Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

wibiya widget

My Blog List

flag counter

daftar menu

Loading...
Tag this on nabtag

twiter

Recent Comments

google seacrh


  • Web
  • alwafaalmuttaqiin
  • buku tamu

    google translite


    clock

    Voting

    My Ballot Box
    Bagaimana Menurutmu blog ku ni ?







    wibiya widget

    Kamis, 09 Februari 2012

    al-Qardh

    al-Qardh
    Secara umum pinjaman merupakan pengalihan hak milik harta atas harta.[1] dimana pengalihan tersebut merupakan kaidah dari Qardh.
    Pengertian Pinjaman Menurut Bahasa Arab
    Qardh secara bahasa, bermakna Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang disodorkan kepada orang yang berhutang disebut Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang.[2] Kemudian kata itu digunakan sebagai bahasa kiasan dalam keseharian yang berarti pinjam meminjam antar sesama. Salah seorang penyair berkata,
    “Sesungguhnya orang kaya bersaudara dengan orang kaya, kemudian mereka saling meminjamkan, sedangkan orang miskin tidak memiliki saudara”[3]

    Pengertian Pinjaman Menurut Hukum Syara’
    Secara syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh[4]
    1. Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dalam baik hati.
    2. Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal.
    3. Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai dengan padanannya.
    4. Menurut Madzhab Syafi’i Qardh adalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.

    Aspek Syariah Al-Qardh
    Al-Qur’an

    . Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.(Al-Baqarah : 245)

    Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
    (Al-Maidah : 2)
    As-Sunnah
    Dari Anas ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
    “Pada malam peristiwa Isra’ aku melihat di pintu surga tertulis ’shadaqoh (akan diganti) dengan 10 kali lipat, sedangkan Qardh dengan 18 kali lipat, aku berkata : “Wahai jibril, mengapa Qardh lebih utama dari shadaqoh?’ ia menjawab “karena ketika meminta, peminta tersebut memiliki sesuatu, sementara ketika berutang, orang tersebut tidak berutang kecuali karena kebutuhan”.

    (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abas bin Malik ra, Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Umamah ra).

    Ijma’
    Secara ijma’ juga dinyatakan bahwa Qardh diperbolehkan.
    Qardh bersifat mandub (dianjurkan) bagi muqridh (orang yang mengutangi) dan mubah bagi muqtaridh (orang yang berutang)

    Hal yang diperbolehkan pada Qardh
    Madzhab Hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak meyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur. Tidak diperbolehkan melakukan qardh atas harta yang tidak memiliki kesepadanan, baik yang bernilai seperti binatang, kayu dan agrarian, dan harta biji-bijian yang memiliki perbedaan menyolok, karena tidak mungkin mengembalikan dengan semisalnya.
    Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bisa diperjualbelikan objek salam, baik ditakar, atau ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta, biji-bijian.
    Hukum Qardh
    Hak kepemilikan dalam Qardh menurut Abu Hanifah dan Muhammad – berlaku melalui Qabdh (penyerahan).
    Jika seseorang berhutang satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh, maka ia berhak menggunakan dan mengembalikan dengan semisalnya meskipun muqridh meminta pengembalian gandum itu sendiri, karena gandum itu bukan lagi miliki muqridh. Yang menjadi tanggung jawab muqtaridh adalah gandum yang semisalnya dan bukan gandum yang telah diutangnya, meskipun Qardh itu berlangsung.
    Abu yusuf berkata : muqtaridh tidak memiliki harta yang menjadi objek Qardh selama Qardh itu berlangsung.
    Dilihat dari definisi diatas, maka pinjaman dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pinjaman seorang hamba untuk Tuhan-Nya dan pinjaman seorang muslim untuk saudaranya.
    a. Pinjaman seorang hamba untuk Tuhan-Nya
    Yaitu apa yang diberikan oleh seorang muslim untuk membantu saudaranya tanpa mengharap kembalinya barang tersebut karena semata-mata untuk mengharapkan balasan di akhirat nanti. Hal ini mencakup infaq untuk berjihad, infaq untuk anak-anak yatim, infaq untuk orang-orang jompo, dan infaq untuk orang-orang miskin. Jenis ini telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dengan kata ‘al-qardh’, sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT

    “Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
    (Q.S Al-Baqarah : 244)

    “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”(Q.S Al-Baqarah : 245)
    Sebagaimana yang kita lihat ayat diatas, jelaslah bahwa pinjaman yang dimaksud disini berbeda dengan apa yang sering kita lihat didalam kehidupan bermasyarakat, yang mana seseorang meminjam dari temannya karena didorong oleh adanya suatu kebutuhan. Karena pinjaman yang dimaksud dalam ayat ini sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT

    b. Pinjaman seorang hamba untuk saudaranya
    Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan masalah ini.
    Madzhab Abu Hanifah berkata, “Pinjaman yang diperbolehkan adalah sesuatu yang mempunyai persamaan yang mungkin dapat digantikan dengan sesuatu yang seruoa, akan tetapi menyangkut barang-barang bernilai seperti hewan, property, kayu bakar dan segala sesuatu yang tidak mungkin ditemukan barang yang serupa dan persis dengannya waktu pengembalian barang pinjaman tersebut, maka tidak boleh dipinjamkan. Karena menurut golongan ini, bahwa pinjam meminjam dengan sesuatu yang tidak dapat digantikan dengan yang serupa tidak diperbolehkan.
    Madzhab Imam Malik menambahkan definisi ini dengan beberapa point berikut :
    1. Hendaklah barang yang dipinjamkan mempunyai nilai jual, dengan begitu tidak dibenarkan meminjamkan sepotong api.
    2. Orang yang meminjam harus mengembalikan barang pinjamannya.
    3. Pengembalian pinjaman hendaklah diberikan sesudah menerima pinjamannya.
    4. Hendaklah orang yang memberikan pinjaman tersebut berniat untuk memberikan manfaat kepada orang yang meminjam saja, dan tidak berniat untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun untuk mendapatkan keuntungan bersama.
    5. Tidak boleh meminjamkan alat fital seorang sahaya perempuan kepada seseorang untuk dimanfaatkan
    6. Hendaklah orang yang meminjam sesuatu harus menjamin bahwa ia akan mengembalikan pinjamannya, sehingga dalam hal ini masjid dan madrasah tidak bisa dipinjamkan.
    Setelah kita memberikan pinjaman kepada seseorang (saudaranya), hendaklah pinjaman tersebut mengandung unsur kebaikan, begitu juga apabila pinjaman tersebut telah jatuh tempo.
    Ber-ihsan dalam menagih hutang (Qardh), adakalanya dilakukan dengan menganggapnya lunas, semua maupun sebagiannya, atau dengan mengundurkan waktu pembayaran tersebut yang telah jatuh tempo, ataupun dengan mengurangi pelbagai persyaratan pembayaran yang telah memberatkan. [8] Semua itu sangat dianjurkan, Sebagaimana dalam Sabda Nabi SAW :
    “Rahmat Allah tercurah atas siapa-siapa yang’mudah’ dalam membeli, ‘mudah’ dalam menjual, ‘mudah dalam membayar dan ‘mudah’ dalam menagih”[9]
    Rasulullah SAW, juga pernah menyebutkan tentang seorang laki-laki yang masa lalunya penuh dengan perbuatan dosa, yang ketika dihisab, ternyata tidak memiliki cacatan amal kebaikan yang pernah ia lakukan.
    Maka ditanyakan kepadanya, “Apakah anda tidak pernah melakukan kebaikan apapun ? “Tidak, “jawabnya. “Tetapi saya dahulu adalah seorang pemberi hutang, dan senantiasa mengingatkan kepada para pegawai saya : ‘Perlakukanlah yang mampu diantara para penghutang dengan perlakuan yang baik, dan undurkanlah waktu pembayaran bagi yang dalam kesusahan’. (Dalam versi lain : ‘….dan maafkanlah (yakni anggaplah hutangnya lunas) bagi yang dalam kesusahan’). Lalu Allah SWT pun menghapus dosa-dosanya dan mengampuninya.
    Seandainya semua masyarakat mengetahui hal demikian, tidak akan terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan seseorang (pemilik harta) berbuat zhalim kepada orang yang membutuhkan bantuan. Apalagi ditengah kondisi krisis sekarang ini. Dimana, kita sebagai orang yang memiliki kelebihan harta hendaklah menolong saudara-saudara kita yang telah dilanda kesusahan dengan memberikan bantuan berupa pinjaman yang ihsan, bahkan tidak sekadar itu dapat memberikan Qardhul Hasan (menginfakkan, mensedeqahkan sebagaian hartanya tanpa mengaharapkan imbalan seperserpun tetapi hanya mengharap ridha Allah SWT). Tetapi kalau hanya memikirkan kehidupan duniawi manusia takluput akan kerakusan harta, yang diingat hanyalah berapa besar kelebihan dari kembalian harta yang telah dipinjamkan.

    Jenis-jenis pinjaman yang mengandung riba[
    Pinjaman Konsumtif
    Pinjaman-pinjaman semacam ini dilakukan oleh orang-orang yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Pinjaman jenis ini amat biasa di kalangan orang-orang miskin dan menengah, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang, seperti terjadi di Indonesia sejak dilanda krisis multidimensi salah satu diantara krisis moneter, dimana terjadi kenaikan pada semua harga barang, akibatnya masyarakat kesusahan untuk membutuhkan barang tersebut karena nilai mata uang yang menurun disamping itu juga pendapatan masyarakat yang cenderung tidak meningkat. Sebagian besar orang mengambil pinjaman ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagian besar dari pendapatan mereka diambil alih oleh pemilik modal dalam bentuk bunga. Jutaan manusia di negara-negara yang sedang berkembang menggunakan seluruh hidupnya untuk membayar utang yang diwariskan kepada mereka. Upah dan gaji mereka sangat rendah sehingga setelah membayar bunga, sangat sedikit yang tersisa untuk menjadikan mereka mampu mendapatkan satu dua piring makanan setiap hari.
    Pembayaran angsuran bunga yang berat secara terus menerus ini telah merendahkan standard kehidupan dan pendidikan anak-anak mereka. Disamping itu, kecemasan yang terus menerus rupanya mempengaruhi efisiensi kerja mereka yang pada akhirnya akan memperlemah perekenomian negara mereka.
    Selanjutnya, pembayaran bunga telah mengurangi (menurunkan) daya beli di kalangan mereka. Oleh karena itu, industri yang memenuhi permintaan golongan miskin dan menengah akan memperoleh kesan akan rendahnya permintaan pada kalangan tersebut. Dan secara berangsur-angsur tetapi dengan pasti, hal ini akan menurunkan pembangunan industri serta menghambat kemajuan masyarakat.

    Pinjaman Produktif
    Pinjaman ini dilakukan oleh para pedagang, industrialis dan para petani untuk tujuan-tujuan yang produktif termasuk dalam kategori peminjam jenis ini. Kapitalis, dengan malapraktek mereka, telah menimbulkan banyak kesengsaraan dengan memungut bunga dari para peminjam, begitu juga terhadap masyarakat. Beberapa pengaruh buruk akibat sifat tamak mereka dinyatakan sebagai berikut :
    i. Sebagian besat modal masyarakat dibiarkan mandul dan tidak digunakan hanya karena dipegang kalangan kapitalis yang mengharapkan kenaikan tingkat bunga. Bahkan meskipun banyak usaha-usaha yang bermanfaat dan permintaan akan modal tinggi, dipasaran, kapitalis tidak akan melepaskan modalnya begitu saja untuk memperoleh bunga yang lebih tinggi lagi.
    ii. Sikap tamak untuk menaikkan bunga yang lebih tinggi yang menyebabkan tidak mengalirnya modal ke tangan pedagang dan industri sesuai dengan sifat dan permintaan yang sesungguhnya. Kaum kapitalis telah menarik dana meraka dari pasar modal dengan mengenakan bunga sesuai dengan yang mereka inginkan.
    iii. Malapraktek ini menambahkan jesan lebih buruj terhadap perputaran perdagangan yang sering terjadi secara periodic di kalangan masyarakat kapitalis modern dan sangat mempengaruhi kehancuran ekonomi.
    iv. Modal tidak diinvestasikan pada berbagai usaha-usaha yang penting dan bermanfaat bagi masyarakat tetap digunakan untuk usaha-usaha yang begitu menguntungkan masyarakat.
    v. Pada umumnya kaum kapitalis memberikan pinjaman berjangka panjang untuk perdagangan dan industri karena semakin tinggi keuntungan pada bisnis spekulatif dan mengaharpakan meningginya bunga dimasa yang akan datang. Perilaku kapitalis semacam ini, yang diakibatkan dari adanya bunga, merupakan hambatan dalam pembangunan industri, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

    0 komentar:

    Posting Komentar