THOHAROH ( CARA BERSUCI )
A. Pengertian
Secara bahasa, thoharoh memiliki pengertian An Nazhofah, yaitu suci bersih. Sedangkan secara istilah ilmu fiqih, para ulama memberikan beberapa pengertian sebagai berikut :
1. Syaikh Ibnu Qosim Al Ghoozy memberikan pengertian Thoharoh sebagai berikut : “ Thoharoh adalah suatu perbuatan yang menyebabkan sahnya sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang membutuhkan kesucian dari najis dan hadats, seperti wudhu’, mandi, tayammum dan mensucikan dari najis “.
2. Syaikh Al Qodhi Husain, memberikan pengertian Thoharoh sebagai berikut : “ Thoharoh adalah usaha menghilangkan penghalang sahnya ibadah seperti hadats dan najis “.
3. Imam Nawawi memberikan pengertian Thoharoh sebagai berikut : “ Thoharoh adalah mengangkat hadats dan mensucikan najis.
B. Hukum bersuci
Bersuci adalah bagian terpenting dari kehidupan seorang muslim. Bersuci berkaitan erat dalam hal sah atau tidaknya ibadah mahdoh (wajib) yang kita lakukan. Sebagai contoh sholat, sebelum mengerjakan sholat kita diwajibkan berwudhu terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Kesucian itu penutup iman”. (HR. Muslim).
Karena bersuci menjadi kunci sahnya ibadah, maka hukum bersuci adalah wajib. Artinya di setiap kita akan melakukan ibadah, jika pada badan kita ada najis atau hadats, maka kita wajib mensucikannya terlebih dahulu agar ibadah yang akan kita lakukan menjadi sah karenanya.
Secara hukum, berdasarkan Al Qur’an dan hadits bersuci adalah wajib, QS. Al Mudatsir (74) : 4,
Al baqarah (2) : 222.
Dalam shalat misalnya, shalat tidak akan dianggap sah apabila belum melakukan wudhu.
C. Pembagian Thoharoh
Thoharoh terbagi dua :
1. Thoharoh ( bersuci ) dari Najis. Jika pada badan, tempat dan pakaian terdapat najis, maka wajib di sucikan terlebih dahulu sebelum di gunakan untuk beribadah.
2. Thoharoh ( bersuci ) dari hadats. Seseorang di anggap menanggung hadats jika melakukan beberapa hal, seperti kentut, buang air, BAB, bersetubuh dan lain-lain. Jika akan melakukan ibadah maka wajib bersuci terlebih dahulu. Jika hanya hadats kecil misalnya baru saja BAB, maka bisa di sucikan dengan berwudhu’ atau tayammum jika berwudhu’ tidak memungkinkan dilakukan karena beberapa sebab, sedangkan untuk menghilangkan hadats besar karena hubungan intim misalnya, maka bisa di sucikan dengan cara mandi, atau tayammum jika memang ada penghalang untuk melakukan mandi.
D. Alat-alat bersuci
Untuk melakukan bersuci, diperlukan alat atau sarana yang telah di atur dan ditetapkan oleh syariat, sehingga tidak semua benda atau alat bisa di gunakan untuk bersuci.
Menurut Madzhab Syafii, alat-alat bersuci ada tiga :
1. Air, digunakan sebagai alat bersuci dari hadats dan najis, seperti mensucikan najis, berwudhu’ dan mandi.
2. Debu, digunakan untuk bertayammum di saat tidak memungkinkan melakukan berwudhu’. Debu yang bersih yang ada di atas tanah, pasir, batu-batu kerikil atau pasir laut. QS. An Nisa (4) : 43
Rasulullah SAW bersabda: “Tanah itu telah diciptakan bagiku tempat sujud dan mensucikan” (HR. Ahmad diriwayatkan di dalam shahihain)
3. Batu dan benda-benda keras dan kesat. Di gunakan untuk beristinja’, yaitu bersuci setelah buang air.
Dalam madzhab lain, ada yang menambahkan tanah dan api sebagai alat bersuci.
E. Macam-macam air
Ada beberapa macam air yang bisa digunakan untuk bersuci, mayoritas ulama menyebutkan ada 7 macam air yang boleh dan sah di gunakan untuk bersuci , yaitu :
1. Air hujan 4. Air Laut
2. Air Sungai 5. Air Sumur
3. Air Mata Air 6. Air Salju
7. Air embun
Catatan :
Syaikh Ibrohim Al Bajuri dalam kitabnya Hasiyah Al Bajuri menuturkan urutan beberapa air yang memiliki nilai lebih di bandingkan dengan air-air lain karena memiliki nilai histories :
1. Air terbaik adalah air yang pernah keluar dari sela-sela jari Rasulullah di saat para sahabat kehausan.
2. Air zam zam 4. Air Sungai Nil
3. Air Telaga Al Kautsar 5. Air sungai Furat, Dajlah dan seluruh air sungai yang ada di dunia.
F. Pembagian Air
Dalam hubungannya dengan bersuci, air di bagi menjadi empat macam :
1. Air suci yang mensucikan dan boleh di gunakan.
Air ini di sebut air mutlaq, yaitu air yang tidak bercampur apapun, masih murni dan tidak ada benda atau zat lain yang merusak kemutlakannya.
2. Air suci yang mensucikan dan makruh di gunakan.
Yaitu air yang sebenarnya suci secara zatnya, juga mensucikan dan sah jika di gunakan untuk bersuci, tetapi makruh di gunakan untuk bersuci. Air jenis ini di sebut dengan Air Musyammas, yaitu air yang di panaskan pada sinar matahari. Air ini makruh di gunakan karena berdasarkan ilmu kedokteran, air yang telah di panaskan dengan sinar matahari bisa menyebabkan penyakit sopak. Akan tetapi, tidak semua air yang dipanaskan dengan sinar matahari makruh di gunakan, sebab ada syarat-syarat tertentu yang menyebabkannya makruh di gunakan, yaitu :
• Air tersebut ketika dipanaskan berada pada tempat yang terbuat dari besi, tembaga, timah dan sejenisnya. Jika terbuat dari kayu, plastic, tanah, kulit, emas dan perak, air tersebut tidak makruh digunakan.
• Dipanaskan pada kondisi panas yang luar biasa
• Tidak mudah mendingin kembali
• Masih tersedia air yang lain selain air musyammas. Jika sama sekali tidak ada air lain selain air musyammas, maka boleh bahkan wajib menggunakan air musyammas untuk bersuci.
• Di gunakan pada badan. Jika digunakan untuk mensucikan pakaian atau tempat, maka hukumnya boleh.
Imam Nawawi berpendapat bahwa air musyammas tidak makruh digunakan, sebab menurut beliau, hadits yang menerangkan makruhnya air musyammas hukumnya lemah. Akan tetapi mayoritas mengatakan kemakruhannya.
Selain air musyammas, ada lagi air yang makruh di gunakan, yaitu :
1. Air yang sangat panas, misalnya air yang baru saja di rebus. Air ini bisa dan boleh digunakan lagi serta tidak makruh lagi jika telah mendingin.
2. Air yang sangat dingin, misalnya air yang tersimpan dalam kulkas dalam waktu lama. Air ini juga boleh di gunakan kembali dan tidak makruh setelah derajat kedinginannya kembali ke derajat normal.
3. Air suci tetapi tidak mensucikan.
Air ini terbagi menjadi dua :
• Air musta’mal, yaitu air yang telah digunakan untuk mensucikan najis atau hadats. Hukumnya suci, tetapi tidak sah digunakan untuk bersuci lagi.
• Air yang berubah dari wujud aslinya, yaitu air yang berubah karena bercampur dengan benda suci lainnya. Contoh mudah untuk air jenis ini adalah air kopi, air teh, air susu dan lain-lain. Air ini sesungguhnya suci, buktinya tidak ada yang tidak mau jika di suguhi kopi, pasti mau meminumnya. Artinya air ini sebenarnya suci, tetapi tidak bisa mensucikan benda lain.
4. Air Najis, yaitu air yang bernajis meskipun sedikit. Bagian ini di bagi dua :
a) Air yang sedikit. Air dikatakan sedikit jika ukurannya kurang dari dua kullah, jika air kurang dari dua kullah kemasukan najis, maka hukumnya menjadi najis walaupun tidak ada perubahan apapun karena kemasukan najis itu tadi. Air ini mutlak tidak boleh digunakan untuk bersuci.
b) Air yang banyak. Air yang banyak adalah air yang mencukupi bahkan lebih dari dua kullah. Jika air ini kemasukan najis, maka hukumnya suci jika tidak terjadi perubahan pada warna, rasanya dan baunya. Tetapi jika ada perubahan walaupun sedikit pada salah satu sifatnya, maka hukumnya menjadi najis. Air ini tetap boleh digunakan bersuci dengan catatan tidak ada perubahan apapun jika kemasukan najis. Misalnya si A mengencingi air sungai, jika air kencing tersebut tidak menyebabkan bau, rasa dan baunya air sungai berubah, maka hukumnya tetap suci.
Catatan :
1. Ukuran air dua kullah adalah :
• 174,580 liter atau berada pada tempat yang ukuran panjang, lebar dan dalamnya adalah 55,9 cm ( Menurut Imam Nawawi ).
• 176,245 liter atau berada pada tempat yang ukuran panjang, lebar dan dalamnya adalah 56,19 cm ( Menurut Imam Rofii i ).
• 270 liter menurut kitab Fiqh Islamiyah.
2. Air yang sedikit tidak menjadi najis jika kemasukan bangkai hewan yang tidak memiliki darah, seperti lalat, semut, lebah dan lain-lain.
Istinja’
Yaitu menghilangkan najis dan kotoran yang keluar dari kelamin, dengan menggunakan air atau batu.
Dari Abdurrahman bin Yazid dari Salman -radhiallahu anhu- bahwa:
“Ditanyakan kepadanya, “(Apakah) Nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu hingga adab beristinja?” Abdurrahman berkata, “Salman menjawab, “Ya. Sungguh beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat saat buang air besar dan saat buang air kecil, serta beliau melarang kami untuk beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu kurang dari tiga buah, atau beristinja’ dengan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim no. 262)
Bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:Dari Abu Hurairah
مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ وَمَنْ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ
“Barangsiapa yang berwudhu maka hendaknya beristintsar (mengeluarkan air dari hidungnya), dan barangsiapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah dia mengganjilkan jumlah (batu)nya.” (HR. Muslim no. 239)
Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:Dari Abu Qatadah
“Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah dia memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, jangan beristinja’ dengan tangan kanan, dan jangan bernafas dalam bejana saat minum.” (HR. Al-Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267)
dia berkata: Rasulullah -shallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:Dari Abdullah bin Mas’ud
“Janganlah kalian beristinja` dengan menggunakan kotoran hewan dan tulang, karena sesungguhnya dia adalah makanan saudara kalian dari bangsa jin.” (HR. Abu Daud no. 39, At-Tirmizi no. 18, dan An-Nasai no. 39)
Di antara kemudahan yang diberikan oleh syariat adalah bolehnya istijmar yaitu berbersih dari buang air dengan menggunakan batu atau yang semisalnya, dengan syarat benda-benda itu kering lagi bisa menyerap air serta bukan benda yang dilarang oleh syariat, misalnya: Tisu kering, daun kering, kertas, dan seterusnya. Perlu diketahui bahwa istijmar bukanlah pengganti dari berbersih dengan air, akan tetapi dia merupakan alternatif yang juga bisa dilakukan walaupun ada air, walaupun tentu saja yang lebih utama adalah berbersih dengan menggunakan air karena dia merupakan asal alat bersuci dan lebih membersihkan najis.
Dari dalil-dali di atas, ada beberapa perkara yang butuh diketahui berkenaan dengan istinja yaitu :
1. Wajib menggunakan minimal tiga batu atau tiga lembar tisu, dan seterusnya. Karenanya jika dengan dua batu saja najis sudah hilang maka wajib untuk menambah batu ketiga, karena tidak boleh istinja kurang dari tiga batu berdasarkan hadits Salman di atas. Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ishaq bin Rahawaih. . Hal ini berdasarkan hadits, “Bahwa Nabi SAW memerintahkan untuk menggunakan tiga batu dan melarang menggunakan kotoran binatang dan potongan tulang.” (Abu Hurairah)
2. Karenanya tidak boleh istinja dengan menggunakan satu batu besar lalu mengusap najis pada ketiga sisi batu tersebut.
3. Wajibnya untuk mengganjilkan jumlah batu yang dipakai istinja berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas. Karenanya jika najisnya sudah hilang hanya dengan 4 batu maka dia wajib untuk menambah batu kelima, dan demikian seterusnya.
4. Tidak boleh istinja dengan benda-benda berikut:
a. Kotoran hewan.
b. Benda-benda yang najis.
c. Tulang karena dia adalah makanan bangsa jin.
d. Dikiaskan kepadanya makanan manusia.
e. Benda yang bisa membahayakan tubuh.
f. Benda yang tidak bisa menyerap air.
g. Benda yang mempunyai kehormatan, semisal kertas-kertas yang berisi ajaran agama.
5. Di antara adab dalam buang air lainnya adalah:
a. Makruhnya buang air menghadap kiblat berdasarkan hadits Salman di atas, sebagaimana yang telah kami terangkan sebelumnya.
b. Tidak boleh berbersih dari buang air besar dan kecil dengan menggunakan tangan kanan.
c. Tidak boleh menyentuh kemaluan dengan tangan kanan saat buang air.
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah salah seorang diantara kamu membersihkan kemaluannya dengan tangan kanan ketika buang air.” (HR Mutafaq’Alaih)
6.. Lebih baik menggunakan air bila ada. Aisyah berkata, “Perintahkan suami-suami kalian untuk bersuci dengan air sesungguhnya Rasulullah SAW melakukannya.” (HR. Tirmidzi)
Benda yang bisa digunakan ber-istinja’, harus memenuhi 4 hal:
1. Suci, bukan najis atau yang terkena najis.
2. Padat / keras.
3. Bisa mengangkat najis, karena itu tidak boleh menggunakan kaca.
4. Bukan benda yang terhormat, maka tidak diperbolehkan menggunakan tulang dan makanan manusia, demikian juga tidak boleh menggunakan kertas yang terdapat tulisan yang terhormat, seperti kertas yang terdapat catatan ilmu.
Mandi
Seorang muslim diajarkan tata cara mengenai menjaga kebersihan badan yaitu dengan cara mandi. Islam mengenalkan istilah mandi wajib bagi umatnya. Bagi seorang muslim yang sudah memasuki masa aqil baligh ia harus sudah diperkenalkan apa yang dimaksud mandi wajib karena hal ini akan menjadi bagian dari perkembangan hidupnya.
Mandi itu diwajibkan apabila memenuhi salah satu dari kelima kriteria di bawah ini:
1. Keluar mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun kondisi terjaga baik laki-laki maupun perempuan
2. Selesai haid dan nifas bagi perempuan
3. Junub (hubungan suami istri)
4. Meninggal, mayat wajib dimandikan
5. Orang kafir bila masuk Islam
Dibawah ini tata cara mandi
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mandi
a. Fardhu Mandi
- Niat. Berniat untuk menghilangkan hadats besar dan kecil.
- Membasuh seluruh badan dengan menggosok hal-hal yang mungkin digosok
- Mengguyur air ke tempat yang tidak bisa digosok sampai bisa diperkirakan air telah merata ke seluruh tubuh
- Menyela jari-jemari dan rambut, serta tempat-tempat yang biasanya tidak terairi oleh air seperti pusar, dll.
b. Sunnah Mandi
- Membaca Basmallah
- Sebelum mandi, membersihkan kedua telapak tangan
- Terlebih dahulu menghilangkan kotoran
- Mendahulukan anggota badan wudhu sebelum membersihkan badan
- Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung, lalu membersihkan daun telinga
c. Makruh Mandi
- Menghambur-hamburkan air
- Mandi di tempat yang terkena najis dikhawatirkan terkena najis
- Mandi dengan menggunakan air sisa yang digunakan oleh perempuan untuk bersuci
- Mandi di tempat terbuka tanpa penutup baik dinding ataupun sejenisnya
- Mandi di air yang diam, tidak mengalir. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian yang sedang junub mandi di air yang diam.” (HR. Muslim)
2. Mandi wajib : membasuh seluruh badan dengan air secara merata, dengan niat khusus.
Hal-hal yang mewajibkan mandi, ada 6 yaitu :
1. Hubungan suami istri.
2. Keluarnya air mani.
Perbedaan antara air mani, madzi, dan wadi :
a.Mani : berwarna putih, pekat, Jika masih basah baunya seperti adonan roti, jika sudah kering baunya seperti putih
telur.
b.Madzi : berwarna putih samar dan lengket, keluar sebab hasrat seksual, sebelum hasrat betul-betul sempurna.
c.Wadi : berwarna putih tebal dan keruh, keluar setelah kencing, atau ketika membawa barang bawaan yang berat. Hukumnya :
- Mani mewajibkan mandi, tidak membatalkan wudlu, dan hukumnya suci.
- Madzi dan Wadi hukumnya seperti air kencing (membatalkan wudlu dan hukumnya najis).
3. Haid (wajib mandi setelah darah berhenti).
4. Nifas (darah yang keluar setelah melahirkan).
5. Melahirkan. Wajib mandi walaupun melahirkan berupa gumpalan darah atau gumpalan daging.
6. Mati.
Kewajiban-Kewajiban ketika Mandi Wajib, ada 2, yaitu :
1. Niat
Waktu niat : Ketika pertama kali membasuh badan.
Cara niat pada mandi wajib : niat dalam hati, dan disunnahkan untuk diucapkan dengan lisan, dengan mengatakan : “Aku niat menghilangkan hadats besar” (nawaitu raf’al hadatsil akbar), atau “aku niat mandi wajib” (nawaitu fardlal ghusli), atau “aku niat bersesuci untuk shalat” (nawaitut thaharah lis shalaati).
Jika wajib bagi seseorang untuk 2 mandi wajib sekaligus, seperti mandi sehabis bersetubuh (jima’) dan mandi karena keluar mani, maka cukup dengan satu niatan saja, misalkan dengan berniat, “aku niat mandi wajib”.
Dan jika wajib bagi seseorang mandi wajib dan mandi sunnah, seperti mandi sehabis bersetubuh dan mandi untuk Shalat Jum’at, maka dia diharuskan berniat untuk kedua-duanya, dengan berniat, “aku niat mandi wajib”, dan “aku niat mandi sunnah sebelum Shalat Jum’at”
2.Meratakan air ke seluruh badan.
Karena itu orang yang mandi wajib hendaknya selalu memperhatikan bagian-bagian tubuh yang dikhawatirkan tidak terkena air, seperti ketiak, lipatan-lipatan perut, lobang telinga, bagian dalam antara dua pantat, lobang pusar, dsb.
Kesunnahan-Kesunnahan ketika mandi wajib, diantaranya:
1. Membaca “Bismillahirrahmanir rahim”.
2. Wudhu sebelum mandi.
3. Menghadap kiblat.
4. Berdiri.
5. Menggosokkan tangan ke seluruh tubuh.
6. Bersambung (tidak terputus-putus).
7. Mendahulukan bagian tubuh yang kanan dari yang kiri.
Hadits dari Aisyah r.a., “Rasulullah SAW bila hendak mandi junub (mandi wajib), beliau memulai dengan membersihkan kedua tangannya sebelum memasukkannya ke dalam bejana, kemudian beliau membersihkan farjinya, lalu berwudhu seperti wudhu akan shalat, lalu membersihkan rambutnya dengan air, kemudian mengguyurkan kepalanya tiga kali, baru mengguyurkan air ke seluruh tubuh.” (HR. Tirmidzi)
Mandi-mandi sunnah, antara lain :
1. Mandi untuk Shalat Jum’at.
2. Mandi hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
3. Mandi hendak Shalat Istisqa (Shalat mohon hujan).
4. Mandi hendak Shalat Gerhana Bulan.
5. Mandi hendak Shalat Gerhana Matahari.
6. Mandi sehabis memandikan mayat.
7. Mandi bagi orang kafir ketika masuk Islam.
8. Mandi bagi orang gila setelah sembuh.
9. Mandi bagi orang pingsan setelah sadar.
10. Mandi hendak ihram (haji atau umrah).
11. Mandi hendak masuk Makkah.
12. Mandi hendak wuquf (berhenti) di Arafah.
13. Mandi hendak bermalam di Mudzdalifah.
14. Mandi untuk melempar tiga jumrah.
15. Mandi untuk thawaf (qudum, ifadlah, dan wada’).
16. Mandi untuk sa’i (berjalan cepat pergi dan kembali antara bukit Shafa dan Marwah 7 kali).
17. Mandi untuk masuk Madinah Al Munawwarah.
Wudhu
Wudhu adalah membasuh anggota-anggota tubuh tertentu, dengan niat tertentu.
Fardlu-Fardlu / Hal-Hal Wajib dalam Wudhu,
ada 6, yaitu:
1. Niat.
Dengan mengatakan dalam hati : “saya niat wudlu untuk menghilangkan hadats, fardlu, karena Allah SWT” (nawaitul wudlu-a li raf’il hadatsil asghari fardlan lillaahi ta’aala).
Waktu niat adalah ketika awal kali membasuh wajah.
1. Membasuh wajah.
Batas wajah yang wajib dibasuh adalah antara tempat tumbuhnya rambut kepala, hingga akhir dagu (batas memanjang), dan antara dua telinga (batas melebar).
1. Membasuh dua tangan sekaligus kedua siku.
2. Mengusap sebagian kulit kepala atau sebagian rambut kepala.
3. Membasuh kedua kaki sekaligus kedua mata kaki.
4. Berurutan.
Sunnah-Sunnah Wudhu, ada banyak, diantaranya :
1. Melafadzkan niat dengan lisan.
2. Membaca Basmalah (Bismillaahirrahmaanirahiim) dan Ta’awwudz (A’uudzu billaahi minassyaithoonirrojiim).
3. Bersiwak.
4. Membasuh kedua telapak tangan.
5. Berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
6. Memulai basuhan wajah dari bagian atas.
7. Mengusap kedua telinga dengan air.
8. Menggosok anggota tubuh dengan air.
9. Menyela-nyelai jari tangan dan kaki.
10. Menggerakkan cincin yang ada di jari tangan ketika dibasuh.
11. Menghadap Kiblat.
12. Duduk tatkala berwudlu.
13. Menggunakan air secukupnya.
14. Tidak berbicara ketika berwudlu.
15. Tidak melebihi basuhan lebih dari 3 kali.
Syarat-Syarat Wudhu, ada 15, yaitu :
1. Islam.
2. Tamyiz (sekira bisa cebok sendiri atau merawat diri sendiri).
3. Khusus perempuan harus bersih dari darah haid (darah datang bulan) dan darah nifas (darah setelah melahirkan).
4. Bersih dari benda yang sekiranya bisa menghalangi sampainya air ke kulit, seperti cat atau lem kayu.
5. Tidak ada benda di kulit yang bisa merubah air, seperti sabun, tinta, dsb.
6. Mengetahui bahwa hukum wudlu adalah wajib.
7. Tidak menganggap hal-hal fardlu dalam wudlu adalah sunnah, seperti anggapan bahwa membasuh muka adalah sunnah, padahal hukumnya wajib.
8. Menggunakan air yang suci mensucikan.
9. Menghilangkan najis yang terlihat oleh mata (‘ainiyyah).
10. Mengalirnya air di seluruh anggota wudlu yang wajib dibasuh, tidak cukup dengan hanya mengusap dengan kain atau es.
11. Yakin bahwa dia wajib berwudlu.
12. Niat terus menerus sampai awal hingga akhir secara hukum (artinya, tidak ada hal yang bisa membatalkan niat tersebut, seperti murtad / keluar dari Islam, atau niat yang lain selain wudlu).
13. Tidak mengikat niat dengan sesuatu yang lain (murni niat untuk wudlu).
14. dan 15. Wudlu harus dikerjakan ketika sudah masuk waktu Shalat dan terus menerus tanpa putus. Kedua syarat ini khusus bagi orang yang selalu berhadats, seperti orang yang selalu keluar air kencingnya, atau air madzinya, atau wanita yang ber-istihadlah (keluar darahnya bukan karena haid atau nifas).
Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu, ada 4 yaitu:
1. Keluarnya sesuatu dari qubul (kelamin) atau dubur (lobang pantat), baik angin atau bukan, kecuali air mani.
2. Hilangnya akal sebab tidur, gila, pingsan, mabuk, atau lainnya, kecuali tidur dengan posisi duduk yang rapat antara pantat dengan tempat duduknya.
3. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan, yang kedua-duanya sudah besar (mengerti syahwat terhadap lawan jenis), bukan mahram, tanpa menggunakan batas (seperti kain, dsb).
Yang menjadi mahram seorang laki-laki ada 18: ibu, anak perempuan, saudari, bibi saudari ayah, bibi saudari ibu, anak perempuannya saudara laki-laki, anak perempuannya saudari perempuan, ibu susuan, anak perempuan sesusuan, saudari sesusuan, bibi saudari ayah sesusuan, bibi saudari ibu sesusuan, anak perempuannya saudara laki-laki sesusuan, anak perempuannya saudara perempuan sesusuan, ibunya istri (mertua perempuan), anak perempuannya istri (anak perempuan tiri), istrinya ayah (ibu tiri), istrinya anak (menantu).
4. Menyentuh kelamin manusia atau lobang pantat, dengan menggunakan telapak tangan atau telapak jari.
Pengertian Tayamum, Cara, Syarat, Rukun, Sebab & Sunat Tayammum Wudhu Dengan Debu / Tanah
A. Arti Definisi / Pengertian Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayamum yang telah dilakukan bisa batal apabila ada air dengan alasan tidak ada air atau bisa menggunakan air dengan alasan tidak dapat menggunakan air tetapi tetap melakukan tayamum serta sebab musabab lain seperti yang membatalkan wudu dengan air.
B. Sebab / Alasan Melakukan Tayamum :
- Dalam perjalanan jauh
- Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
- Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
- Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan
- Air yang ada hanya untuk minum
- Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat
- Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
- Sakit dan tidak boleh terkena air
C. Syarat Sah Tayamum :
- Telah masuk waktu salat
- Adanya halangan untuk menggunakan air untuk berwudlu, misalkan karena bepergian atau sakit
- Berusaha mencari air (waktu mencari air harus setelah masuk waktu shalat).
Tidak bisa mendapatkan air, atau berhasil mendapatkannya, namun air tersebut diperlukan untuk yang lain, misalkan untuk minum
- Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran
- Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum
- Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
- Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan
- Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh
D. Kewajiban-kewajiban dalam bertayamum, ada 5 :
1. Memindah debu (dari tempatnya ke wajah dan kedua tangan, artinya dengan tidak, misalkan, menghadapkan wajah atau kedua tangan di tempat berhamburannya debu karena terpaan angin).
2. Niat. Dengan berniat : “saya niat bertayammum agar bisa mengerjakan shalat” (nawaitut tayammuma li ibaahatis shalaati). Waktu niat adalah mulai dari memindah debu hingga mengusapkannya ke muka.
3. Mengusap muka.
4. Mengusap kedua tangan sekaligus kedua siku.
5. Berurutan.
E. Sunah / Sunat Ketika Melaksanakan Tayamum :
- Membaca basmalah
- Menghadap ke arah kiblat
- Membaca doa ketika selesai tayamum
- Medulukan kanan dari pada kiri
- Meniup debu yang ada di telapak tangan
- Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku
F. Rukun Tayamum :
- Niat Tayamum.
- Menyapu muka dengan debu atau tanah.
- Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.
G. Tata Cara / Praktek Tayamum :
- Membaca basmalah
- Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
- Niat tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala (Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala).
- Mengusap telapak tangan ke muka secara merata
- Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan
- Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
- Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri
H. Yang membatalkan tayamum ada 3 :
1. Semua yang membatalkan wudlu.
2. Sebelum melaksanakan shalat, melihat air.
3. Murtad (keluar dari Islam).
Rabu, 28 Desember 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar