Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

wibiya widget

My Blog List

flag counter

daftar menu

Loading...
Tag this on nabtag

twiter

Recent Comments

google seacrh


  • Web
  • alwafaalmuttaqiin
  • buku tamu

    google translite


    clock

    Voting

    My Ballot Box
    Bagaimana Menurutmu blog ku ni ?







    wibiya widget

    Rabu, 19 Desember 2012

    BEKAL KETIGA : HIKMAH



    Seorang da’i haruslah menyeru kepada Alloh dengan hikmah. Dan alangkah pahitnya orang yang tidak memiliki hikmah. Dakwah ke jalan Alloh itu haruslah dengan : (1) hikmah, (2) mau’izhah hasanah (pelajaran yang baik), (3) berdebat dengan cara yang lebih baik kepada orang yang tidak zhalim, kemudian (4) berdebat dengan cara yang tidak lebih baik kepada orang yang zhalim. Jadi, tingkatan ini ada empat. Alloh Ta’ala berfirman :
    ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَـادِلْهُم بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
    Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS an-Nahl : 125)
    Dan firman-Nya :
    وَلاَ تُجَـادِلُواْ أَهْلَ الْكِتَـبِ إِلاَّ بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِلاَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنْهُمْ وَقُولُواْ ءَامَنَّا بِالَّذِى أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَـهُنَا وَإِلَـهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
    Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri.” (QS al-Ankabuut : 49)
    Sesungguhnya hikmah itu adalah : menetapkan suatu perkara secara mantap dan tepat, dengan cara menempatkan suatu perkara pada tempatnya dan mendudukkan suatu perkara pada kedudukannya. Bukanlah termasuk hikmah apabila anda tergesa-gesa dan menginginkan manusia akan berubah keadaannya dari keadaan mereka sebelumnya menjadi seperti keadaan para sahabat hanya dalam sehari semalam.
    Barangsiapa yang berkeinginan seperti itu maka ia adalah orang yang tolol akal fikirannya, jauh dari hikmah. Karena hikmah Alloh Azza wa Jalla jauh dari hal ini, dan yang menunjukkan hal ini kepada anda adalah, bahwa Muhammad Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam, al-Kitab diturunkan kepada beliau secara bertahap sampai menjadi mantap dan sempurna di dalam jiwa.
    Sholat diwajibkan pada saat mi’raj tiga tahun sebelum hijrah, ada yang berpendapat satu tahun setengah, ada juga yang berpendapat lima tahun. Para ulama berselisih pendapat tentangnya... namun, sholat ketika itu tidak diwajibkan sebagaimana kondisi saat ini. Sholat yang pertama kali diwajibkan adalah dua rakaat zhuhur, ashar, isya’ dan fajar serta tiga rakaat maghrib sebagai witir pada pertengahan hari. Setelah hijrah dan setelah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam melewati masa 13 tahuh di Makkah, rakaat shalat ditambah dan menjadi empat rakaat untuk zhuhur, ashar dan isya’, sedangkan sholat fajar (shubuh) tetap sebagaimana rakaat sebelumnya, dikarenakan panjangnya bacaan di dalamnya, juga demikian dengan maghrib yang tetap sebanyak tiga rakaat dikarenakan ia merupakan witr pada pertengahan hari.
    Zakat diwajibkan pada tahun kedua setelah hijrah, atau (ada yang berpendapat) diwajibkan di Makkah namun belum ditentukan kadar nishab dan wajibnya, serta Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam juga belum mengutus perwakilan khusus untuk mengumpulkan zakat kecuali pada tahun kesembilan  setelah hijrah. Hukum seputar zakat berkembang dalam tiga tahap : (1) di Makkah : ”Tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya”, namun belum diterangkan akan wajibnya juga belum diterangkan akan takarannya yang wajib serta urusan ini dipercayakan sepenuhnya kepada manusia. (2) tahun kedua hijriyah, telah diterangkan zakat dengan nishabnya, dan (3) pada tahun kesembilan hijriyah, Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam mengutus perwakilan khusus untuk memungut zakat kepada pemilik ladang dan harta. Maka cermatilah bagaimana perhatian khusus pensyariatan Alloh Azza wa Jalla terhadap kondisi manusia dan Dia (Alloh) adalah sebaik-baik pemberi keputusan (hakim).
    Demikian pula dengan  puasa, pensyariatannya dilakukan secara bertahap. Kewajiban pertama puasa adalah manusia diberikan kebebasan untuk memilih antara berpuasa atau memberi makan (fakir miskin), kemudian hukum puasa dispesifikasikan (menjadi wajib) dan memberi makan (fakir miskin) statusnya berubah boleh dilakukan oleh orang yang tidak mampu berpuasa secara terus menerus.
    Saya berkata : Sesungguhnya hikmah itu menolak bahwa dunia ini dapat berubah hanya dalam sehari semalam, untuk itu haruslah ada kelapangan jiwa. Terimalah dari saudara yang anda dakwahi kebenaran yang ada padanya hari ini dan berjalanlah bersamanya secara bertahap sedikit demi sedikit sampai akhirnya ia terbebas dari kebatilan. Janganlah anda beranggapan bahwa manusia itu memiliki tingkatan yang sama, karena sungguh berbeda antara orang yang jahil dengan orang yang menentang. Mungkin ada baiknya aku berikan beberapa contoh dari dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

    Contoh Pertama :
    Seorang pria badui datang dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sedang duduk-duduk dengan sahabat-sahabat beliau di Masjid. Kemudian Badui itu kencing di salah satu sisi dalam Masjid, maka para sahabatpun mencercanya, yaitu  menghardiknya dengan keras. Akan tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang telah Alloh anugerahkan kepada beliau al-Hikmah melarang mereka. Setelah Badui itu menyelesaikan kencingnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan untuk menyiram kencingnya dengan satu ember air. Mafsadat (kerusakan) pun sirna lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memanggil Badui tersebut dan berkata padanya :
    إن هذه المساجد لا يصلح فيها شيء من الأذى أو القذر إنما هي للصلاة وقراءة القرآن
    “Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak selayaknya di dalamnya ada sesuatu dari gangguan dan kotoran, sesungguhnya masjid itu hanyalah untuk sholat dan membaca al-Qur`an.”1 Atau sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
    Maka menjadi lapanglah dada si Badui tersebut disebabkan oleh muamalah yang baik ini. Oleh karena itulah aku melihat sebagian ulama menukilkan ucapan Badui ini yang mengatakan:
    اللهم ارحمني ومحمداً ولا ترحم معنا أحداً
    “Ya Alloh rahmatilah aku dan Muhammad dan janganlah Engkau merahmati seorangpun selain kami.”
    Karena Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah mensikapinya dengannya dengan sikap yang baik. Adapun para sahabat ridhwanullah ‘alaihi, mereka tergesa-gesa untuk menghilangkan kemungkaran, tanpa mempertimbangkan keadaan orang yang jahil.

    Contoh Kedua :
    Mu’awiyah bin al-Hakam radhiyallahu ‘anhu datang dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sedang sholat dengan manusia, kemudian salah seorang dari mereka bersin dan mengucapkan alhamdulillah –(perlu diketahui) apabila ada seseorang yang bersin maka hendaklah ia mengucapkan alhamdulillah baik di saat ia berdiri, ruku’ ataupun sujud-.
    Orang ini (orang yang bersin) mengucapkan alhamdulillah, maka sekonyong-konyong Mu’awiyah meresponnya dengan mengucapkan yarhamukalloh.  Hal ini termasuk berbicara di dalam sholat yang dapat membatalkan sholat. Orang-orang pun memandang dan melototi beliau. Mu’awiyah berkata : واثكل أمِّياه  “ibuku telah kehilanganku”, dan واثكل maknanya adalah kehilangan.
    Perkataan ini (yaitu واثكل أمِّياه) hanya diucapkan tanpa dimaksudkan makna sebenarnya. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah mengatakannya kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengatakan : “Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu yang dapat mengendalikan itu semua?”, Mu’adz menjawab : “Tentu, wahai Rasulullah”. Lalu Nabi bersabda : “Jagalah ini” dan beliau memegang lisannya sambil berkata, “jagalah ini”. Mu’adz berkata : “Apakah kita akan diadzab dikarenakan apa yang kita ucapkan?”, lantas Nabi menjawab :
    ثكلتك أمك يا معاذ وهل يكب الناس في النار على وجوههم أو قال على مناخرهم إلا حصائد ألسنتهم
    “Ibumu kehilanganmu wahai Mu’adz! Karena apa seseorang dijungkirbalikkan di dalam neraka di atas wajah mereka –atau dalam riwayat lain di atas hidung mereka- jika bukan karena buah perkataan lisan mereka.”2
    Kemudian Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu melanjutkan sholatnya, setelah selesai sholat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memanggil beliau. Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu berkata :
    فوالله ما رأيت معلماً أحسن تعليماً منه، اللهم صلي وسلم عليه، والله ما كهرني، ولا نهرني وإنما قال: «إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس إنما هي التسبيح، والتكبير وقراءة القرآن»
    “Demi Alloh, belum pernah aku melihat seorang pendidik yang lebih baik cara mendidiknya daripada beliau. Semoga Alloh senantiasa memberikan sholawat dan salam kepada beliau. Demi Alloh, beliau tidak membentakku dan tidak pula mencercaku. Beliau hanya berkata, Sesungguhnya di dalam sholat ini tidak selayaknya ada sesuatu dari ucapan manusia, sesungguhnya sholat itu adalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur`an.”3 Atau sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
    Perhatikanlah dakwah yang dijawab oleh jiwa dan diterima oleh manusia serta melapangkan dada ini!!!
    Kita mengambil dari hadits ini sebuah faidah fiqhiyyah, yaitu bahwasanya barang siapa yang berbicara di dalam sholatnya, sedangkan ia tidak mengetahui bahwa hal itu dapat membatalkan sholat maka sholatnya sah.

    Contoh Ketiga :
    Seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam lalu berkata : ”Wahai Rasulullah, saya telah binasa”. Rasulullah bertanya : ”Apa yang membinasakanmu?”. Orang itu menjawab : ”Aku telah menggauli isteriku di bulan Ramadhan sedang aku tengah berpuasa.” Lantas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkannya untuk memerdekakan budak, dan orang itu menjawab, “saya tidak punya”. Lalu Nabi memerintahkannya untuk berpuasa dua bulan berturut-turut, dan orang itu menjawab, ”aku tidak mampu”. Kemudian beliau memerintahkannya untuk memberi makan enam puluh orang miskin dan ia tetap menjawab, ”aku tidak mampu”. Lalu orang itu duduk dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam datang sambil membawa kurma sembari berkata : ”ambillah ini dan sedekahkanlah”.
    Namun, orang tersebut menjadi loba terhadap kedermawanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang mana beliau adalah orang yang paling dermawan terhadap makhluk, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah orang yang paling mulia. Orang itu berkata : ”Apakah aku harus mensedekahkannya kepada orang yang lebih miskin dariku wahai Rasulullah? Demi Alloh, tidak ada keluarga yang lebih miskin dari keluargaku diantara dua dataran (Madinah) ini.”
    Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam pun tertawa sampai tampak gigi taring atau gerahamnya. Hal ini disebabkan karena orang ini datang dengan rasa takut dan berkata ”aku telah binasa” namun ia pergi dengan gembira. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Berilah makan keluargamu dengan kurma ini.”4 Maka orang itupun pergi dengan rasa tenang dan riang gembira dengan agama ini dan dengan kemudahan dari da’i pertama (yaitu Nabi) terhadap agama Islam ini, semoga Shalawat dan Salam Alloh senantiasa tercurahkan kepada beliau.

    Contoh Keempat :
    Mari kita perhatikan bagaimana cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bermuamalah dengan orang yang berbuat dosa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam melihat seorang pria menggunakan cincin emas di tangannya, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam melepaskan cincin itu dengan tangannya yang mulia dan membuangnya di tanah. Lalu beliau bersabda :
    يعمد أحدكم إلى جمرة من نار فيضعها في يده
    ”Salah seorang dari kalian dengan sengaja melihat bara api dari neraka dan menggunakannya di tangannya”
    Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam tidak bermuamalah dengannya sebagaimana bentuk muamalah pada awal tadi, namun beliau mencabutnya dari tangannya dan membuangnya ke tanah. Tidak lama setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam pergi, ada seseorang yang berkata kepada orang itu : ”ambil cincinmu dan manfaatkanlah”. Namun orang itu berkata :
    والله لا آخذ خاتماً طرحه النبي صلى الله عليه وسلّم
    ”Demi Alloh, saya tidak akan mengambil cincin yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah membuangnya.” 5
    Allohuakbar, sungguh ini adalah kepatuhan yang luar biasa pada sahabat ridhawanullahu ’alaihim.
    Yang penting, wajib bagi da’i untuk berdakwah ke jalan Alloh Azza wa Jalla dengan hikmah dan tidaklah sama antara orang jahil dengan orang berilmu, antara orang yang menentang dengan orang yang menerima. Setiap ucapan ada tempatnya dan setiap tempat ada kondisinya tersendiri.

    1.        Dikeluarkan oleh al-Bukhari di dalam Kitabul Wudhu` , Bab Tarkun Nabii Shallallahu ’alaihi wa Salam wan Naas al-A’robiy hatta farogho min Baulihi fil Masjid (219); Kitabul Wudhu`, Bab Shubbul Maa` ’ala Baul fil Masjid (221) dan Kitab al-Adab, Bab ar-Rifqu fil Amri Kulluhu (625); dan Muslim di dalam Kitabuth Thoharoh, Bab Wujubu Ghoslil Baul wa Ghoirihi minan Najasaat (285).
    2.        Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (2236), Turmudzi pada Bab-Bab al-Iman, Bab Ma ja’a fi Hurmatish Sholah (2616) dan Ibnu Majah di dalam bab-bab al-Fitan, Bab Kaf al-Lisaan fil Fitnah (3973).
    3.        Dikeluarkan oleh Muslim, Kitabul Masajid, Bab Tahrimul Kalam fish Sholah (537).
    4.        Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Kitabush Shaum Bab Idza Jama’a fi Ramadhan wa lam yakun lahu syai’ fatashoddaqo ‘alaihi falyukaffir (1936) dan Muslim dalam Kitabush Shiyam Bab Taghlith Tahrim al-Jima’ fi Nahari Ramadhan (1111).
    5.        Dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitabul Libaas Bab Tahrimu Khotam adz-Dzahab ‘alar Rijaal (2090).


    0 komentar:

    Posting Komentar