BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Keberhasilan menanamkan
nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT.) dalam diri
peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu metode
pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah,
sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai
peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode pendidikan
yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi
jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu jenis
metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan.
Sebaik apapun tujuan
pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat
sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai
tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan
cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri (Atthoriqotu
ahammu minal maadah). Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus
dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga
hasil pendidikan dapat memuaskan serta mencpai tujuan secara sistematis dan
tepat.
Rasulullah SAW. sejak
awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat
terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat
akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasulullah SAW. sangat memperhatikan
situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat
ditransfer dengan baik. Rasulullah SAW. juga sangat memahami naluri dan kondisi
setiap pribadi orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik
meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati
Allah SWT. dan syari’at-Nya.
Tulisan ini akan
menyajikan hadis-hadis Nabi saw. tentang metode pendidikan dalam lingkup makro
dan mikro, yang dilaksanakan Rasulullah SAW. Hadist-hadist yang berimplikasikan
pada metode pendidikan dalam lingkup makro, meliputi; metode keteladanan,
metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode
kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini
meliputi :
a. Apa
yang dimaksud Metode ?
b. Apa
sajakah Istilah Lain Dalam Pendidikan Yang Mengandung Makna Berdekatan Dengan
Metode ?
c.
Sebutkan
Jelaskan Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan / Pengajaran Al-Qur’an dan
Hadits ?
C. Tujuan
Masalah
Tujuan masalah dalam makalah ini meliputi :
a.
Untuk mengetahui
pengertian metode secara luas
b.
Untuk mengetahui
Istilah Lain Dalam Pendidikan Yang Mengandung Makna Berdekatan Dengan Metode
c.
Untuk mengetahui
Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan / Pengajaran Al-Qur’an dan Hadits
d.
Untuk pemenuhan
tugas mata kuliah MKPAI 2
e.
Sebagai bahan
bacaan ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Metode
Metode pendidikan dalam
lingkup mikro terdiri dari; metode tanya jawab, metode pengulangan, metode
demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi,
metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman.
Apa sih pengertian dari Metode Pendidikan itu sendiri ?.
Apa sih pengertian dari Metode Pendidikan itu sendiri ?.
Metode diibaratkan
sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa
metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan
efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Secara etimologi kata
metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang dilalui” dan
hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi secara harfiah
metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Sedangkan dalam bahasa
Inggeris, disebut dengan method yang mengandung makna metode dalam bahasa
Indonesia. Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan tharīqah yang berarti jalan
atau cara. Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang beragam
tentang metode, di antaranya pengertian yang dikemukakan Surakhmad, bahwa
metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai
tujuan.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a.
Melaksanakan
aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab;
b.
Aktivitas
tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c.
Tujuan harus
dicapai secara efektif.
B. Istilah
Lain Dalam Pendidikan Yang Mengandung Makna Berdekatan Dengan Metode
Ada
istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode,
yaitu pendekatan dan teknik/strategi, sebagai berikut:
1. Pendekatan
(al-madkhal/approach).
Pendekatan
yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung
prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang
bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa,
bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan terlebih dahulu sebelum
aspek membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga dari asumsi tersebut
pendidik dapat menentukan metode yang tepat.
2. Teknik/strategi.
Teknik
penyajian bahan pelajaran adalah penyajian yang dikuasai pendidik dalam
mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas,
agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik.
Teknik
adalah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan metode yang
didasarkan atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik harus sejalan
dengan metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah peserta didik
yang tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan tepat, pendidik memintakan
peserta didik untuk menirukan ucapannya.
C. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan / Pengajaran Al-Qur’an dan Hadits
C. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan / Pengajaran Al-Qur’an dan Hadits
1. Metode
Keteladanan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
“Hadist dari
Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah
ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa
Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw.
dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud,
beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya.” (al-Bukhari)
Menurut
al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan.
Rasulullah SAW. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak
perempuan. Rasulullah SAW. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan
menggendong Umamah (cucu Rasulullah SAW.) di pundaknya ketika sholat. Makna
yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah SAW. untuk
menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah SAW.
menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam sholat sekalipun. (Al-Asqalani,
1379H: 591-592).
Hamd,
mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat
dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa
yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik.
Memperhatikan
kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam
mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya
baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya.
Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga
berperangai buruk.
Rasulullah
SAW. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui
tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata.
Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk
dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya,
menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang
tidak langsung.
Mendidik
dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar
pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya,
merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt.
berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
“
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. 33: 21).
Uswatun hasanah pada ayat di atas adalah
perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi
penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam
membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan
Rasulullah SAW., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama,
sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan
panutan.
2. Metode
lemah lembut/kasih sayang.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
“ Hadis dari Abu
Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn
Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi
Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya:
Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku
katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya
berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan
mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam.
Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai
tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang
lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak,
memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat
ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh,
takbîr dan membaca Alquran.” (HR. Muslim).
Hadis
di atas tergolong syarîf marfũ’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah şubut. An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadist ini
menunjukkan keagungan perangai Rasulullah SAW., dengan memiliki sikap lemah
lembut dan mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini
juga perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah SAW. dalam
mendidik.(an-Nawawi, 1401H).
3. Metode
deduktif.
حَدَََّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
“ Hadist
Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis
dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a.,
Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di
naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil,
pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya
terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka
bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang
dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan
sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh
tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air
matanya mengalir.” (HR. Al-Bukhari).
Hadist
di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah mutqin, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw.
Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi
pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran,
sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.
(an-Andalusi ).
4. Metode
perumpamaan
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً
“Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini.” (HR. Muslim)
“Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini.” (HR. Muslim)
Perumpamaan
dilakukan oleh Rasul SAW. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan
pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik.
Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang
digunakan oleh Rasulullah SAW. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat
dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada
yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi
sesuatu yang sangat jelas.
5. Metode
kiasan.
حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
“Hadis Yahya,
katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah,
seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah
menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu
mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia
bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci
dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah
bekas darah (haid) dengan kain itu.” (HR. al-Bukhari)
Hadist di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, sedangkan Aisyah adalah istri Rasulullah saw. Ibn Hajar, memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil tentang disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan dengan aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib. (al-Asqalani).
Hadist di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, sedangkan Aisyah adalah istri Rasulullah saw. Ibn Hajar, memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil tentang disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan dengan aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib. (al-Asqalani).
Muhammad
bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam pembelajaran,
yaitu:
1.
Rayuan dalam
nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar lebih
meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
2.
Menyebutkan
tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka
untuk mengikuti jejak mereka.
3.
Membangkitkan
semangat dan kehormatan anak didik.
4.
Sengaja
menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5.
Menyampaikan
nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6.
Memuji di
hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang
berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat
kebajikan dan meninggalkan keburukan.
6. Metode
memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
“Hadis Muhammad ibn Basysyar
katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh
dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan
jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada
manusia.”(HR. Al-Bukhari)
Hadist di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, Anas adalah sahabat Rasul saw. Ibnu Hajar al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan kemudahan bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani) dalam arti mengajarkan ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar.
Hadist di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, Anas adalah sahabat Rasul saw. Ibnu Hajar al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan kemudahan bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani) dalam arti mengajarkan ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar.
7. Metode
perbandingan.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ
“Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah,
hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair, hadis Abi Muhammad ibn Bisyr, hadis
Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn A’yân, hadis Muhammad ibn Rafi’, hadis
Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid, hadis Muhammad ibn Hatim dan lafaz
darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis katanya aku mendengar
Mustaurid saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw. bersabda: Demi Allah
tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti seorang yang menaruh
jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut, kemudian perhatikan
apa yang tersisa di telunjuknya.” (HR. Muslim)
Makna hadist di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
Makna hadist di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
8. Metode
tanya jawab
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
“Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis
Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn
Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw.
bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah
seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat
kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan
tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat
lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa.” (HR. Muslim)
Metode
tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan
tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha
menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat
bagi pelaku dan pendengarnya.(an-Nahlawi, 1996: 205). Uraian tersebut memberi
makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar
langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan mendapat
keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan
dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk
mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan
terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi.
9. Metode
Pengulangan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
“Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis
Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar
Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar
orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya.” (As-Sijistani).
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
10. Metode
demonstrasi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
“Hadist dari Muhammad ibn Muşanna,
katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis
dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami
tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw adalah
seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami
ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang
yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda; kembalilah
bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah
mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal.
Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.” (HR. al-Bukhari)
Hadist
di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah kaşir, şiqah şubut. Hadis ini sangat jelas menunjukkan tata
cara salat Rasulullah saw. kepada sahabat, sehingga para sahabat dipesankan
oleh Rasulullah saw. agar salat seperti yang dicontohkan olehnya.
Metode
demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan suatu gerakan
atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh pendidik atau
orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode demonstrasi dilakukan
bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan dengan baik dan benar.
11. Metode
eksperimen
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
“ Hadist Adam, katanya hadis
Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang
kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan
air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika
saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan
saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya
kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda cukup
begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya
kemudian mengusapkan keduanya pada wajah”.(HR. al-Bukhari)
Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani) Sahabat Rasulullah SAW. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani) Sahabat Rasulullah SAW. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
12. Metode
pemecahan masalah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ.
Hadist Quthaibah ibn Sâ’id, hadis
Ismâil ibn Ja’far dari Abdullah ibn Dinar dari Umar, sabda Rasulullah saw.
Sesungguhnya di antara pepohonan itu ada sebuah pohon yang tidak akan gugur
daunnya dan pohon dapat diumpamakan sebagai seorang muslim, karena keseluruhan
dari pohon itu dapat dimanfaatkan oleh manusia. Cobalah kalian beritahukan
kepadaku, pohon apakah itu? Orang-orang mengatakan pohon Bawâdi. Abdullah
berkata; Dalam hati saya ia adalah pohon kurma, tapi saya malu
(mengungkapkannya). Para sahabat berkata; beritahukan kami wahai Rasulullah!
Sabda Rasul saw; itulah pohon kurma.(al-Bukhari, I: 34).
Al-Asqalâni, menyebutkan dengan metode perumpamaan tersebut dapat menambah pemahaman, menggambarkannya agar melekat dalam ingatan serta mengasah pemikiran untuk memandang permasalahan yang terjadi. (al-Asqalani, I: 147). Metode tanya jawab berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya, melalui dialog, perasaan dan emosi pembaca akan terbangkitkan, jika topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi.
Al-Asqalâni, menyebutkan dengan metode perumpamaan tersebut dapat menambah pemahaman, menggambarkannya agar melekat dalam ingatan serta mengasah pemikiran untuk memandang permasalahan yang terjadi. (al-Asqalani, I: 147). Metode tanya jawab berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya, melalui dialog, perasaan dan emosi pembaca akan terbangkitkan, jika topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi.
13. Metode
diskusi
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
“Hadist Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali
ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari
Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kalian siapa orang
yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan
harta. Rasul bersabda; Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang
yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia
datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini,
menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi
pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus
kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya, kemudian
ia dicampakkan ke neraka.”(HR. Muslim)
Penjelasan
hadis di atas yaitu Rasulullah saw. memulai pembelajaran dengan bertanya dan
jawaban sahabat ternyata salah, maka Rasulullah saw. menjelaskan bahwa bangkrut
dimaksud bukanlah menurut bahasa. Tetapi bangkrut yang dimaksudkan adalah
peristiwa di akhirat tentang pertukaran amal kebaikan dengan kesalahan.
14. Metode
pujian/memberi kegembiraan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
"Hadist Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.”(HR. Al-Bukhari)
Hadist ini menjadi dalil bahwa sunnah hukumnya memberikan kegembiraan kepada anak didik sebelum pembelajaran dimulai. Sebagaimana Rasulullah saw. mendahulukan sabdanya; ’saya telah menyangka’, selain itu ‘karena saya telah melihat semangatmu untuk hadis’. Oleh sebab itu perlu memberikan suasana kegembiraan dalam pembelajaran.
15. Metode
pemberian hukuman.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ….
“Hadist Ahmad ibn Shalih, hadis
Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi
dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd, kata Ahmad dari
kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam salat bagi
sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah saw. melihat,
setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia menjadi imam
salat bagi kalian” (HR. Sijistani).
Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat.. Dengan demikian Rasulullah SAW. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial.
Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat.. Dengan demikian Rasulullah SAW. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode
pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan
pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai,
bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa metode
pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini terdiri dari metode keteladanan,
metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode
kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan, metode tanya jawab,
metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan
masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian
hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman nilai-nilai pada ranah
afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif serta latihan
berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik.
B. Saran
Seorang pendidik
dalam melaksanakan proses pembelajaran harus melakukan perencanaan yang matang,
sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lancar, efektif dan efisien dan
tepat sasaran. Untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya dengan memilih
metode yang tepat, untuk dapat menggunakan metode yang tepat harus disesuaikan
situasi dan kondisi . Dengan begitu insya Allah akan berjalan lancer.
DAFTAR PUSTAKA
Andalūsi, Imâm Ibn Abi Jamrah. Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. Beirut: Dârul Jiil, 1979.
Anwar, Qomari. Pendidikan Sebagai
Karakter Budaya Bangsa. Jakarta: UHAMKA Press, 2003.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar
Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah,
1379 H.
Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad
Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir
al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar
dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal
Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq
al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub
al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Munawwir, Warson Ahmad. Al-Munawwir
Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nahlawi, Abdurrahman. Ushulut
Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj.
Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press:1996.
Naisabūri, Abu al-Husain Muslim ibn
al-Hajjaj al-Qusyairi. Shahih Muslim, Juz 1. Saudi Arabia : Idâratul Buhūş
Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan
Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nawâwi, Abu Zakaria Yahya ibn
Syaraf ibn Maria. Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim. Beirut: Dâr al-Fikri,
1401 H.
0 komentar:
Posting Komentar