baik duda maupun janda saling mewarisi, saudara laki-laki mewarisi dari saudara laki-laki dan saudara perempuannya. Kemudian sebagaimana termuat dalam surat an-Nisa’ ayat 33, menurut Hazairin bahwa, cucu baik laki-laki maupun perempuan mewarisi menggantikan ibu atau bapaknya.
C. ASAS INDIVIDUAL
Asas individual artinya ialah, dalam system hukum kewarisan Islam, harta peninggalan yang ditinggalkan dibagi secara individual secara pribadi langsung kepada masing-masing.
Asas individual dalam hukum kewarisan Islam dapat dilihat pada surat an-nisa’ ayat 11, yaitu ;
a. Bahwa anak laki-laki mendapat bagian dua kali dari bagian anak perempuan
b. Bila anak perempuan itu dua orang atau lebih baginya dua pertiga dari harta peninggalan
c. Dan jika perempuan itu hanya seorang saja maka baginya seperdua harta peninggalan.
Pembagian secara individual ini didasarkan kepada ketentuan bahwa setiap insan sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk menerima hak dan manjalankan kewajiban, yang dalam istilah ushul fiqih disebut “ahliyat al-wujub”. Akan tetapi berlaku pula ketentuan lain yaitu kecakapan untuk bertindak yang dalam ushul fiqih disebut “ahliyatul ada”. Dalam artian pembagian harta tersebut diberikan kepada seseorang secara individual, dengan catatan adanya kecakapan orang tersebut.
D. Asas keadilan berimbang
Hak waris yang diterima oleh ahli waris pada hakikatnya merupakan pelanjutan tanggung jawab pewaris kepada keluarganya (ahli waris), sehingga kadar yang diterima oleh ahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawab seseorang.
Seorang laki-laki memikul tanggung jawab yang lebih berat dari perempuan, sehingga suatu hal yang wajar jika bagiannya dua kali bagian perempuan. Tanggung jawab tersebut dari ayat al-Quran :
1) Al-Baqarah 23 :
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. (Q.S. Al-Baqarah : 23).
2) An-Nisa’ 34 :
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihi sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena itu mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka….(Q.S. An-Nisa’ : 34).
3) Ath-Thalaq 6 :
Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmua….(Ath-Thalaq : 6).
E. ASAS KEWARISAN SEMATA AKIBAT KEMATIAN
Hukum kewarisan Islam menetapkan bahwa peralihan harta melalui cara kewarisan, dilakukan setelah orang yang mempunyai harta meninggal. Hal tersebut dapat dikaji dari penggunaan kata-kata warasa.
Hubungan kewarisan Islam dengan kewarisan Nasional di Indonesia sampai saat ini belum terdapat suatu kesatuan hukum kewarisan yang dapat diterapkan secara universal bagi seluruh warga negara Indonesia. Oleh karenanya hukum kewarisan yang diterapkan bagi warga negara Indonesia berbeda-beda mengingat penggolongan dari warga negara.
Penggolongan tersebut adalah :
1) Bagi warga negara Indonesia asli
Bagi warga negara Indonesia asli pada prinsipnya berlaku Hukum Adat. Yang dalam hal ini sudah barang tentu terdapat perbedaan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Perbedaan tersebut karena adanya perbedaan sifat kekeluargaan mereka masing-masing.
Sifat kekeluargaan (keturunan) dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu ;
a. Sistem Patrilinial, yaitu ditarik menurut garis bapak
b. Sistem Matrilinial, yang ditarik menurut garis ibu.
c. Sistem Parental, yang ditarik menurut garis ibu-bapak.
2) Bagi warga negara golongan Indonesia asli yang beragama Islam
Bagi warga negara Indonesia asli yang beragama Islam, selain dipengaruhi hukum kewarisan adat, juga banyak dipengaruhi oleh kewarisan Islam.
Berkaitan dengan hal tersbut, hendaknya hukum kewarisan yang berlaku di masing-masing daerah (hukum kewarisan adat) harus disesuaikan dan berpedoman pada kewarisan Islam. Sebab umat Islam mengatur segala aspek kehidupan bagi umatnya.
3) Bagi orang-orang Arab
Pada umumnya seluruh hukum kewarisan Islam berlaku bagi orang-orang Arab di Indonesia.
4) Bagi orang Tionghoa da Eropa
5) Bagi orang Tionghoa dan Eropa, bagi mereka berlaku hukum warisan yang termuat dalam Burgelijk Wetboek (BW) buku II pasal 830 sampai dengan pasal 1130.
Jumat, 17 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar